Keep Your Lamp Burning

risma silalahi
Chapter #4

Kabar yang Meresahkan

Beberapa bulan sebelumnya,

Kabar tentang Maura Adams yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak begitu merisaukan Wina. Ia bahkan tidak tahu harus mencari ke mana wanita terpenting dalam hidupnya itu. Sepengetahuannya, kedua orang tua Maura tinggal di Negara Belanda dan mereka sudah meninggal. Karena ketika ada kabar bahwa kedua orang tuanya meninggal, Maura segera terbang ke Belanda. Maura tidak pernah bercerita tentang saudaranya atau keluarga yang lain, terutama yang berada di Indonesia. Betapa menyesalnya Wina, selama ini tidak berusaha untuk mendapatkan informasi itu.

Teman-temannya memberi kabar itu saat Wina masih berada di Eropa dalam penyelesaian studinya dalam dunia kejurnalisan. Wina segera terbang ke Indonesia dan mereka mengadakan pertemuan dadakan membahas masalah ini.

Telah berkumpul sekelompok pria dan wanita, yang merupakan murid-murid awal pusat belajar yang dididik secara langsung oleh Maura Adams, keseluruhannya berjumlah 17 orang.

Budiharjo, sebagai yang tertua dari mereka ditunjuk sebagai ketua grup itu. Mereka telah tersebar ke berbagai daerah di pelosok nusantara, bahkan beberapa lagi menetap di luar negeri. Ada yang sudah berkeluarga, dan ada yang belum. Semuanya berhasil menamatkan pendidikan dan meraih cita-cita mereka, dengan perjuangan yang berat dan tetesan peluh dan air mata dari ibu mereka bersama, Maura Adams.

Walaupun bertahun-tahun telah berlalu, mereka masih saling berkomunikasi. Kelompok ini mengadakan pertemuan secara rutin setiap tahunnya, dan bagi yang tinggal di Indonesia, mereka berkomitmen untuk hadir dalam pertemuan itu, jika tidak ada urusan yang teramat penting. Namun yang berkuliah atau pun bekerja di luar negeri, mereka mengikutinya secara daring atau online.

"Sebaiknya kita lapor polisi saja," kata Maharani, salah seorang dari mereka yang kini berprofesi sebagai dokter gigi.

“Tunggu dulu. Ibu hanya menghilang, bukan hilang. Menurut Pak Hardy, Ibu Maura hanya pergi untuk sebuah urusan penting. Bagaimana mungkin kita akan lapor polisi? Yang ada kita hanya akan memperlebar permasalahan ini kemana-mana,” kata Waya.

“Wina, apa kamu tahu tempat tinggal orang tua Ibu dahulu di Belanda? Kalau saja Ibu kembali ke sana,” tanya Budiharjo.

Wina menggeleng. “Maaf, aku sama sekali tidak tahu. Ibu Maura jarang bercerita tentang keluarganya.”

“Pak Hardy mengatakan bahwa Ibu Maura juga tidak menghubunginya sampai saat ini. Sudah tiga tahun. Tapi itu bukan berarti terjadi sesuatu padanya kan? Bisa saja dia kini ia sedang berkelut dengan membuka sekolah di tempat lain, misalnya? Atau ada urusan keluarga yang sangat penting,” kata Satrio.

“Sampai tiga tahun? Dan tanpa kabar berita? Aku rasa tidak mungkin,” kata Wina.

“Saya rasa kita semua juga mengenal Ibu dengan baik. Jangan berpikir yang macam-macam. Salah satu dugaan terbesar saya, yaitu Ibu dalam keadaan sakit saat ini. Perasaan saya kuat ke arah sana,” kata Budiharjo.

“Ya, sepertinya kemungkinan itu masuk akal.” Pendapat itu mulai diyakini oleh sebagian besar dari mereka.

“Kalau begitu, kita perlu membagi tugas. Ada yang bertugas menghubungi rumah-rumah sakit yang ada di kota ini, ada juga yang akan mencari informasi apa saja tentang Ibu Maura dari sekolah, mungkin saja ia pernah mencatat alamatnya sebelumnya, dan ada yang bertugas mencari informasi tentang sanak keluarganya. Bicaralah dengan siapa saja yang mengenal Ibu Maura.”

“Perlukah kita mencari informasi sampai ke Belanda juga?” tanya Santi.

“Tapi, dari titik mana kita akan mencarinya. Negara itu begitu luas, dengan banyak kota. Sama saja kita mencari buta-buta,” kata Satrio.

“Baiklah. Kita akan lakukan seperti rencana semula,” kata Budiharjo.

Mereka kemudian berembuk dan menyusun stategi pencaharian yang dilaksanakan secepat mungkin, karena ada beberapa dari mereka yang hendak pulang ke tempat masing-masing menunaikan tugasnya. 

Lihat selengkapnya