Suatu pagi, Wina dan Steve sedang duduk berdua di bangku sebuah taman yang terletak di kampus Wina.
“Wina, bagaimana persiapan wisudamu? Apakah ada keluarga yang akan hadir?”
Mimik wajah Wina berubah. Ia tertunduk dan air matanya menetes. Ia sudah tidak memiliki orang tua, tidak memiliki saudara, Maura pun yang sudah dianggapnya sebagai ibunya sendiri tidak akan hadir.
“Maaf, Win. Maafkan pertanyaanku tadi.” Steve, kekasihnya mendekapnya erat. Wina menangis terisak-isak dalam bidang dada kekasihnya itu. Ia mengingat ibu kandungnya. Meskipun di mata orang-orang pekerjaan ibunya sangat hina, namun baginya ia adalah ibu yang baik, yang selalu menyayanginya dengan tulus hingga akhir hidupnya. Hidupnya hanya kurang beruntung, dan hal itu hampir saja juga menjadi kehidupannya, kalau saja wanita berhati emas itu tidak datang dan mengubah kehidupannya.
“Saya teringat Mama dan Ibu, kedua wanita yang sangat kusayangi. Seharusnya salah seorang dari mereka atau bahkan keduanya berdiri mendampingiku melihat keberhasilanku. Namun, kini semua serasa mustahil,” ujarnya seraya melepaskan diri dari pelukan Steve dan tertunduk.
“Aku akan ada disana, di sampingmu, menemanimu. Kamu tidak sendirian, Wina. Kamu memiliki aku.”
“Terima kasih, Steve.” Wina mencoba tersenyum di antara derai air matanya. Seharusnya ia bahagia. Mama dan Ibu Maura pasti sangat bangga padanya saat ini.
“Ayo, aku mau ajak kamu ke suatu tempat,” ajak Steve.
Mereka berboncengan menuju ke arah luar kota, hingga akhirnya berhenti di sebuah restoran Indonesia. Model dan bentuk bangunan itu sudah menunjukkan ciri khas daerah-daerah di nusantara.
“Steve? Dari mana kamu menemukan restoran ini? Aku belum pernah ke tempat ini, tidak juga mendengarkan keberadaan restoran ini.”
“Restoran baru, milik kakakku. Baru saja diresmikan dua minggu yang lalu.”
“Kamu kok tidak mengundangku di acara peresmiannya?”
“Kamu kan masih di Indonesia.”
“Oh, iya ya.”
“Ayo, masuk,” ajak Steve seraya menarik tangan Wina.
Nuasana restoran itu seperti berada di tanah air. Aroma kesegaran hutan tropis terhirup dengan mantap, disertai bunyi air mengalir menambah sejuk suasana restoran terbuka yang berkonsep alam itu.
“Pak Steve, mari silahkan masuk. Saya telah menyiapkan meja untuk kalian berdua di pojok sana,” kata pelayan itu ramah. Wina memperhatikan sekeliling, pelayan-pelayan itu menggunakan pakaian daerah dari berbagai suku di Indonesia.
“Pak Michael ada?” tanya Steve. Michael adalah kakak dari Steve, pemilik restoran ini.