Keep Your Lamp Burning

risma silalahi
Chapter #11

Siapakah Anak-anak Itu?

Hari itu hari yang cerah. Matahari bersinar menerangi hingga ke setiap sudut pulau ini. Sudah tiga hari kini aku keluar dari rumah sakit dan memulihkan diri di rumah.

Papa dengan setia mendorongku yang sedang duduk di atas kursi roda, untuk berjalan-jalan di sekeliling rumah. Aku belum bisa berjalan sendiri, kakiku masih diperban.

Papa dan Mama masih tinggal menemaniku, mereka menyerahkan urusan pekerjaan kepada bawahannya dan memutuskan tinggal menemaniku hingga aku pulih. Kedua saudaraku telah kembali ke tempat tugas masing-masing. Kami berjalan-jalan di sekitar rumah menikmati dari ketinggian pemandangan lautan yang terbentang.

“Pa, ada sesuatu yang ingin kukatakan.”

“Ya? Ada apa, sayang?” Papa berhenti mendorong dan kami kini berada tepat di tebing tempat aku terjatuh.

“Papa tidak pernah berpikir bahwa aku coba bunuh diri kan?” tanyaku.

“Tentu saja, tidak. Jangan dengar kata orang-orang. Papa kenal anak-anak Papa. Papa mendidik kalian untuk berserah kepada Tuhan, tidak mudah menyerah dan putus asa. Hidup tidak selalu indah, Nak. Tidak selalu seperti yang kita harapkan. Hidup penuh perjuangan. Namun, satu hal yang pasti. Kita tidak berjuang sendiri. Ada Tuhan bersama kita, yang menggendong kita kala kita tidak mampu lagi berpijak. Kita aman bersama-Nya.”

Aku mengangguk. “Terima kasih, Pa. Aku memang sangat kecewa, marah, sedih, maafkan aku sudah membuat kalian semua cemas. Aku memang egois. Seharusnya aku juga memikirkan perasaan dan kecemasan kalian. Tapi, Pa. Aku tidak pernah berniat mencelakai diriku sendiri.”

“Papa tahu, sayang. Penyelidikan itu juga telah dihentikan. Menurut polisi, ini kecelakaan murni. Kamu terjatuh karena tidak berhati-hati, lagipula malam itu sangat gelap.”

“Papa ... “ Aku mencoba mengingat peristiwa itu.”

“Apakah Papa tidak bertanya-tanya mengapa aku masih hidup sampai saat ini? Rasanya mustahil bukan? Lihat ke bawah!” Aku menunjuk ke bawah, ke jurang tempat aku jatuh. “Jatuh dari ketinggian seperti ini namun aku masih bisa bertahan? Di bawah penuh dengan batu-batu karang, namun tubuhku tidak hancur berkeping-keping. Aku terjun dan terlempar ke dalam air yang dingin dan membeku, namun darahku masih mengalir.”

“Sayang, itulah mujizat, yang hanya bisa dikerjakan oleh Yang Maha Kuasa. Tidak ada yang mustahil bagi Dia.”

“Ya, aku tahu, Pa. Tapi, ada hal lain lagi yang lebih penting. Sesuatu telah terjadi pada diriku, di bawah sana.” Aku menunjuk ke bawah.

“Apa maksud kamu, Nak?”

“Di bawah sana, di dalam gelapnya lautan yang paling dalam, aku mengalami suatu peristiwa. Aku seperti mendapat penglihatan. Beberapa hari ini aku merenunginya, dan berusaha memahami apa yang Tuhan ingin aku lakukan. Namun ... aku masih bingung, Pa. Segalanya seperti samar.”

Lihat selengkapnya