Suara instrumen saxophone berpadu dengan iringan piano terdengar merdu di telinga, mengiringi seorang wanita mengenakan mini dress berkilauan dengan suara indahnya melantunkan lagu-lagu yang menghanyutkan jiwa. Para pengunjung sebuah bar yang terletak di pojok jalan itu tampak terlena oleh pertunjukan musik tersebut.
Aku duduk sendirian di pojok ruangan dengan penerangan yang minim. Sambil menikmati menikmati segelas vodka di tanganku. Lagu “La Vie en Rose” yang didendangkan wanita itu mengingatkanku pada seseorang, sosok yang sangat kukasihi yang kini telah bahagia di surga bersama Sang Pencipta.
“Alvin ... aku rindu saat-saat kita bersama. Andai kamu masih hidup, keadaannya pasti berbeda. Mungkin saat ini kita telah memiliki seorang bayi kecil yang menggemaskan.”
Sudah setahun aku berada di kota ini. Papa dan Mama sedang menikmati liburan panjang berkeliling dunia dengan kapal pesiar, dan hanya ada aku dan seorang wanita yang bekerja di rumahku. Tadinya mereka mengajakku, namun aku menolaknya. Aku datang kemari bukan untuk bersenang-senang, aku datang mengikuti panggilan nurani. Namun, hingga saat ini aku bahkan belum menemukan titik terang apa yang harus aku lakukan. Kemana aku harus pergi? Apakah aku belum cukup berusaha? Aku datang dengan kesiapan yang matang, untuk memenuhi panggilan itu. Namun saat ini, panggilan itu nyaris meredup, menyisahkan keputusasaan yang membuat kini aku berada di tempat ini, berhadapan dengan sebotol minuman keras. Mabuk, sendirian, merana ....
Seorang pria berperawakan tinggi besar berpakaian rapi dan elegan, dengan kumis tipis dan rambut licin yang ditata sedemikian rupa hingga tidak bergerak, tiba-tiba duduk di hadapanku tanpa kuundang.
“Nona sendirian? Boleh kutemani minum?” katanya dengan sopan, sambil memanggil pelayan dan memesan sebotol minuman lagi.
Aku menggeleng, “Sudah cukup. Aku sudah hampir mabuk.”
“Ayolah, segelas lagi. Aku yang bayar.”
Aku menatap lelaki itu. Pandanganku mulai berbayang, kepalaku terasa pusing. Tanpa sadar aku mengiyakan, dan kami melanjutkan minum bersama sambil berbincang dan tertawa bersama. Entah berapa gelas lagi yang kuteguk. Aku sudah benar-benar berada di alam lain, jauh dari kesadaranku.
Berikut aku terbangun di sebuah tempat yang asing bagiku. Kepalaku masih terasa berat, saat membuka mata, “Hahh? Apa yang terjadi? Aku dimana?" Betapa kagetnya diriku saat bangun dan mendapati diriku di sebuah ruangan sempit dan gelap, tanpa jendela. Namun ada cahaya yang menembus dari dua buah lubang udara kecil di bagian atas.
Dengan panik aku mencoba berlari ke arah pintu. Terkunci. Aku menggedor-gedor pintu itu sambil berteriak-teriak, “Buka pintunya! Tolong! Tolong!!”
Aku melihat ke arah cahaya itu. Lalu berusaha untuk sampai ke lubang itu. Kuletakkan sebuah kursi dan aku mencoba mengintip dari lubang itu, sambil terus berteriak-teriak. Namun, tidak ada seorang pun di luar sana. Hari terang, ke mana semua orang?
Tiba-tiba aku melihat sesosok bocah mengenakan topi tampak berjalan menunduk sambil bermain yoyo. Ia sangar fokus sampai-sampai tidak mendengarku.
“Hei ... kamu ... halo ...??”
Langkahnya terhenti, dan menangkap yoyo itu tepat di genggamannya. Ia memandang sekeliling mencari arah suara.
“Di sini, disini ...!’’ Aku berteriak memanggilnya. Kepalanya mendongak dan menatap ke arah lubang ini.
“Ya ... di sini!” Anak itu mendekat, lalu membuka topinya. Seketika rambut ikalnya terurai. Dia seorang anak perempuan.
Anak itu hanya diam. Lalu kembali berjalan dan memainkan yoyonya.
“Hei! Kemari ... tolong aku!” Aku kembali berteriak-teriak. Anak itu telah hilang dari pandangan. Aku turun dari kursi dan terduduk.
Tuhan, apa yang sedang terjadi? Aku mulai menangis. Kuratapi diriku. Aku melihat sekujur tubuhku. Pakaianku masih utuh, mudah-mudahan saja aku tidak diapa-apakan oleh pria di bar itu. Tapi, yang jelas saat ini seseorang telah menculikku.
Seketika kudengar bunyi dari arah pintu, aku tersentak, dan bersiap-siap hendak menerjang dan lari. Pintu itu terbuka perlahan, dan ...
Tampak di hadapanku sosok anak tadi. Terima kasih, Tuhan! Dia kembali untuk menolongku.