Keep Your Lamp Burning

risma silalahi
Chapter #19

Sebuah Perpisahan yang Pahit

Rumah bercat hijau itu memiliki tiga kamar tidur, ada ruang tamu, ruang makan, dapur dan ruang mencuci, Kamar Mandi/WC, serta sepetak ruangan kecil yang berfungsi sebagai gudang. Bangunannya sendiri sebenarnya tidak begitu luas, namun halamannya cukup luas, dengan garasi. Bahkan terdapat pekarangan belakang berumput yang luas. Terdapat sebuah pohon besar yang rindang, membuat rumah itu terlihat sejuk. Semuanya nampak sempurna.

“Baik, aku ambil,” kataku pada pemilik rumah yang menyewakan rumah itu. Berikut, di tanganku menggenggam kunci rumah itu.

Rumah itu terletak persis berbatasan dengan kawasan lokalisasi, hanya terdapat tembok tinggi yang membatasinya. Di balik tembok tinggi itu, berjalan aktivitas prostitusi.

“Jujur, Mbak. Di sini agak ribut kalau malam hari, dimaklumi saja ya, soalnya di sebelah merupakan kawasan malam,” kata pemilik rumah itu nampak heran ketika aku menghubungi untuk menyewa rumah itu. Spanduk yang bertuliskan “Rumah ini disewakan” bahkan hampir robek karena sudah sangat usang.

“Kebanyakan menolak saat tahu rumah ini berbatasan langsung dengan kawasan itu, takut kena penyakit, terganggu, macam-macam alasan mereka,” kata pemilik rumah itu.

“Tidak masalah buat saya, terima kasih.”

Kepindahanku kemari cukup membuat Lisa protes dan keberatan.

“Tidak harus kan kamu tinggal di rumah itu. Cukup ke sana saat mengajar saja.”

“Aku akan lebih fokus jika menetap di sana, Lisa. Jarak dari apartemen ini ke sekolah-sekolah itu cukup jauh. Aku juga ingin lebih dekat dan memahami anak-anak itu, dengan berada di lingkungan sekitar mereka, aku ingin selalu ada untuk mereka kapan saja. Aku bukan hanya sebagai guru pembimbing mereka, tapi juga sebagai orang tua.”

“Maura, kamu sadar tugas ini berat? Kamu belum pernah memiliki anak, bagaimana caranya kamu tiba-tiba menjadi orang tua untuk banyak anak? Itu tanggung jawab yang besar. Kamu hanya seorang “Maura,” kamu akan butuh banyak bantuan.”

“Ini sudah panggilanku, Lisa. Aku akan melakukannya dengan senang dan ikhlas.”

Keesokan harinya, adalah hari sabtu. Lisa sedang off, dia tidak bekerja hari ini. Hari ini kami akan mulai mengisi rumah yang kusewa. Rumah itu disewakan dalam keadaan kosong tanpa perabot. Kami berencana membeli barang-barang yang sangat diperlukan terlebih dahulu seperti tempat tidur, lemari, kompor dan peralatan makan, meja dan kursi-kursi, apa saja yang bisa kami jangkau untuk beli pada hari itu. Barang-barangku sendiri tidak banyak. Aku tidak memiliki perabot satu pun, semua yang aku gunakan di apartemen adalah milik Lisa. Hanya pakaian saja dan barang-barang pribadi lainnya, di samping berkas-berkas penting.

Keesokan harinya seusai ibadah di gereja, pada siang hari semua barang-barang itu telah lengkap diantarkan ke rumah sewa itu. Lisa memanggil dua orang temannya, Hardy dan Sonny untuk membantu mengatur barang-barang itu.

"Maura, ini Hardy dan Sonny, mereka kawan-kawan SMA ku dulu. Hardy seorang arsitek, dan Sonny notaris.”

“Aku, Maura,” kataku menjabat tangan keduanya satu per satu. “Senang berkenalan."

Malam harinya kami kembali ke apartemen Lisa dan beristirahat.

“Gimana Maura, capek?” tanya Lisa saat kami duduk di sofa membaringkan tubuh yang sudah kelelahan.

“Lelah, namun lega,” kataku tersenyum.

“Jadi, kapan kamu akan mulai membimbing anak-anak itu?” tanya Lisa.

“Anak-anak SD sudah akan dimulai minggu depan. Yang SMP dan SMA rencananya awal bulan.”

“Jadi, sekitar berapa jumlah anak-anak itu?”

“Yang SD ada 9 orang, SMP ada 6 orang dan SMA 6 orang.”

“Lumayan juga. Kamu mampu menanganinya sendiri?”

“Aku dibantu oleh guru-guru di sana, jadi tidak sendirian.”

“Semangat ya, Maura. Semoga membuahkan hasil sesuai harapan.”

"Terima kasih, Lisa. Sudah banyak membantu selama ini. Aku sangat menghargainya," kataku sambil menggenggam tangan Lisa.

 

             

Kepala Sekolah SD memberikan jadwal hari Senin sampai Rabu, dengan waktu hanya 3 jam untuk 3 orang anak setiap hari, jadi setiap anak hanya satu jam, dimulai pukul 8 pagi. Minggu ini aku memberikan bimbingan kelompok, langsung 3 orang untuk 3 jam pertemuan. Aku memaksimalkan waktu diberikan dengan melakukan pengenalan kepada mereka satu per satu. Semuanya berjalan dengan lancar sesuai harapan. Baru pada minggu depannya, aku akan mengaturkan jadwal untuk membimbing mereka satu per satu.

Bimbingan untuk siswa SMP dan SMA, dilakukan pada hari Kamis hingga Sabtu. Siang itu juga aku berdiskusi dengan kepala sekolah mengenai pembagian jadwal bimbingannya. Puji Tuhan, semua dapat diselesaikan hari itu juga dengan baik.

Lihat selengkapnya