“Ibu! Ibu Maura!” Wina berlari secepat kilat menuruni tangga mencari Maura di seluruh sudut ruangan.
“Ibu sedang berjalan-jalan pantai bersama Yuni,” kata Pak Agung yang sedang menyiram tanaman.
Wina langsung berlari mengambil jalan pintas menuruni jalan berbatu yang curam sambil terus memanggil Maura, “Ibu! Ibu!”
Maura yang sedang duduk di kursi roda menikmati tiupan angin laut, segera menengok ke atas. “Wina? Hati-hati, Nak! Tebingnya curam.
Dengan terengah-engah mengatur nafasnya Wina akhirnya sampai di tepi laut menjumpai Maura.
“Steve ... Steve menelepon Wina, Bu.”
“Oh ya? Bagaimana kabarnya?”
“Coba Ibu tebak.”
“Ada apa, Wina? Jangan buat Ibu kaget, sayang.”
“He ... he ... maaf, Bu. Wina hanya sedang senang. Steve akan datang, Bu. Datang ke pulau ini, dengan kedua orang tuanya, mau melamar Wina,” seru Wina dengan kata-kata yang meluncur secepat mungkin membuat Maura dan perawatnya memasang telinga baik-baik berusaha mendengar jelas perkataannya.
“Betulkah itu? Kemari, sayang.” Maura langsung memeluk erat putrinya itu. “Ibu ikut bahagia, Nak. Kapan rencananya?”
“Hari Minggu ini, Bu.”
“Wah, tinggal tiga hari lagi, kita harus bersiap-siap.”
Wina mengangguk senang. Gadis itu terlalu bahagia hingga berputar-putar mengitari Maura yang duduk di kursi roda sambil berdendang gembira. Mendadak Maura merasa pusing, namun ia berusaha mengatasinya dengan memejamkan mata dan berdoa dalam hatinya. “Terima kasih, Tuhan. Engkau telah memberikan seseorang untuk mendampingi putriku. Kiranya rencana ini jadi sesuai kehendak-Mu. Izinkan aku masih bisa menghadiri hari bahagianya.”
“Kita pulang, Yuni.”
“Baik, Bu.”
Mereka meninggalkan Wina yang masih berlari-larian sendiri mengejar ombak di pantai.
Akhirnya, Steve tiba dengan kedua orang tuanya, Bapak dan Ibu Hutomo bersama kakak lakinya, Michael dan istrinya, Jessy.
Rombongan kecil itu dijemput oleh Crisco di dermaga menggunakan mobil.
“Hai, Kak Steve!” teriak Crisco.
“Hello, Bro! Wah ... kamu semakin ganteng saja,” katanya sambil memeluk pemuda itu.
“Ayo, mari, Kak! Bapak dan Ibu Hutomo, Selamat datang di pulau kami!” kata Crisco menyambut mereka.
“Wina mana?” bisik Steve kepada Crisco yang sedang mengendarai mobil.
“Biasalah perempuan, dandan. Kan mau menyambut calon suami dan calon mertua.”
“Biar tidak dandan juga dia tetap cantik, kok,” kata Steve.
“Kok makin lama aku perhatikan kamu semakin mirip Wina, Crisco.”
“Hahh?? Mirip darimana, Kak? Bisa aja Kak Steve ini.”
“Dari mana, ya? Tapi, memang mirip kok kalau diperhatikan. Coba senyum! Ayo!” Crisco tersenyum. “Tuh, kan. Sama.”
Crisco hanya menggeleng-geleng kepala. “Mungkin kalau lagi jatuh cinta, semua orang terlihat sama ya,” kata Crisco yang segera mendapatkan pukulan kecil di lengannya. “Auww!”