Desiran angin laut menghantam sesosok tubuh kekar berbalut pakaian serba hitam, yang sedang berada di tepi karang memandang ke arah kejauhan. Birunya langit dan laut berpadu merupakan lukisan karya agung Sang Pencipta yang tidak ada tandingannya.
Terdengar langkah-langkah kaki seseorang berlari menuju kepadanya dan bergabung dengannya menikmati suguhan lukisan raksasa itu. Pria itu tak bergeming dengan kehadiran gadis di sampingnya dan terus menatap ke arah lautan di hadapannya.
“Jadi, sampai kapan Anda akan menyembunyikan kebenaran ini?” Gadis itu mengawali pembicaraan dengan menangis terisak. “Tidakkah aku berhak atas sebuah pengakuan?”
Pria itu menoleh dan menatap gadis itu. Di tangan gadis itu memegang sepucuk surat. Surat yang sama, yang diperlihatkan Maura kepadanya, surat dari Selina. Kini ia menyadari apa yang telah diketahui gadis itu.
“Surat itu …“
“Ya, Crisco yang memberikan surat ini padaku. Surat yang membuat Anda menangis setiap malam kan? Itu yang Crisco katakan. Ia berikan padaku, karena menurutnya aku berhak mengetahui yang sebenarnya, sementara Anda berniat untuk menguburkan fakta ini selamanya.”
“Wina … maafkan saya. Saya tidak pantas menjadi ayahmu, Nak.” Mata pria itu berkaca-kaca.
“Dan apa yang membuat Anda tidak pantas? Kesalahan di masa lalu? Lalu siapa yang pantas? Kita semua pernah berbuat kesalahan. Besar atau kecil, namun jika sudah sungguh-sungguh bertobat dan menyesali semuanya, Tuhan Maha mengampuni, dan Tuhan juga menginginkan kita untuk saling mengampuni. Maafkan Wina, jika pada saat pertemuan awal Wina masih bimbang, terkejut tepatnya. Namun saat ini Wina yakin dengan pasti bahwa Wina sudah memaafkan dan melupakan semua kejadian menyakitkan di masa yang lalu.”
“Katakan sesuatu … Papa…“ Wina semakin terisak.
Hati pria itu luluh. Betapa ia merindukan panggilan itu, terucap dari bibir putrinya. Ia merentangkan tangannya, mengundang putrinya untuk bergabung dalam pelukannya, yang segera disambut dengan senyum di antara derai air mata gadis itu, lalu menyambut pelukan itu. Kini Wina terisak di dada ayahnya, kehangatan yang selalu dirindukannya di sepanjang hidupnya. Pelukan seorang ayah.