KEGELAPAN YANG GEMILANG

SARIP ALFATIR
Chapter #6

Hutan Kembali tenang

Hutan mulai tenang kembali, hanya suara langkah kaki Arka dan Elara yang terdengar di antara dedaunan yang berguguran. Udara semakin dingin, dan bulan kini tampak penuh, menggantung di langit malam, memberikan sedikit cahaya yang menerangi jalan mereka.


“Elara,” panggil Arka akhirnya, memecah keheningan. “Apa yang sebenarnya ada di Menara Bayang-Bayang? Dan kenapa kau begitu yakin aku bisa mengendalikan ini?”


Elara melangkah tanpa menoleh. “Menara itu adalah tempat terakhir yang diciptakan oleh mereka yang pertama kali memegang kekuatan ini. Tempat itu menyimpan pengetahuan tentang batu hitam, kekuatannya, dan cara mengendalikannya. Tapi,” dia berhenti sejenak, menatap Arka dengan serius, “itu juga tempat yang penuh ujian. Tidak semua orang yang masuk ke sana berhasil keluar dalam keadaan utuh.”


“Ujian?” Arka menelan ludah. “Apa yang akan kuhadapi di sana?”


“Kegelapanmu sendiri,” jawab Elara singkat. “Ketakutan terdalammu. Hanya mereka yang mampu menerima dan mengendalikan kedua sisi dalam dirinya—cahaya dan kegelapan—yang bisa keluar sebagai sosok yang utuh. Sisanya...” dia menggantungkan kalimatnya, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat.


Arka tidak menjawab, tetapi dalam hatinya mulai timbul keraguan. Sejak batu hitam itu masuk ke dalam hidupnya, ia merasa dirinya berubah. Amarahnya lebih sulit dikendalikan, dan ada bisikan-bisikan aneh yang selalu muncul di sudut pikirannya. Apakah ia benar-benar siap untuk menghadapi kegelapan itu?  


Mereka berjalan selama beberapa jam lagi hingga akhirnya tiba di kaki sebuah bukit curam. Di puncaknya, sebuah menara berdiri tegak, menjulang ke langit malam. Bangunannya gelap, seolah menyerap cahaya bulan, dan terlihat seperti telah berdiri di sana selama ribuan tahun.

Lihat selengkapnya