itu melangkah maju, dan Arka merasa dadanya sesak. Kata-kata itu benar. Ia memang takut. Ia memang merasa lemah. Tetapi ia juga tahu satu hal: ia tidak akan menyerah.
“Aku mungkin lemah,” katanya, suaranya mulai tegas. “Aku mungkin takut. Tapi aku tidak akan membiarkan itu mengendalikan diriku. Aku akan menghadapinya, bahkan jika itu berarti menghadapi diriku sendiri.”
Batu hitam di tangannya mulai bersinar kembali, kali ini dengan cahaya ungu yang lebih terang. Bayangan itu tampak terguncang, tetapi masih mencoba menyerang. Arka menutup matanya, membiarkan batu itu menyatu dengan emosinya, seperti yang diajarkan Elara. Ia merasakan kekuatan yang besar mengalir melalui dirinya, tetapi kali ini, ia tidak melawannya. Ia menerimanya.
Ketika ia membuka matanya lagi, bayangan itu lenyap, dan dunia di sekitarnya kembali ke kaki bukit. Penjaga Kegelapan berdiri diam, lalu mengangguk perlahan.
“Kau telah menunjukkan tekadmu,” katanya. “Melangkahlah ke Menara Bayang-Bayang. Tetapi ingat, ini baru permulaan.”