Kehendak Sang Ratu

saiko
Chapter #1

HE

Untuk Omran dan Malaikat Kecil lainnya yang tertimbun di bawah reruntuhan


Di dalam bara yang meletup, manusia menjerit pada dosa dan lentera harapan. Di dalam api yang membunuh kematian, sang cahaya menaklukan nafsu tak terbantahkan.

Sungguh… Engkaulah sang Pemaaf.

Di atas meja Mahogani, terhampar ratusan arsip yang baru saja dikirimkan Paramiliter sang Ratu. Tugasku meninjau arsip-arsip itu untuk menemukan cara menghancurkan pemain konspirasi. Di luar sana mereka membidikku, mengintai setiap pergerakanku di tempat yang pengap dan berbatu ini. Dua jam lagi waktuku, terasa terbakar di setiap detiknya saat menyiapkan presentasi jahanam untuk satu tujuan: menciptakan Kehendak sang Ratu.

“Pagi, Prof. Hopkins. Ada masalah, Sir?” Asistenku, Mary Sue, berjalan mendekat karena aku beranjak untuk mengambil Holy Script di berangkas besi. Holy Script, kumpulan mushaf kuno yang terkubur selama 2.000 tahun, dan baru ditemukan di Turki beberapa minggu lalu. Mereka menyelundupkannya ke Headquarter, lalu memandatkanku mengubah isi di dalamnya sebelum Ratu bertemu para-camarlingus. “Anda butuh teh, Sir?”

“Tidak. Terima kasih,” jawabku dengan mata pucat.

“Dimengerti,” Mary Sue begitu anggun keluar dari ruanganku, menyimpan kebusukan yang dimandatkan sang Ratu untuk membunuhku jika saja aku berontak tanpa perhitungan yang pasti. Kuku Mary Sue yang tajam begitu asiyk merangkai sistem keamanan statik, mengaktifkan bom waktu sebagai ancaman agar ku tetap menuruti perintah… menanti komando selanjutnya.

Ratu memaksaku menyiapkan pidato untuk sang Pope yang akan mengumumkan kebenaran di dalam ratusan lembaran kayu itu. Tentunya, kebenaran yang sudah dipalsukan. Sang Ratu ingin dipersiapkan sematang mungkin sebelum Pemerintah Turki menyadari bahwa peti besi mereka hanya menyimpan salinan palsu, sebelum mereka beringas dengan menyatakan perang pada penyusup yang tak diketahui.

Mushaf kuno, begitu agung bertuliskan rangkaian huruf Syriac bertinta emas, menguak seluruh kebenaran antara Tuhan dan Utusan-Nya. Ratusan mushaf itu mengungkap bahwa tak ada proses penyaliban Messiah oleh tentara Yahudi, setelah Messiah menyatakan jika ada Utusan terakhir yang akan memimpin umat ke kebenaran sang Khalik. Sayangnya, para cendekiawan di masa itu telah mengetahui ramalan tentang sang Utusan Terakhir, yang menjadi kekasih Tuhan untuk menyempurnakan segala ajaran dari para Utusan sebelumnya, untuk menyempurnakan alasan mengapa Tuhan menciptakan manusia sebagai Pemimpin di Bumi.

Para cendekiawan itu merangkai ulang kebenaran sejarah tentang penyusup yang rela menyerahkan hidupnya untuk dikenang sebagai Messiah. Hingga sekarang. Beberapa umat percaya jika Messiah masih hidup di sisi Tuhan, menunggu saatnya diturunkan kembali untuk menghancurkan salah satu kekuatan terkuat, kekuatan yang memancing dahaga sang Ratu untuk menggunakannya sebagai inti pemerintahan absolut. Itulah alasan mengapa sang Ratu merekrutku dan para cendekiawan jenius —bertalenta di setiap ilmu pengetahuan— untuk menopang proyeknya menjadi Pemimpin Teragung, termasuk menghentikan atau bahkan membunuh para Pemimpin Umat yang menyebarkan kebenaran tentang ramalan Messiah.

Ketika usiaku 14 tahun, Pemerintah berhasil mengekspos kecerdasanku yang mengungkap formula extraterrestrial-random-commanding sebagai solusi pencarian bintang rapuh. Formula itu berisikan teori pembungkusan energi elektromagnetik yang timbul dari ledakan momentum tak-stabil dan relativitas waktu. Teori yang kutemukan bisa dijadikan patokan eksploitasi energi untuk menopang sebuah benua hingga ribuan tahun, meskipun masih memiliki kendala dalam penanganan radiasinya yang menyimpan daya ledak melebihi hulu nuklir.

Namun, teori itu menggugah orang tua sang Ratu untuk menjebakku sebagai pembunuh Ibuku sendiri. Mereka menggunakan sidik jariku, menyusupi kandungan obat terlarang ke pembuluh darahku, dan menggiringku ke penjara remaja sebagai konspirasi tak terbantahkan. Saat itu, seorang penyusup CIA memberitahuku sebuah program yang bisa menghilangkan traumaku pasca melihat pembantaian Ibu.

Ikutlah denganku. Kau bisa mengeksplor intelegensimu yang sempurna. Kataku: aku tak memiliki tempat untuk pergi… ataupun pulang. Dan itulah kesalahan terbesar yang pernah kubuat. Seharusnya, kubiarkan mereka mengurungku di rumah sakit jiwa terkejam… hingga akhirnya kumati.

Pikiranku kembali sadar untuk menyusun urutan kejadian dari terjemahan sebuah Kitab, mengenai awal ketika Tuhan berbicara pada Bunda Maria tentang bayi Messiah yang bersemayam di dalam rahimnya. Tanpa proses pembuahan, Utusan itu tidur nyaman di dalam perut Perawan Suci sebagai kehendak mutlak sang Ilahi.

Aku percaya jika Tuhan mengawasiku saat ini —membuat pemalsuan mushaf kuno dan naskah pidato sang Pope. Aku seharusnya bisa menyadarkan manusia bahwa yang akan mereka percayai adalah kesalahan fatal. Namun jika kuberontak, Ratu pasti membunuhku tepat sebelum misi utamaku terselesaikan: mengajari anak ciptaanku tentang kebenaran yang hakiki. Jadi, jalan keluar terakhirnya adalah, “aku siap.”

Mary Sue datang mengambil mushaf kuno di atas mejaku, kemudian menuntunku menuju ruang pertemuan di mana sang Ratu telah menunggu.

“Sebelah sini, Sir.Tahap pertama: memastikan pengikut setia sang Ratu.

Aku duduk di dalam bilik kristal yang diselimuti rangkaian simbol rumit. Nomor dan abjad virtual mengikuti sidik jariku, persis seperti kemacetan yang terjadi di Kota New York jam 9 pagi. Algoritma dari sistem keamanan ini menggunakan persentase kepercayaan tertinggi terhadap objek yang akan mengakses ruang kerja sang Ratu. Tentu, hukuman bagi penyusup yang mengkhianati sang Ratu adalah eksekusi mati tanpa diketahui mata publik. Paling tidak, sudah ada ratusan mayat pembangkang yang masih utuh di ruang bawah tanah Headquarter.

“Tolong konfirmasi tujuanmu, Sir.Tahap kedua: mengonfirmasi komando suaraku terhadap tiga kata dasar —naskah, mushaf, dan Pope.

“Naskah pidato sang Pope telah dirancang-ulang. Mushaf kuno telah selesai ditransformasi.”

“Ikuti saya, Sir.” Langkah terakhir adalah mengidentifikasi perilaku darahku untuk memperlihatkan indikasi antara kebohongan dan kejujuran. Mary Sue menyuntik lenganku dengan jarum elektrik agar elektron-elektron kasar bisa merajai setiap sarafku, untuk menghitung level gangguan kesadaran otakku, memprediksi aktivitas retinaku saat menyerap cahaya, dan kelenjarku saat memproduksi keringat di batas kelakuan para pendusta. “Bisakah anda mendeskripsikannya, Sir?” Layar hologram menyebar pecahan puzzle yang harus dirangkai menjadi anagram sempurna sebagai jawaban terakhir.

“Di tahun 1971, ketika usiaku 14 tahun, seorang pemuda membunuh Ibunya dan diduga menderita kelainan jiwa.” Sang Ratu tahu, selagi dia memiliki kartu As-ku, dia bisa menghancurkan hidupku jika saja aku mengacaunya dalam satu langkah telak.

“Terima kasih, Prof. Hopkins. Ratu menunggumu,” Mary Sue diam di bibir portal saat kakiku melangkah ke lorong putih yang disinari garis LED.

Aku berdiri tepat di depan pintu besi berwarna biru, dengan rangkaian huruf Hebrew Arbeit Macht Frei. Sungguh sebuah konspirasi besar yang memaksa seorang gadis, penuh harapan, bekerja keras untuk membuat mata dunia berempati pada hidupnya yang terlukis di catatan harian. Dia tak berdosa… wanita di hadapanku-lah sang pendosa.

“Prof. Hopkins.”

Suara anggun dari dalam ruangan redup membuat bulu kudukku bergidik. Kakiku kupaksa melangkah mendekati sumber cahaya dari meja bundar. Di sanalah, seorang wanita berfigur tenang, dengan rambut emasnya yang bersinar dan jatuh sampai ke pundaknya, memiliki aura Iblis yang terus mengintaiku dalam kegelapan.

Mata birunya seperti samudera ganas yang siap melahap kapal di bawah langit badai. Kedua bibirnya sungguh merah, seperti meminum darah perawan Eropa Timur untuk mempertahankan kulitnya semakin bersinar terang. Dialah Pemimpin Agung, sang Ratu terbengis yang pernah diciptakan Tuhan di muka Bumi.

“Selamat pagi… Yang Mulia,” sapaku dengan nada datar. Kakiku tepat berdiri di hadapan aliansi Paramiliter yang sudah tak sabar mendengar ocehanku. Para-carmalingus, Pejabat Kakap Paman Sam, dan seorang Jenderal Perang Tanah Utara. Mereka tampak menikmati seruputan teh beraroma melati yang disuguhkan Ratu sebagai hidangan pembuka. “Terima kasih,” Ratu pun memberiku satu yang langsung kuletakkan di atas meja tanpa kuteguk sama sekali.

Gentlemen, bisa kita mulai?” tanya Ratu dengan suara yang merangsang Iblis di dalam tubuh para Petinggi itu mendidih. Ekpresi mereka langsung tajam, begitu antusias sambil memainkan tangan mereka, ketika aku menampilkan presentasi proyek Waktu Kematian sang Pope.

“Transformasi mushaf kuno telah dilakukan dengan mengubah simbol-simbol yang menyatakan tak ada penyaliban pada Messiah menjadi terjadi. Naskah ini…” genggam jemariku pada secarik kertas yang kuberikan ke hadapan mereka, “… adalah pidato yang akan disampaikan Pope pada siang ini. Seorang agenmu, Sir…” mataku menatap Pejabat Paman Sam itu, “… Jamal al-Kahlil, telah bersiaga sebagai penembak jitu di arah pukul tiga, satu mil dari St. Peter’s Basilica. Interpol akan mengontrol Polisi Vatikan dan membiarkan media mengetahui bahwa al-Kahlil adalah utusan di bawah komando Pemimpin Al-Qaeda. Seperti momen Oswald, Allocator akan membunuh al-Kahlil di depan publik dan awak media.” Rima napasku berusaha mengendalikan emosiku ketika para makhluk bengis itu bertepuk tangan, begitu puas dan girang dengan rencana yang kupersiapkan untuk membunuh salah satu Pemimpin Umat. Terkutuklah aku, Wahai Pencipta.

Well…” bidik mata hijau Jenderal Tanah Utara pada wajahku yang mulai geram, “… kau harus ikut bersama kami malam ini. Pangeran Abdul sudah menyiapkan jamuan mewah untuk kita di istananya. Tentu, para pelacur mahal dari Eropa Timur sudah siap memuaskan dahagamu, Prof. Hopkins. Pilih saja salah satu: American, Asian, African!” Mungkin, ada sejenis alkohol yang Ratu sisipkan di dalam teh orang Aria itu, membuat tawanya seperti Iblis yang membakar manusia di dalam Neraka. “Bagaimana?”

“Maafkan saya, Sir. Saya punya janji mengajar besok pagi,” jawabku tenang.

“Ayolah.” Kini, sang Ratu menatapku tajam setelah meneguk tehnya dalam posisi elegan. Ekspresinya seperti Merak betina saat melihat kegagahan pejantan yang mau menerkamnya sekali waktu. Namun bedanya, dia memiliki siratan busuk untuk membunuh para pejantan di dalam ruangan ini. “Bersenang-senganlah, Hopkins. Para mahasiswamu pasti mengerti. Ikutlah bersama kami.” Bibirku hanya tersenyum menanggapi ekspresi Ratu yang kelam. Namun, pikirannya teralihkan ketika Pejabat Paman Sam hendak beranjak pergi. Tubuhku pun langsung mengikutinya, mengingat waktu kerjaku telah usai di tempat ini, begitu lega karena mataku sudah melihat kebebasan yang akan dibawa Matahari di atas sana.

Sayangnya, kesepakatan mutlak bagi para pengikut Ratu, termasuk aku, adalah harus melupakan di mana lokasi sesungguhnya tempat kuberpijak sekarang. Prime Headquarter. Para Dokter mulai menyuntik pembuluh darahku dengan serum yang mampu menghapus beberapa memori di dalam otak, memori perjalananku dari rumah, hingga mengetahui lokasi keberadaan benteng pertahanan sang Ratu.

Di atas permukaan tanah, Pejabat Kakap Pamam Sam dengan ramah menawariku tumpangan menuju destinasiku. Aku menerimanya, mengingat pesawat kepresidenannya adalah fasilitas ternyaman dan teraman bagiku saat ini. Dengan senyum ramah, pria itu menerima permintaanku untuk terbang menuju Paris.

Selama penerbangan, pria penting di sampingku terus berkicau tentang rencana kelamnya untuk memperkuat nilai tukar Dollar hingga tiga tahun ke depan. Dia bahkan ingin meruntuhkan perekonomian China dengan mengekspos bahwa seluruh Industri Pangan Tiongkok menggunakan senyawa sintetis yang bisa merusak otak konsumen dalam jangka waktu lama.

“Proyek ini berkolaborasi dengan tiga perusahaan makanan terbesar U.S. untuk menyerang mereka. Para manusia kerdil itu sama saja tingkahnya dengan saudara serumpun mereka, Korea Utara. Mereka pikir bisa menghancurkan Negeri Adidaya? Tukang mimpi!” tawa pria itu mencekam otakku yang semakin penat saat serum bertingkah radikal menghapus memori pentingku. “Prof. Hopkins… tanpa kau… dia bukanlah siapa-siapa… Ha-Ha-Ha…

Pesawat Pejabat itu sangat cepat, memberiku keberuntungan untuk berhenti mendengar kicauannya mengenai proyek penaklukan pasar global. Dia bahkan berencana menghancurkan seperempat wilayah Bumi hanya untuk memusnahkan populasi manusia non-produktif. Di landasan pacu, aku berterima kasih padanya dan berjalan secepat mungkin menuju bandara untuk lenyap dari hadapan manusia bengis itu.

Sementara waktu, aku bisa merasakan udara kebebasan seperti burung, meskipun Paramiliter selalu siap siaga mengintaiku di suatu tempat. Mereka bertugas mempelajari dan melaporkan seluruh pergerakan yang kulakukan. Dan karenanya, aku takkan jatuh ke dalam intaian mereka setelah berbulan-bulan mendekam di dalam Prime Headquarter.

Merci.” Aku membeli tiket penerbangan komersil menuju Tokyo. Di sana, sudah ada sahabat karibku yang memiliki bentuk fisik identik sepertiku melalui operasi plastik. Dia berkomitmen membantuku untuk menghancurkan sang Ratu dan para antek-anteknya dari obsesi yang sudah tak dapat ditolerir lagi.

Rencana ini sudah dibangun sejak 30 tahun silam bersama para pasukan Misionaris. Dan untuk pertama kalinya, seorang Tactical Commander Angkatan Bersenjata Terkuat di dunia menyadari betapa frustrasi dirinya setelah menyelesaikan salah satu proyek sang Ratu. Membunuh ribuan anak-anak tak bersalah. Tujuannya hanya satu, mengatakan kepada masyarakat dunia jika Negara Adidaya menyelamatkan mereka dari generasi teroris. Untungnya, dia telah pensiun dini sekarang.

Di dalam pesawat, mataku masih betah membaca buku Shakespeare of Sonnet I. FROM fairest creatures we desire increase, That thereby beauty’s rose might never die, But as the riper should by time decease, His tender heir might bear his memory.” Bagian favoritku.

Setiap kali terbelenggu di dalam mimpi, betapa bersyukurnya diriku pada Shakespeare yang telah menciptakan puisi untuk membawa sedikit harapan, sebuah memori yang diprediksinya jauh-jauh sebelum sang Ratu lahir. Dia memprediksi tentang tentara manusia di bawah pimpinan sang Ratu yang menyokong pembasmian para Pemimpin Dunia. Sang Ratu hanya butuh membodohi mereka dengan cara berakuisisi di belakang proyek biadab, menghasut mereka untuk percaya jika mereka bisa bersanding dengannya sebagai Pemimpin Absolut.

Lihat selengkapnya