Kehendak Sang Ratu

saiko
Chapter #4

4

Ketika empat puluh musim dingin mengepung alismu, dan menggali sebuah parit keindahan, kemudaanmu adalah sesuatu yang dibanggakan, menenteramkan, dan akan menjadi gulma terkecil yang memangsa nilai kebenaran.

Ratu menjerit sejadi-jadinya, menghantam setiap benda yang tertangkap siratan matanya di ruang komando. Aku pernah melihat kelakuan-serupa ini dua kali. Dan yang pertama adalah versi terburuk karena dia, dengan sepihak, mengomandokan HAARP untuk menciptakan tsunami buatan di wilayah Asia Tenggara.

“Ratuku…” sebelum Rachel tanpa sengaja menekan tombol aktivasi hulu nuklir di tujuh negara berbeda, aku menawarinya pembicaraan persuasif, berusaha untuk melegakan napasnya sedikit. “Ratuku, kita bisa investigasi kasus ini sekarang. Kau bisa perintahkan Paramiliter unit Allocator untuk menelusuri barang bukti.”

“Benar.” Setelah mengambil napas panjang, Rachel menghubungi Mary Sue untuk memimpin prosedur investigasi.

Di monitor utama, aku melihat bagaimana Paramiliter bekerja dengan rapi di lokasi kejadian, sebagai agen rahasia Swiss untuk mencari jawaban mengapa pesawat kepresidenan U.S. bisa membawa agen-agen CIA yang memiliki bukti ‘kertas terbakar’ dari rencana pembunuhan sang Pope? Paramiliter membawa seluruh bukti menuju Safe House di Roma, kemudian menemukan informasi yang mengacu pada Commander Jonah. Dengan cepat, Rachel memerintahkan Mary Sue untuk membawa sang Commander ke Prime Headquarter untuk diinterogasi.

“Aku tak percaya!” geram Rachel sambil membanting keramik porselen. “Kenapa dia mencoba melawanku!” Rachel tak habis pikir saat mengetahui ada pengkhianat di kubu Paramiliternya.

Paramiliter memiliki tiga lokasi Headquarter: U.S., Rusia, dan Perancis. Commander Jonah adalah Pimpinan Paramiliter yang bertugas di U.S. Headquarter, termasuk mengontrol seluruh proyek berdasarkan perintah sang Ratu, tanpa kesalahan apapun.

Para Commander dan Tentara Paramiliter telah mengalami proses ‘cuci-otak’ untuk memaksa mereka patuh pada perintah intelijen sang Ratu. Hanya para ilmuwan yang tidak mengalami proses ‘cuci-otak.’ Ratu takkan mau kehilangan ide-ide brilian, termasuk penemuan-penemuan mutakhir dari kecerdasan otak mereka.

Dulu, ada sebuah ide penanaman micro-chip ke dalam otak Tentara Paramiliter. Namun, efek sampingnya akan merusak seluruh jaringan saraf otak dikarenakan radiasi elektromagnetik, membawa Paramiliter pada kematian. Kekurangan proses ‘cuci-otak’ adalah tak bisa direpetisi pada objek karena proses ini menggunakan metode reboot yang menghanguskan saraf pusat. Dan yang mengejutkanku, seorang pemberontak sukses menghancurkan ‘cuci-otak’ di dirinya sendiri setelah bertahun-tahun menjadi budak sang Ratu, dan tak pernah diketahui oleh wanita biadab itu. Hanya satu-satunya orang yang bisa melawan Ratu secara diam-diam. Dialah Kevin.

“Aku memberi Jonah pengampunan saat dia memohon untuk menghentikan siksaanku padanya, termasuk pada keluarganya. Hanya dia yang kupertimbangkan untuk kesempatan kedua setelah gagal menghancurkan Mekah. Dan takkan ada lagi pengampunan untuknya.”

Mary Sue melapor jika Commander Jonah telah siap diinterogasi, siap bertestimoni tentang aksinya —yang bukan sama sekali— membunuh puluhan umat Katolik tanpa otoritas sang Ratu. “Commander Jonah Ferguson, tolong laporkan apa yang terjadi di St. Peter’s Square pada pukul 01.10 pm,” perintah Mari Sue bernada tenang.

Yang Mulia, a-ada kekeliruan, maksudku…Commander Jonah tampak bingung sambil menepuk-nepuk kepalanya, berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. “Y-Yang Mulia, ada kesalahan… b-bukan… maksudku, kelalaian dari komandoku atas apa yang terjadi di St. Peter’s Square. A-ada…

“CUKUP!” Rachel muak atas pengakuan Commander Jonah yang seperti di bawah pengaruh obat. Commander itu hanya terus menceracau jika ada kesalahan ini-itu dari instruksi yang tak jelas. “Kau tahu konsekuensi bagi yang melanggar perintahku?” ancam Rachel dengan kepalan tangan kuat.

Y-Yang Mulia…

“Mary Sue… eksekusi mati.”

Commander Jonah menerima keputusan Rachel untuk mengakhiri hidupnya. Pria itu sungguh tenang, fokus, sebagai tanda kepribadian manusia yang telah melalui proses ‘cuci-otak.’ Dia tak lebih dari sekedar bidak, sebuah aset yang bisa dibunuh kapan saja sesuai keinginan sang Ratu. Bahkan dengan sikapnya itu, Commander Jonah tak bisa menahan jeritannya saat siksaan dimulai. Hingga akhirnya mati.

Misi terselesaikan. Rachel langsung mematikan monitor untuk melenyapkan pandangannya dari ruangan yang bersimbah darah. Di ruang komando, Rachel melipat tangannya, membentuk ruangan kecil yang mengarahkan wajahnya pada lantai. Kelakuan itu mengindikasikan jika Rachel sungguh susah payah mencari solusi dari masalah yang diciptakan timku.

Ratu!” Pejabat Tinggi Adidaya tiba-tiba muncul di monitor utama, mengagetkan Rachel yang muak menemuinya sekarang. “Jujur, aku menghormatimu sebagai rekan yang memiliki tujuan sama untuk penaklukan dunia.” Telunjuk Pria berambut putih itu tak henti-hentinya mendikte Rachel. Tetapi, aku tak bisa terima atas apa yang terjadi di St. Peter’s Square, memaksa para Katolik berlaku anarkis di depan Gedung Putih sekarang! Kau harus memperbaikinya!” Pejabat itu benar-benar marah.

Sir, tolong anda perintahkan Produser ternama Hollywood, Sutradara, para Artismu untuk menciptakan pencapaian monumental dari film blockbuster, sitkom, bahkan reality show yang bisa mengalihkan perhatian dunia tentang apa yang terjadi pada urusan politik kita.”

Akan kulakukan! Tetapi satu hal, Ratu,” mata jahat Pejabat Tinggi itu memaksa Rachel meneguk ludah, sekali lagi kau bertindak gegabah… aku akan menarik seluruh kesepakatanku dan menjalankan proyekku sendiri.” Monitor langsung menghitam setelah Pejabat Tinggi itu merendahkan martabat Rachel. Well, Ratu dan para aliansinya —para Pejabat Kakap Adidaya— memiliki strata yang sama, termasuk proporsi melaksanakan proyek Dunia Baru. Namun sekali lagi, pada akhirnya, Ratu akan menghancurkan mereka untuk meraih tujuannya sebagai Pemimpin Absolut.

“Hopkins,” Rachel memanggilku dengan mata berlinang setelah menghancurkan artefak langka. Sepertinya, Pejabat Tinggi Adidaya benar-benar memukulnya telak hingga terpuruk seperti itu. “Apa yang harus kulakukan mengisi kekosongan jabatan Commander di U.S. Headquarter?”

“Bagaimana dengan Kevin?” Wajah Rachel siap-siap mengigitku, mendeklarasikan fakta jika dia tak tertarik sama sekali dengan humor murahan yang kuajukan. “Aku serius. Dia memiliki kemampuan dan kualifikasi di atas rata-rata sebagai seorang Commander. Kau bahkan lebih tahu track-recordnya, dan pastinya, dia takkan mengecewakanmu.”

“Takkan kubiarkan dia memimpin Paramiliterku.”

“Lalu, siapa lagi yang kau pikir pantas memimpin Paramilitermu?” Tubuh Rachel membeku karena tak tahu jawabannya. Tak seorang pun yang memiliki otak cerdas untuk memimpin dan mengontrol Paramiliter, terutama pembuat keputusan di situasi genting, kecuali Kevin. Bahkan di organisasi rahasia ini —yang memiliki sumber daya, aliansi, dan Tentara ‘cuci-otak’—, hanya ada dua figur yang mampu memimpin seluruh proyek Paramiliter sampai sekarang. Aku dan Rachel. Dan yang bergerak di dalam bayangan adalah Kevin. “Ada pilihan lain… Ratuku?” Rachel tampak marah atas pilihan mutlak yang kuberikan.

“Namun, aku ingin Mary Sue menjabat sebagai Wakil Commander-nya.” Aku tertegun pada Rachel karena melewatkan faktor yang tak terduga. Tak pernah, di dalam sejarah Paramiliter, seorang Commander memiliki wakil. Dia selalu memilikikartu.’ Selalu. Tetapi, lakukanlah apa yang kau mau.

Rachel memberiku perintah untuk segera menginformasikan Kevin tentang keputusan yang dibuatnya. Kami harus menyiapkan pelantikan untuk karir baru Kevin, sebagai Commander Paramiliter di U.S. Headquarter. Rachel sedang membaca blueprint proyek terakhir, kunci dari segala langkah untuk menyukseskan obsesinya menjadi Pemimpin Absolut Dunia Baru.

“Aku ingin tahu perkembangan terakhir Extraterrestrial Frequency Commander—EFC.”

Well,” tanggapku sedikit terbata-bata, “konstruksi mesin telah mencapai kemajuan 79%. Para ilmuwan sedang menyambungkan transmisi utama ke setiap parabola di belahan Bumi. Gelombang partikel suara masih dalam tahap uji coba untuk meningkatkan konektivitas ke satelit utama, dan membuatnya semakin tajam agar bisa menembus lapisan tengkorak manusia.”

EFC —Extraterrestrial Frequency Commander— adalah proyek terakhir yang membangun mesin komando untuk Kehendak sang Ratu, menggunakan gelombang partikel suara yang dipancarkan ke setiap parabola raksasa, parabola yang diklaim para ilmuwan untuk mencari kehidupan di luar Bumi. Sekali lagi, konspirasi sang Ratu.

Faktanya, semua spekulasi yang berkembang di masyarakat dikontrol Paramiliter di Area Octagon, untuk memastikan mata dunia percaya jika parabola raksasa digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan baru di Mars. Tuhan menciptakan Bumi dalam struktur solid, kokoh, dan bisa menopang kehidupan sampai berjuta-juta tahun, meskipun manusia telah menyiksanya tanpa ampun. Namun sekali lagi, hanya Tuhan, sang Penguasa Semesta, yang bisa menghancurkan Bumi di waktu penghabisan terakhir.

“Ratu,” wajahku terangkat setelah berdoa dalam hati. “Titik-Dasar telah siaga sebagai lokasi implementasi EFC."

Well done.” Rachel sudah bisa mengontrol emosinya sekarang.

“Tak pernah lupa mengingatkanmu, Yang Mulia,” bidik mataku pada Rachel. “EFC akan menguras seluruh energi kehidupan di tubuhmu untuk menyisipkan kehendak absolut ke setiap otak manusia. Dalam kurun waktu tersebut, hanya akan ada selaput tipis yang menempatkan nyawamu antara hidup dan mati. Kau harus melatih pikiranmu untuk fokus saat menggunakan 100% kapasitas otakmu…”

Sebagai pengingat jika aku adalah makhluk hidup,” dengus Rachel karena bosan selalu kuingatkan jutaan kali.

Kami selesai mendiskusikan rencana yang menguras seluruh pikiran dan emosi. Sebagai refreshing, Rachel mengajakku ke supermarket untuk membeli bahan makan malam. Tentu, sebagai persiapan ulang tahun pernikahannya. Di dalam mobil, aku menikmati lantunan melodi Nocturne, lagu klasik kesukaan B-16 sebagai pengantar tidurnya.

Apa dia baik-baik saja? Apa dia makan dengan lahap… atau tidur nyenyak? Apa yang sedang dilakukannya sekarang? Apa Pumpkin sedang menemaninya untuk mengusir rasa kesepian akibat kutinggal?

Di sebuah pojok makanan supermarket, ada sebuah promosi produk ternama daging sapi tenderloin. Petugasnya juga memberi sampel gratis potongan-potongan kecil daging panggang bagi para pengunjung. Hal itu berhasil menarik perhatian Rachel.

“Anda benar, Madam,” rayu pegawai promosi itu. “Daging ini adalah kualitas terbaik perusahaan kami. Dan anda beruntung karena kami menggunakan resep steak rahasia dari Chef bintang tiga Michelin Paris. Silahkan coba. Gratis.” Rachel berbinar saat meraih tusukan daging panggang yang wangi rosemary-nya sungguh nikmat. Wajahnya memerah karena kelembutan daging, bersama sausnya yang saling padu. Dia memaksaku mencoba steak itu, dan menurutku, rasanya jauh berbeda dari kenikmatan Wagyu yang kubuat bersama B-16.

“Bagaimana menurutmu, Hopkins? Haruskah kubeli untuk ulang tahun pernikahan?” Wajah Rachel tampak polos, begitu antusias menatapku agar setuju membeli beberapa kilo daging itu.

“Untuk ulang tahun pernikahan? Wah! Selamat untuk anda berdua! Kujamin 100% daging ini adalah pilihan terbaik untuk makan malam yang romantis.

No-no-no-no-no…” Aku harus menyadarkan pegawai daging itu. “Dia bukan Isteriku,” tukasku. Rachel pun membantuku menjelaskannya.

“Baiklah,” Rachel menepuk tangannya sekali sebagai bentuk keputusan. “Aku akan beli daging ini. Tapi, maukah kau memberiku resep rahasia Chef bintang 3 Michelin itu? Suamiku pasti bahagia menyantap steak yang rasanya sama persis dengan buatanmu” Rachel… memohon?

“Sebenarnya, Madam… ini rahasia,” Pegawai itu melirik kanan-kiri seperti diintai pembunuh. “Karena anda pembeli pertama, jadi…” si Pegawai mulai menuliskan resep steak, lalu menyelipkannya di saku mantel Rachel. Bagaimana bisa dia dibodohi wanita muda itu? Rachel.

Di pojok sayuran, Rachel bertemu koleganya yang juga para aktivis kemanusiaan. Mereka sedang membicarakan proyek pendidikan gratis bagi anak-anak di camp pengungsian, termasuk penyembuhan pasca-traumatik akibat perang saudara di perbatasan Suriah. Terdengar lucu karena kenyataannya sang pelaku biadab berusaha menyembuhkan mental korban akibat ulahnya sendiri. Benar-benar ironi yang tak mungkin bisa diungkapkan oleh manusia lemah. Dia akan selalu mengontrol apapun. Tanpa ampun.

Di kasir, aku melihat sekotak kembang api yang menarik perhatianku. “Rach,” panggilku sambil meraih kotak kembang api itu. “Belikan aku paket kembang api ini.” Wajahku tersenyum sambil membayangkan B-16.

“Kau pikir, kau masih kecil apa?” Rachel cekikikan sambil mengizinkanku mengambil paket yang akan kujadikan sebagai oleh-oleh.

Rachel baru saja ditelepon si Kembar untuk segera pulang —karena mereka telah di rumah bersama Prof. Dunkin— sekaligus membawakan banana split yang belum sempat mereka santap. Duduk di samping Rachel yang sedang menyetir dengan wajah pucat, tampaknya sesuatu yang buruk sedang mengintaiku dari belakang. Entahlah. Yang pasti, mataku terus menelusuri garis-garis merah berpola api yang menyelubungi kotak kembang api. Di benakku, oleh-oleh sederhana ini kemungkinan besar bisa menghibur hati B-16 yang pilu karena ku. Aku bisa membayangkan wajahnya menjadi kemerah-merahan di tengah hamparan salju, tersenyum bebas sambil melihat percikan api di langit malam Kutub Utara.

“Apa yang kau pikirkan, Hopkins?” tanya Rachel ketika kami mulai memasuki gerbang perumahan. Aku hanya tersenyum dan menoleh ke kaca samping, memperhatikan rintikan hujan yang makin lama makin brutal.

Sesampainya di rumah, si Kembar langsung menyerbu kudapan mereka tanpa didahului makan malam. Sebenarnya Rachel juga salah karena pulang lewat dari jam makan malam. Dan sekarang, dia baru menyiapkan steak panggang sebagai hidangan utama perayaan ulang tahun pernikahannya.

Sesekali, aku menatap Rachel yang tekun mengikuti instruksi resep steak pemberian Pegawai promosi, sekaligus menyimak pembicaraan Prof. Dunkin mengenai penemuan bintang rapuh. Ya, sekitar sebulan lagi, bintang rapuh itu akan meledak di kuadran galaksi Orion. Tentu, hal ini sangat menguntungkan Rachel untuk merauk seluruh energi ledakan, sekaligus memanfaatkan kecerdasan Prof. Dunkin karena beliau hanya seorang ilmuwan dungu yang tak tahu menahu jati diri wanita itu.

“Oh, sepertinya aku harus pamit. Asistenku menghubungi,” Prof. Dunkin akhirnya pergi meskipun Rachel telah memasang wajah kecewa karena kehilangan tamu perayaan ulang tahun pernikahannya.

Seluruh hidangan telah siap. Steak berbintang Micheline, sebotol champagne yang sama kudapatkan dari Mary Sue, termasuk lilin-lilin putih yang memunculkan nuansa romantis. Hanya satu yang kurang. Theodore belum juga menampakkan batang hidungnya.

Bunyi telepon tiba-tiba memecahkan suasana. Aku tak menyangka jika deringannya bisa membuat Rachel terperanjat. Kening Rachel tiba-tiba mengernyit ketika berbicara dengan seseorang di balik telepon. Tangannya mengepal kencang, berurat, kemudian lemas disertai getaran yang tak stabil. Aku bisa melihat linangan air mata Rachel enggan jatuh dari kelopak matanya yang tegas, berusaha menyembunyikan sesuatu hal mengerikan, sebaik mungkin, dari tatapan penasaran si Kembar.

“Hopkins…” Rachel menutup teleponnya dan memanggilku untuk mendekat. Aku tahu jika sesuatu yang buruk telah terjadi. Setelah mengusap kepala si Kembar dan menyuruh mereka menyantap steak duluan, aku dan Rachel berjalan menuju balkon yang kaca jendelanya diterpa hujan deras.

“Ada apa?” Seketika, tubuh Rachel jatuh ke pelukanku, menangis sejadi-jadinya di balik suara gemuruh badai. Gorden yang menghalangi kami dari tatapan si Kembar hanya bisa memberikan siluet yang membuatku semakin cemas. Ketika napas hangat Rachel menyentuh dadaku yang berdegup, suaranya yang serak dipaksa bicara.

“Theodore meninggal… di Beijing.”

Bagaimana mungkin? Ini… sesuatu di luar akal sama sekali… Bagaimana mungkin ini terjadi? Berita yang kudengar seperti tumbal dari kebengisan Rachel. Aku tak menyangka jika harga yang harus dibayarnya mulai tampak, karena selama ini, Rachel mustahil untuk dikalahkan. Ya. Dia sungguh hancur, meskipun raut wajahnya begitu tenang ketika mengecup kening si Kembar yang hendak tidur. Wajah tenangnya menyimpan luka batin yang sewaktu-waktu bisa membebaskan Iblis di dasar hatinya. Dia hancur.

***

 “Sir, penerbangan anda menuju Sydney sudah standby.

Lihat selengkapnya