Momentum galaksi melingkari lapisan kegelapan lagi-dan-lagi. Kekuatan tak terbatas menyebarkan energi… sedikit perlawanan… sedikit harapan… tentangNya.
“Smart Parenting-Smart Personality, penulis bestseller.” Sialan kau, Pak Tua! Jika bukan karena kau, para wanita hamil itu takkan melihatku seperti pria menggelikan di toko buku ini. Kau pasti tahu, aku takkan bisa menolak perintah yang kau berikan. Apapun itu.
Untuk memiliki pribadi yang patut dicontoh anak, hal dasar yang perlu anda lakukan adalah bernapas dengan tenang dan damai. Rasakanlah setiap oksigen yang anda serap dari lingkungan hijau, bayangkan mereka mengisi paru-paru anda, menjaga alveoli anda, hingga akhirnya terikat bersama hemoglobin, dan rasakanlah aliran darah yang membawa jutaan partikel segar menuju otakmu. Tutup mata anda dan pandanglah pikiran positif yang belum pernah anda bayangkan.
“Apa-apaan…” buku ini tak pantas mendapatkan penghargaan bestseller, bahkan penghargaan kampungan! Buku ini tak sedikit pun berisikan data ilmiah ataupun aspek kesehatan di dalam 450 lembar halamannya. Karena penat, buku ini harus kubanting!
“Sir!” Seorang pria gemuk datang mendekat, menantangku dengan siratan: kau mengacau di tokoku, tolol!
“Apa!?” bentakku.
“Kalau tak punya uang untuk beli buku bestseller ini,” pria gemuk itu merampas paksa buku sialan yang tergeletak di lantai, “pergilah dari tokoku!”
“Hey, Badak!” teriakku muak. “Kuberitahu kau jika buku ini hanya omong kosong! Tak seorang pun mau membeli literatur picisan ini.” Tanganku menggerayangi dan menjatuhkan seluruh buku-buku dari etalase, membuat gaduh hingga para pengunjung menggerubungi kami yang sedang adu argumen. “Kusarankan kau membakar seluruh koleksi ini jika tak ingin bangkrut!” Kujelaskan pada Badak itu secara detil tetang ketololannya menjual buku-buku pola asuh tak masuk akal. Namun tampaknya, pria gemuk itu memakai penjaganya untuk menyeretku paksa ke jalanan. “Hey!” Tanpa rasa hormat sedikit pun, para pria pandir itu membantingku sampai-sampai rasanya bahuku retak.
“Dasar orang aneh!”
“Kau idiot!” Apanya yang berdamai dengan oksigen?
Tak dapat apa yang kubutuhkan, akhirnya kuputuskan untuk kembali ke Headquarter karena waktu istirahatku telah usai. “Haruskah saya bakar toko buku itu, Sir?” Asistenku memberikan tawaran menggiurkan. Tapi kusadar jika aku bukan lagi budak sang Ratu. Jika ingin kubakar… akan kulakukan sendiri.
“Kau harus belajar bagaimana caranya mengontrol emosimu, Cadet. Cukup sudah Ratumu yang membuatku stres karena kebengisannya.” Asistenku hanya diam tanpa respon, seperti robot terkomputerisasi. Di dalam mobil, aku bisa bayangkan betapa membosankannya waktuku ke depan, dipenjara di dalam ruangan kantor seluas 50 m2, dengan ribuan buku tentang strategi Militer, pengembangan pola pikir, dan inovasi teknologi futuristik abad ke-22 yang harus kupahami. Aku bahkan tak tahu bagaimana bisa Paramiliter mendapatkan buku-buku yang seharusnya belum dipublikasikan. Sayangnya, dari sekian banyak buku itu, mataku tak menemukan satu pun buku pola asuh yang diinginkan Pak Tua. “Apa yang sedang terjadi padamu, huh?”
“Maaf, Sir?”
“Aku tak bicara padamu, Jeff,” jengkelku. Hhh, benakku memikirkan Prof. Hopkins yang tak membalas surelku tentang proyek pembunuhan Jenderal Perang Tanah Utara malam ini. Pria korup itu akan merayakan ulang tahun pernikahan dengan Isteri simpanannya di salah satu restoran mahal Moscow. Situasi ini cukup genting, karena sebelum sampai di Headquarter, aku harus menghubungi Admiral Lafayette secara diam-diam untuk memimimpin pasukan Misionaris di Normandy, lalu menyusup ke Batallion Paramiliter di Rusia. “Kau dimana, ‘sih?”
“Saya di sini, Sir.”
“Diam!” Asisten tolol itu membuatku semakin depresi mencemaskan Pak Tua. Hhh… apa proyeknya ditunda saja, ya?
Bagiku, New York tampak kaku dibandingkan Los Angeles. Tak banyak wanita menarik yang bisa menemaniku menghabiskan malam —tentunya dengan bayaran. Di klub malam LA, mereka seperti jamur yang tumbuh di musim hujan, tak berharga sama sekali. Berbagai tipe wanita bisa kutemui: Brazil, Eropa Timur, yummy! Bahkan, deretan Aktris tenar rela mengantri untuk memuja tubuh-kekarku. Ha-ha. Tapi, ada sebuah malam yang takkan pernah kulupakan, begitu berbeda, memaksaku merindukannya saat ini. Bukan di LA, melainkan di Vegas.
Sampai di Markas Besar Perserikatan Aliansi, rasanya seperti sampai di sebuah gedung berisikan para cendekiawan pengecut, para manusia yang tak tahu sama sekali tentang apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Tak lebih dari sekedar boneka, mereka hanya ribuan aset perwakilan yang melindungi masing-masing Pemerintahnya untuk kebebasan. Mereka bisa saja menyebut ‘Sekretearis Jenderal,’ tapi Pemimpin itu tak ada bedanya dari orang bawahan setelah Ratu mengancam mereka dengan senjata nuklir dan didukung oleh Negara Adidaya.
So, sebelum masyarakat dunia memerintahkan para tupai itu untuk menghancurkan Mabes, sampai-sampai meruntuhkan harga diri dan reputasinya, mereka dengan senang hati mengikuti kehendak sang Ratu sebagai pengorbanan setelah diberi sedikit pengampunan. Hidup terkekang di dalam kotak kebohongan. Dan itulah salah satu proyek Misionaris: menunjukkan masyarakat dunia tentang kebenaran, termasuk menghancurkan semua Headquarter Paramiliter.
“Silahkan, Sir.” Paling tidak, 15 Prajurit Paramiliter mengelilingiku saat kami berjalan masuk ke dalam Mabes, dilirik oleh kumpulan manusia berwajah pucat-pasi yang berusaha menghindar karena terintimidasi oleh parade kami. Mereka begitu ketakutan kalau saja debu yang mereka ciptakan tak sengaja mengotori sepatu hitam mengkilapku. Benar-benar pengecut. “Setelah anda, Sir.”
Apa alasannya Ratu meminta Pemimpin Bersilat Lidah untuk membangun Headquarter Paramiliter 500 kaki di bawah Mabes Perserikatan Aliansi? Itu karena Ratu ingin mudah memantau kondisi politik di masing-masing negara anggota dan juga pergerakan musuhnya. Ratu sangat fokus pada negara-negara yang menolak penawarannya untuk bergabung dengan Batalion Paramiliter, termasuk kemungkinan besar jika dia telah mengetahui proyek yang dikembangkan Misionaris sebagai pemberontakan. Dan itulah alasan Prof. Hopkins mendidikku bergerak tanpa jejak, mendukung proyek-proyek yang dirancangnya untuk melawan balik sang Ratu tanpa diketahui Paramiliter. Untunglah, masih ada beberapa manusia baik di kehidupan yang brutal ini.
Di dalam kantor, Jeff meninggalkanku untuk menyelesaikan tugas: mengontrol setiap kinerja Prajurit Paramiliter tanpa kesalahan apapun. Sekarang, proyek genting Paramiliter adalah mencari Pemimpin Misionaris yang melakukan tindakan anarkis dalam demonstrasi Umat Katholik di depan Gedung Putih. Tentunya, ini adalah kesempatan bagi kami untuk menciduk beberapa Prajurit Paramiliter, kemudian menjadikan mereka sebagai sandera di Basis Pertahanan Hollywood. Aku akan menggunakan mereka dalam program-kamuflase dengan menyuntikkan beberapa dosis senyawa sedatif yang mampu menciptakan fatamorgana. Mereka akan mengerjakan perintah spesifik dariku untuk memberontak di kubu Paramiliter. Well, itulah yang kulakukan pada Commander Jonah hingga dia mengaku sebagai dalang yang melakukan malpraktek di proyek kejam sang Ratu.
Sungguh menyenangkan memiliki posisi Commander Jonah di sini. Karena, aku memiliki kekuasaan untuk setiap senjata berteknologi mutakhir yang sedang bersemayam di gudang persediaan mereka. Terlebih lagi, aku bisa memantau pergerakan Paramiliter dan menyisipkan informasi itu ke pihak Misionaris. “Ngomong-ngomong, dimana Mary Sue?” Tak biasanya Mary Sue terlambat karena dia selalu hadir 30 menit sebelum jam kerja dimulai. Atau mungkin, dia sedang bersama Ratu di Prime Headquarter? Sudahlah.
Di atas mejaku, sudah ada blueprint MiG-25 yang kuminta dari Jeff. Aku harus mempelajari setiap komponen pesawat tempur ini, termasuk cara mengoperasikan dan mengontrol kondisi penerbangannya. Maklum, aku terbiasa di laut. Kurang lebih 12 unit MiG-25 telah didistribusikan ke Basis Pertahanan Misionaris di Tokyo secara sembunyi-sembunyi. Dan malam ini, 12 unit lainnya akan didistribusikan ke Basis Pertahanan Misionaris di Marshall Island.
Sampai sekarang, hanya ada empat Basis Pertahanan Misionaris, terletak di Normandy, Tokyo, Marshall Island, dan kawasan utara Hollywood. Aku dan Jend. Sherman terus memperluas aliansi Misionaris, terutama meraih kepercayaan Pemimpin Timur-Tengah, meskipun sulit. Benar-benar sulit.
Namun kupikir, Prof. Hopkins berhasil membujuk salah seorang Petinggi Jazirah, Pangeran Abdul, untuk menyokong Misionaris. Salah satu kedermawanan beliau yang kusuka adalah dengan mengutus salah satu astronot bayangannya untuk mengacaukan sistem satelit yang hendak digunakan sang Ratu untuk meluncurkan hulu nuklir ke perbatasan Georgia. Pangeran Abdul juga menyumbangkan 250 balok emas murni untuk mendukung proyek kami melawan keganasan sang Ratu. Balok-balok emas itu bisa dikatakan cukup untuk membiayai misi berbahaya Misionaris hingga lima tahun ke depan, termasuk memperkerjakan ilmuwan India yang berkolaborasi dengan ilmuwan Jepang untuk menghasilkan inovasi mutakhir. Sejauh ini, Dewi Keberuntungan masih berpihak padaku.
“Sir,” Jeff masuk ke dalam ruangan, “saya membutuhkan anda di Sektor B.”
“Ada apa?” Jeff tak menjawabku dan meninggalkanku terlebih dahulu. Sesuatu yang aneh pasti terjadi.
Sektor B adalah lokasi di mana Prajurit Paramiliter berada, termasuk tempat berlangsungnya program ‘cuci-otak.’ Setiap tahun, Ratu merekrut 15.000 manusia terpilih dari penjuru Bumi untuk bergabung ke dalam Batalion Paramiliter. Mereka akan dibagi menjadi empat grup, yaitu: Commander, Prime Mind, Allocator, dan Asset.
Commander adalah orang yang memimpin setiap Headquarter Paramiliter dan hanya dipilih oleh Ratu dalam kondisi tertentu —hanya dia yang mengetahui parameter pemilihan dan durasi kepemimpinan Commander. Prime Mind adalah grup yang berisikan 15 hingga 20 Paramiliter yang bertugas sebagai pendukung pengambilan keputusan di medan perang. Ini tampak seperti jabatan Mary Sue dan Jeff sebagai asisten orang-orang penting di struktur organisasi Paramiliter —seperti Prof. Hopkins.
Allocator adalah grup yang berisi 130 hingga 200 Paramiliter, menyebar di setiap negara sebagai Prajurit bayangan untuk mengobservasi pergerakan orang-orang yang mengabdi pada Ratu di luar Headquarter, lalu membuat laporan harian sebagai parameter bagi Ratu untuk pergerakan selanjutnya. Contohnya seperti beberapa Prajurit Paramiliter yang memata-mataiku dan Prof. Hopkins di Paris dan Los Angeles, termasuk mengintai Pemimpin Dunia yang beraliansi dengan Ratu. Terakhir adalah Asset, Prajurit Paramiliter yang digunakan untuk apapun, termasuk mengorbankan nyawa. Tugas seorang Asset lebih diutamakan menyusup ke badan pemerintahan suatu negara, mencari dokumen rahasia sebagai sumber bagi Ratu untuk melakukan konspirasi. Dan seorang Asset hanya bekerja sekali waktu. Setelah tugasnya selesai, mereka akan dibunuh.
Jeff membukakanku pintu kaca dan berjalan masuk ke sebuah aula raksasa, di mana ribuan manusia tak bersalah sedang mengalami program ‘cuci-otak.’ Bagi yang tak mampu menahan pedihnya program itu, mereka akhirnya mati. “Sebelah sini, Sir.”
Di depanku, ada wanita muda berusia 20-an, menatapku dengan wajah pucatnya yang menggigil. Aku menyinari pupil matanya yang semakin melebar. “Bagaimana kondisi vitalnya?”
“Semuanya normal, Sir. Tetapi, serum tak bisa menyusup ke dalam cerebrospinalnya karena ada selaput tipis yang menjadi pelindung. Hanya satu bayi dari 890 ribu kelahiran yang memilikinya, mengubah serum yang disisipkan menjadi netral.”
Wanita muda itu memandangku, menggenggam lenganku erat seakan memohon pertolongan untuk membawanya pergi dari Neraka ini. Tubuhnya menggeliat ketika Jeff berusaha menyuntikkan serum ke pangkal lehernya.
“T-tolong… bawa aku pulang. Ayahku… Ayahku membutuhkanku di rumah sakit. Kondisinya sekarat! Kumohon, Sir… kumohon…” mata emeraldnya memohon pengampunan, memerintahkan kakiku untuk tetap diam, dan melindunginya dari keputusan selanjutnya. Dia dinyatakan sebagai ‘sampah.’
Jeff dengan kasar melucuti seragam steril yang melekat di tubuh wanita itu, meninggalkan puluhan bercak darah dari jarum-jarum yang sempat menancap di kulitnya. Mata wanita itu menangis saat Jeff menyeret tubuh lemahnya ke dalam sebuah tabung, menguncinya rapat-rapat di sana, dan menyebarkan asap kimia untuk mencabut nyawanya tanpa ampun. Tubuhnya menegang, kejang, dan mulai membiru. Mata emeraldnya tetap memandangku, dengan linangan air mata yang terus mengalir tanpa henti. Hanya butuh tiga puluh detik hingga jantungnya berhenti berdetak. Dan semuanya berakhir.
Mayat wanita itu dibawa ke partisi crematoria untuk dibakar menjadi abu. Sebelum pintu partisi tertutup, mata gadis itu masih terbuka, menatapku dalam dengan penyesalan. Aku tak mampu menolongnya, aku pengecut, dan aku hanya bisa berdiri menikmati waktu kematiannya. Dan ketika Jeff berjalan mendekat, aku memalingkan wajah untuk menyeka air mataku.
Aku memerintahkan Jeff untuk membawaku ke Sektor D, sebuah gudang inventori yang melindungi hadiah berharga dari Pemimpin Bersilat Lidah. Tanganku mengambil blueprint yang kusematkan di tabung punggungku. “Aku harus memeriksa kondisi MiG-25. Jadi, kau bebas pergi.”
“Tidak, Sir.” Mataku menatap tajam Jeff. “Ms. Sue memerintahkanku untuk tetap berada di mana pun anda berada.” Aku mengendus sebagai tanda geram.
“Terserahlah. Kau sebaiknya berguna untukku.” Tanganku melempar obeng bintang ke dada Jeff dan merasa tertolong karena kami akan mempelajari struktur teknis pesawat menakjubkan di hadapanku.
Berdasarkan blueprint, MiG-25 memiliki tiga panel energi utama yang dimodifikasi menggunakan tenaga nuklir. Tubuhku terlentang saat menjelajahi bagian bawah panel energi, memaksa Jeff kebingungan dengan aksi yang bisa saja membunuhku. Dasar aneh.
“Jeff! Bisa kau pindai bagian merah di sebelah sana?” Jeff mematuhi perintahku dengan wajah linglung. Fungsi pemindaian adalah untuk membantuku mengerti secara cepat istilah-istilah Ilmuwan India yang merancang MiG-25. “Okay. Jadi, motor memiliki batas kecepatan hingga 2.600 Km/jam. Pesawat ini tak lagi membutuhkan aftur setelah digantikan dengan prisma nuklir. Bro,” Jeff melirikku dengan ekspresi terkejut, “bawa mesin katalisnya ke sini.”
“Apa yang anda lakukan, Sir?” Jeff mulai membangkang. Dia harus dihukum sesekali karena menanyakan perintah Tuannya.
“Aku Commander-mu. Ratu memandatkanku untuk urusan rahasia. Jadi, sebelum kukirim ke Prime Headquarter untuk dinterogasi, sebaiknya kau mematuhi perintahku.” Jeff tampak bingung, tak berkutik sama sekali, namun akhirnya patuh karena aku memiliki posisi jabatan yang lebih tinggi darinya.
Jeff memberiku mesin katalis yang akan diimplan ke dalam lapisan motor. Aku ingin menghasilkan MiG-25 dengan kecepatan maksimum 5.000 Km/jam tanpa membuat mesin motornya meledak akibat kecepatan rotasi. Mesin katalis akan mempercepat gerak motor hingga kecepatan maneuver tertinggi, sekaligus menstabilkan gerak rotasinya tanpa mencapai batas temperatur akibat gesekan. Jika mesin over-heating, bisa menyebabkan masalah turbulensi ketika mencapai kecepatan maksimum.
“Bro,” tukasku pada Jeff, “ikat sisi dasar motor berlawanan arah jarum jam sampai membentuk prisma.” Aku tak bisa melakukannya karena berat motor sendiri mencapai 150 Kg, plus posisi tubuhku yang terlentang tidak ergonomis. Simpul prisma yang sedang dilakukan Jeff adalah lilitan polymer dingin yang berfungsi menetralkan temperatur motor saat gesekan rotasi, dan juga menstabilkan reaktor nuklir di dekatnya. “Kerja keras.” Sial! Keringatku mengucur deras seperti sungai. Kubuka saja pakaian atasku dan membiarkan cipratan oli membekas di dada, punggung, dan tentunya wajahku.
Selesai di ruang mesin, kami beranjak ke ruang pilot. Aku harus mengubah bahasa pemrogramannya ke interface yang kumengerti. Selain itu, pesawat MiG-25 khusus ini akan memiliki sistem komando langsung yang menaati seluruh perintahku. Tentu akan lebih mudah tanpa adanya masalah yang diciptakan Paramiliter untuk membekukan gerak gerikku.
“Selesai. Ha-Ha-Ha.” Wuff! Keringatku rasanya sungguh asin saat menyentuh mulutku, membuatku tambah bergairah mengendarai burung baja yang sudah ku-improve. “Kau mau ikut, Jeff?”
“Sir…”
“Hey! Waktu seperti ini sangat langka. Ayo!” Tak peduli apapun alasannya, Jeff selalu menuruti perintah Mary Sue. Namun, dia tak kuasa menolak perintahku. Jeff akan menjadi Co-Pilot-ku selama penerbangan, dan aku harus terlatih mengatifkan seluruh panel kontrol yang sudah dimodifikasi ulang agar pesawat ini bisa bekerja sesuai harapanku.
“System activated.”