Kehendak Sang Ratu

saiko
Chapter #8

8

Daddy… “April?”

Ketika kubangun, tak seorang pun yang ada di sampingku. Keringat yang mengucur membuatku cemas akan mimpi buruk yang kembali datang. Rasa mual mulai menghasut lambungku untuk memuntahkan cairan panas yang sensasinya selalu membuatku gusar. Tubuhku langsung berlari menuruni tangga, menuju wastafel untuk menyegarkan seluruh organ tubuhku.

Di ruang keluarga, B-16 dengan wajah antusiasnya sedang menyaksikan tayangan SpongeBob Squarepant bersama Pumpkin. Tak mengacuhkannya, tubuhku langsung bergerak menuju kulkas, mencari sesuatu yang bisa mengisi lambungku setelah memuntahkan asam klorida.

“Bahkan tak ada air kemasan di sini.” Begitu frustrasi, tubuhku langsung beranjak ke samping B-16, bergabung bersamanya, menyaksikkan ketololan Patrick yang berulang kali memalu jarinya saat membangun rumah pengganti untuk SpongeBob. “Hey,” sapaanku hanya mampu membuat B-16 mengangguk tanpa memandangiku. “Kau sudah sarapan?”

“Oh. Selamat pagi, Kevin.” Matanya tetap fokus melihat kartun konyol itu, mengabaikanku yang bermaksud mengajaknya mencari makan di luar. “Jen meninggalkan rumah pukul 7 pagi, membawa April ke sekolah khususnya.” B-16 tertawa lepas ketika melihat Partrick memohon orang tua SpongeBob untuk tidak membawa sahabat karibnya itu pergi. “Jen juga meninggalkanku $20,” telunjukknya mengarah ke sisi samping remote tv, “dan bilang akan pulang terlambat,” kini, wajahnya mengarah padaku, “dan mungkin, tak bisa membuatkan kita makan malam. Jadi…”

“Ayo!” Sebelum raut wajah bersalahnya muncul, aku menarik lengan B-16 keluar rumah, berjalan bersamanya, dan diikuti Pumpkin menuju mobil yang kuparkir sekitar sepuluh rumah dari hunianku. “Sial. Aku lupa memindahkannya.” Tanpa alasan yang jelas, aku mengangkat B-16 ke atas punggungku, lalu berlari cepat, dan tertawa terbahak-bahak. Hatiku merasakan kehangatan yang sudah lama kuimpikan, berkumpul kembali bersama Isteri dan Anakku, setelah kutinggal pergi tanpa alasan yang jelas. Namun, raut wajah kebingungan B-16 bisa kutangkap karena di pikirannya, mungkin, aku sudah kehilangan akal sehat.

Aku mengendarai mobil ke supermarket terdekat, sekitar 2 miles dari rumah. Sesampainya di halaman parkir, B-16 lagi-lagi terus menatap bangunan besar seperti kubus itu, seperti mengingatkannya pada Black Cube yang sudah hancur lebur, namun tentunya lebih kecil.

Setelah kusematkan topi ke kepalaku, kami keluar dari mobil, berjalan menuju pintu masuk yang membuat B-16 terkaget-kaget karena sistem sliding-door. “Sistemnya sama seperti Black Cube, Kevin! Apa gedung ini juga ciptaan Profesor!?” Suaranya menggelegar karena diliputi rasa ingin tahu. Perangai polosnya itu membuatku menggiringnya ke pojokan pintu masuk, menatap panik orang-orang yang mungkin saja sudah menganggap B-16 aneh.

Buddy,” kataku sambil mengarahkan wajahnya ke hadapanku, “kau ingat ‘kan, dunia luar itu tempat yang sangat berbahaya? Manusia, termasuk Paramiliter, bisa saja mengetahui jati dirimu, dan itu akan membahayakanmu.” Mata B-16 mulai menyiratkan rasa cemas yang membuatku gugup. “Nah, untuk mencegahnya, kau hanya perlu untuk tidak membahas tentang Black Cube, Profesor, atau hal-hal yang berkaitan tentang proyek kita. Hanya…” bibirku tersenyum ramah untuk menghapus rasa bersalah B-16 karena kedunguannya, “cobalah bertindak seperti orang-orang normal. Cobalah. Kau suka mempelajari sesuatu yang baru, ‘kan?” B-16 mengangguk padaku. “Anak pintar!” Bibirnya tertawa mendengar pujianku.

“Profesor juga sering memanggilku begitu.” Oh Tuhan, wajah polosnya sungguh lucu.

Kami memasuki supermarket lebih dalam, namun langsung dihadang pihak keamanan di bagian portal akses. “Maaf, binatang peliharan tak diizinkan masuk, Sir.

“Oh, Pumpkin ini hewan terlatih, Sir.Tidak! Ugh, B-16!

“M-maafkan kami, Sir,” ujarku sambil meremas pundak B-16. “Adikku ini benar-benar menyayangi Anjingnya dan sudah menganggapnya seperti saudara sendiri. Ha-Ha… Ha-Ha…” Petugas itu menatapku aneh, curiga jika saja aku adalah teroris yang menyimpan bom di balik saku celanaku. “Saya mengerti, Sir.So, setelah memasang tali pengekang di leher Pumpkin dan mengaitkannya ke tiang di sebelah pos penjagaan, tubuh kami diperiksa secara detil oleh Petugas Keamanan.

“Aman.” Petugas mengizinkan kami masuk ke lokasi pemberlanjaan, meskipun terus menatap curiga.

“Pumpkin, jaga sikapmu,” tukasku pada hewan konyol itu. Serigala salju itu melolong keras, menarik perhatian pelanggan sekitar akan keberadaanku dan B-16. Ini bisa jadi bahaya. “Okay-okay! Akan kubelikan sekotak penuh biskuit anjing.” Seperti mencari muka, Serigala bodoh itu menjilat-jilat sepatuku, lalu berguling seperti anak kecil yang dipikirnya akan meluluhkan hatiku. Lupakan.

Hhh… Sepertinya, lebih baik kutinggal juga B-16 bersama Pumpkin. Membawanya belanja ke area umum membuatku letih setengah mati karena harus mengejarnya kesana-kemari. Persetujuan yang kami buat —untuk membuatnya bertingkah layaknya remaja normal— dilanggarnya dengan mudah, ditemani teriakannya yang meminta penjelasanku tentang berbagai macam alat konstruksi yang ditemuinya di bagian properti. Hhh… bukan salahnya juga karena Profesor telah memenjarakannya di Black Cube selama lebih dari 20 tahun, membuatnya terisolasi dari dunia luar, dan hanya mendapatkan informasi kenyataan yang menyelubungi kehidupan dari mulut Penciptanya itu.

Buddy! Tunggu!” Dia bahkan berlari dari satu blok ke blok lain, menghiraukan orang-orang yang merasa terganggu akibat aktivitasnya seperti anak kecil. Aku tak peduli lagi. Tubuhku berhenti dan menatap satu per satu manusia yang menghina B-16 dengan kejengkelan mereka. Para manusia busuk itu hanya bisa menghakimi kepolosan makhluk termurni yang akan membebaskan mereka dari jeratan Wanita Iblis.

“Apa?” tantangku pada mereka lalu mengacungkan jari tengahku di udara selagi berlari mengejar B-16. Bahkan, tingkahku lebih liar saat mendorong troli belanjaan sebagai kereta yang kunaiki, dan memerintahkan B-16 untuk mendorongku kemanapun dia mau. Selain itu, tubuhku berdiri saat troli masih meluncur, kemudian melakukan beberapa gerakan parkour yang semakin membuat B-16 kegirangan. Hhh… hiburan yang kulakukan untuk bocah kutu buku itu bahkan lebih meletihkan dibandingkan latihan keras yang kuterima saat masih bergabung di SEAL. Dan rasanya, semua hinaan manusia yang menatap kami jengkel terbayar sudah, ditutup dengan penghormatanku seperti pemain sirkus di akhir acara.

Tubuh B-16 berhenti di blok sepatu. Matanya menatap sebuah desain lucu dari karakter kesukaannya, kemudian menatapku dengan mata berbinar agar aku mau membelikannya.

“Kau suka?” tanyaku pada B-16. Tanganku menempelkan kedua sepatu berpola SpongeBob Squarepant ke dadanya lalu menerima hadiah balasan dari senyum bahagia B-16. Dia sungguh bersyukur mengenakan sepatu pemberianku. “Kau baru pertama kali diberi hadiah oleh orang asing, huh?” Kepalanya mengangguk cepat, sambil memamerkan sepatu kuning berpola pori-pori itu padaku. “Sepertinya, kita juga harus mencari pakaian.” Aku tersadar jika bau ketiakku sangat menyengat, bercampur dengan bau tanah dan lumpur akibat menghindari serangan Paramiliter. Tanpa pikir panjang, aku langsung menarik lengan B-16 menuju blok busana.

Aku mengambil jeans biru, sepatu sports merk ternama, dan baju rajutan bewarna merah gelap. Aku menyuruh B-16 memilih pakaian yang dia suka, lalu menyuruhnya masuk ke bilik tepat di samping bilikku. Damn! Melihat tonjolan otot-otot perutku di kaca bilik, membuatku tak berhenti memuja tubuh kekarku. Namun, butiran debu dan lumpur membuatnya semakin… jantan! Plester jahitan di tengkukku juga masih tertempel, sehingga kumelepasnya karena jahitan luka telah sepenuhnya merekatkan kulitku yang sebelumnya koyak. Aku segera mengenakan pakaian yang kupilih, lalu keluar menemui B-16 karena tak ingin dia hilang tanpa kabar.

“Kau sudah selesai, Buddy?” panggilku dari luar biliknya. B-16 kemudian menyibak tirai bilik, keluar dengan kaus mengkilap lengan panjang dengan pola lukisan Picasso, disertai celana pendek biru laut yang menutup hingga dengkulnya. Tampilannya tampak serasi dengan sepatu kets kuning berpola pori-pori kesukaannya. “Wah, kau tampak menawan… dibandingku,” celaku dengan nada gurau agar hatinya sedikit bangga. Karenanya, pakaian baru yang belum kami bayar ini tetap kami pakai, meninggalkan pakaian usang kami di bilik, dan membiarkan petugas membersihkannya. “Eh, dompet dan VODCP-ku…”

Kami mulai mengambil beberapa bahan makanan: daging merah, ayam, ikan laut, udang, sayur-mayur, buah-buahan, susu, berbagai macam bumbu dapur, telur, yang bisa memasok kebutuhan Jen paling tidak untuk dua minggu ke depan. Selain itu, aku berencana untuk memasak makan malam istimewa sebagai perayaan telah bersatu kembali dengannya dan Puteriku. April. “Oh, hampir lupa!” Tanganku juga mengambil sekotak jumbo biskuit anjing untuk Serigala licik itu.

“Dia Siberian Husky, Kevin.”

Sesampainya di kasir, seorang petugas wanita muda terus mencuri-curi perhatian untuk menatap wajah dan lekuk tubuhku, diiringi senyuman anehnya yang kupikir… dia terangsang olehku? “Semuanya $550, Sir.” Bibirnya sedikit melipat, dan digigitnya saat menungguku membayar belanjaan. Tanganku langsung memberinya kartu kredit dengan siratan tak acuh, namun sedikit seksi untuk menggodanya. Namun, suara beep-beep-beep mengganggu perhatian wanita muda itu. “Sir, kartu ini sudah mencapai limitnya.” Ha?

“Coba yang ini.” Bunyi menyebalkan itu kembali muncul.

“Kartu ini juga sama.” Ekspresi wanita muda itu mulai jengkel dan berpikir jika aku hanya pria tampan miskin seperti biduan di acara reality show bachelor. Sial, di dompetku tak ada uang tunai yang bisa dibayarkan.

“Tunggu sebentar.” Saat hendak beranjak ke mesin ATM, bunyi sirine melengking keras ketika aku melewati portal pemindai. Wanita muda itu mulai memandangi tubuhku, mulai melipat dan menggigit lagi bibirnya sebagai fantasi yang ingin dilihatnya segera. “Kau bercanda? Jarak ATM hanya beberapa langkah dari sini!” Mulutku tertawa begitu kaku.

“Itu sudah aturan perusahaan… Sir.” Napas wanita itu mulai genit, terus menggebu-gebu saat aku menelanjangi diri dari baju baru pembawa sial. Tubuhku benar-benar tak tertutupi sehelai benang pun. Jari-jariku hanya bisa menutup wilayah kejantananku, sekaligus memegang dompet yang sama sekali tak memberikan perlindungan privasi sedikit pun. Bukan hanya wanita muda itu, wajah pelanggan yang lalu lalang juga ikut memandangi tubuh proposionalku, memaksa temperatur panas memerahkan seluruh wajahku.

“K-kau, tunggu di sini.” B-16 mengangguk tanpa menatapku karena sibuk melihat tayangan SpongeBob Squarepants dari telivisi di bagian elektronik. Tubuhku berlari ke mesin ATM di dekat Pumpkin yang sedang menunggu kami kembali. “Hey, Pumpkin.” Tampaknya, Serigala tengik itu membuang muka padaku, merasa tak mengenali pria pandir yang telanjang bulat di pusat keramaian.

“Sial-sial-sial!” Aku bergegas memasukkan kartu debit untuk mengambil uang dan menghentikan kekonyolan yang menjatuhkan martabatku. “Apa? SIAL!” Argh! Tanganku memukul keras mesin ATM karena sisa tabunganku … “$0? Bagaimana bisa!?” Sialan kau Rachel! Kau menyedot habis kekayaanku setelah tahu jika aku pengkhianat. Pilihan lainnya adalah kembali ke meja kasir dan menunggu keajaiban tiba.

Aku memandang penjaga kasir dengan wajah memelas, berusaha menghasutnya kali ini saja untuk membiarkan kami pergi bersama barang belanjaan kami. Namun yang ada, wajahnya berubah sangar seperti Mistress yang ingin menghukum pria atletis dengan pecut besinya.

“Kevin, bukannya kau bisa menghubungi Sam?” Benar! Aku langsung memeluk B-16 yang masih terpaku pada tayangan SpongeBob Squarepants, dan menggunakan tubuhnya sebagai pelindungku dari tatapan binal kasir itu.

“Angkat-angkat-angkat… Sam!” Terhubung! Aku langsung menceritakan kejadian memalukan yang meruntuhkan harga diriku sekarang. Tawa Sam adalah masalah lain yang ingin kuhancurkan. Dia bukannya berempati atas kejadian buruk yang menimpaku, malah menertawaiku dengan alasan Dewi Fortuna tak lagi berpihak padaku.

Okay-okay. Akan kukirimkan $15,000 yang kau minta melalui Prajurit Misionaris di sana. Dan berusahalah untuk tidak mempermalukan dirimu sendiri… Vice-Admiral.” Sam langsung memutus kontak sebelum aku sempat menghardiknya. Di wilayah kasir, aku hanya bisa berdiri dengan menggunakan tubuh B-16 —yang diperbolehkan memakai pakaian barunya— sebagai tameng tubuh telanjangku. Kesialan benar-benar berpihak padaku hari ini.

Selang 30 menit, Prajurit Misionaris datang untuk memberikan apa yang kubutuhkan, sekaligus menahan tawanya dengan siratan cemas jika aku akan membunuhnya. Aku memaksa kasir sialan itu untuk cepat menyelesaikan transaksi pembayaran belanjaan kami. Tapi, dia dengan sengaja memperlambatnya.

Wanita binal.

Saat berjalan keluar dari supermarket —tubuhku telah lengkap terbalut pakaian baru—, aku berusaha mengusir rasa penatku dengan menunjukkan keahlian dansaku pada B-16. Tak peduli betapa tololnya diriku sekarang, B-16 akan selalu menatapku dengan wajah polos sialannya itu, seakan-akan memerintahkanku untuk berhenti meruntuhkan harga diriku sendiri.

Lihat selengkapnya