Blurb
Negara kita penuh ibu jari.
Yang senang menunjuk,
tapi tak pernah benar-benar menyentuh.
Keadilan di sini seperti kabut pagi:
sering dibicarakan, jarang benar-benar disentuh,
dan ketika kau mencarinya,
yang kau temui hanya dingin dan samar.
Di negeri ini,
kata "salah" bisa ditulis oleh siapa saja—
asal ia punya jas rapi, suara bulat, dan ruang rapat ber-AC.
Sementara kata "benar"
harus dibuktikan dengan kuitansi, saksi berpakaian meyakinkan,
dan keajaiban.
Hukum?
Ia bukan pedang bermata dua,
tapi pisau dapur—
yang tajam ke bawahan,
tumpul ke mereka yang duduk di kursi empuk sambil menyeruput teh
dan membaca berita tentang kejahatan yang mereka sponsori sendiri.
Anak-anak tumbuh sambil belajar diam,
karena bersuara artinya berisiko.
Orang miskin dilatih untuk minta maaf,
bahkan sebelum mereka dituduh apa-apa.
Negara ini suka menghitung kesalahan,
tapi tak pernah mau menimbang sebab.
Dan kalau kau masih percaya dongeng keadilan—
mungkin kau belum pernah hidup di pinggir,
di tempat di mana orang tak dihukum karena jahat,
tapi karena kalah dalam undian nasib.
Selamat membaca.
Semoga matamu tak cuma dipakai melihat huruf.