Kehidupan Rahasia Dosen Pembunuh

Adlet Almazov
Chapter #1

Prolog

Gedung Pengadilan Negeri

Bogor, Jawa Barat

1 Agustus 2000


Di depan gedung pengadilan itu, dipenuhi orang-orang yang ingin melihat langsung proses sidang kasus kriminal yang menjadi salah satu catatan kelam di Indonesia.

"Anak iblis, anak durhaka. Hukum yang seberat-beratnya!" Teriak para wanita yang memegang kertas bertuliskan 'Keadilan untuk Ariana' dan 'Kirim Anak durhaka ke penjara'

Teriakan, "anak biadab, dirasuki iblis!"

Makian, "hukum yang seberat-beratnya, jangan biarkan bocah psikopat itu bebas!"

Rasa iba, "kasihan balita tak bersalah itu, dia harus kehilangan kedua orangtuanya."

Ya, semua kalimat itu tak berhenti menggema di Bogor, bahkan di seluruh Indonesia. Sebuah kasus yang bagi sebagian besar orang sangat sulit untuk dipercaya.

Di dalam ruang persidangan. Seorang anak laki-laki berambut coklat dan bermata biru duduk di kursi pesakitan dengan pandangan mata yang kosong, dingin dan bagi orang-orang yang melihat, sorot matanya itu seolah dipenuhi kebencian yang tidak bisa dijelaskan.

Hakim, jaksa penuntut, media massa dan semua elemen berkumpul untuk menyaksikan sidang yang begitu menguras emosi ini. Seorang pria berkumis tebal, berdiri dengan angkuh, melangkah tepat di depan sang bocah 12 tahun yang tak begitu mengerti apa yang sedang ia alami di tempat ini.

"Kau sudah membunuh kedua orangtuamu dengan cara menikam mereka, apa kau tidak mau mengatakan sesuatu untuk membela dirimu terakhir kalinya?"

"Tidak." Jawabnya. Sorot matanya yang tanpa ekspresi itu membuat orang-orang bergidik. Sulit membayangkan, bagaimana seorang anak kecil bisa melakukan perbuatan yang begitu keji?

"Yang Mulia, saya rasa semua sudah jelas. Bahkan pihak kepolisian juga sudah mengetahui motif dari perbuatannya. Hanya itu yang ingin saya sampaikan, Yang Mulia." Ujarnya sembari melangkah kembali ke tempatnya.

Semua orang menunggu berjalannya persidangan, mengharapkan hal yang sama, yakni hukuman yang seberat-beratnya terhadap bocah 12 tahun yang sudah membunuh kedua orang tuanya pada tanggal 17 Februari 2000 dan hari ini adalah persidangan terakhir yang akan menentukan nasibnya.

"Adam Joseph McCartney divonis bersalah dan harus menjalani hukuman selama lima tahun penjara!"

Tok... tok...tok...

Suara ketukan palu memenuhi ruang sidang. Di luar gedung pengadilan, sorakan histeris terdengar dari warga kota yang telah mengawal berjalannya sidang.

Bocah itu tak menunjukkan tanda-tanda ketakutan, panik ataupun depresi, tak ada air mata yang keluar. Ia terlihat begitu tenang, seolah tak memiliki emosi. Saat dua orang polisi membawanya kembali ke mobil menuju gedung tahanan, orang-orang yang berbaris di sepanjang jalan menyambutnya saat berjalan melewati mereka dengan teriakan.

"Anak sialan, matilah kau...!" Teriak seorang wanita yang geram dengan perbuatannya. Beberapa orang melempar tomat ke arahnya dan tepat mengenai wajahnya.

"Rasakan itu! Semoga kau membusuk di penjara selamanya."

Lihat selengkapnya