Kehidupan Rahasia Dosen Pembunuh

Adlet Almazov
Chapter #10

Hadiah

Soraya tercenung, ia tidak memahami pernyataan Mona tentang tindakan bodohnya kemarin. Rasanya sangat aneh jika ia hanya meminta maaf untuk tindakannya kemarin, sementara hari ini pun ia masih melakukan kesalahan yang sama.


Soraya benar-benar tak mengerti, apa kali ini ia harus kembali memaklumi perbuatan Mona atau justru marah karena ia telah berbohong dan berpura-pura tidak tahu.


"Aku mengerti, tapi kau tidak perlu memberiku hadiah seperti ini."


"Tidak, aku mohon terimalah! Aku benar-benar berharap kita bisa menjadi teman baik. Karena itu- "


"Baiklah, aku mengerti kau ingin memulai hubungan yang baik. Tapi aku tidak ingin menerima hadiah untuk berteman. Kita bisa berteman secara wajar seperti biasa, karena itu kau tidak perlu memberikanku hadiah apapun."


"Tidak, Aya. Aku mohon jangan bicara begitu. Aku ingin kita berteman, karena itu terimalah! Aku sudah susah payah mengantri untuk membelinya siang ini. Jika kau tidak menerimanya, aku akan sangat kecewa." Soraya tidak menduga bahwa Mona akan memaksanya seperti ini.


Selain itu, nada bicaranya yang terkesan manja dan aneh membuat Soraya sedikit tidak nyaman. Sejak kesan pertama yang buruk hari itu, sulit baginya untuk bersikap wajar pada Mona.


"Ya, baiklah. Kalau begitu Terima kasih." Karena mustahil untuk menolak Mona yang sangat bersikeras, ia terpaksa menerima bingkisannya. Mona tersenyum lebar, meski ia terlihat senang, namun senyumannya itu justru terlihat sangat menakutkan.


"Syukurlah. Kalau begitu, mohon kerjasamanya, Aya."


***


Koridor Fakultas Seni


"Ay?"


"Aya?"


"Soraya?


"Mbak Soraya Kania Taniadi"


David terus memanggil Soraya yang berjalan sambil melamun di depannya. Entah sudah berapa kali David mencoba memanggilnya, namun Soraya terlihat seperti sedang berjalan sambil tertidur.


Tak sabar, David langsung berjalan mendahuluinya dan berdiri di hadapannya untuk menghadang langkahnya. Menyadari David ada di hadapannya, Soraya tersentak dan langsung berhenti melangkah. Dahinya berkerut memandang David yang mendadak berdiri dan menghadangnya.


"David? Ada apa? Kenapa berdiri di depanku?"


"Ada apa? Ya ampun, kau benar-benar sudah gila ya? Kau pikir sudah berapa kali aku memanggilmu? Apa kau tidur sambil berjalan?"


"Memanggilku? Kau memanggilku? Kapan?" Tanya Soraya. Ia benar-benar tak menyadarinya dan itu membuat David merasa sedikit kesal dan kecewa karena ternyata dia telah diabaikan.


"Begitu ya? Apa aku ini begitu tak penting sehingga mudah diabaikan? Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu. Semoga harimu menyenangkan!"


"Ya ampun, David. Ayolah! Aku benar-benar tidak dengar kau memanggilku atau lebih tepatnya, aku tidak menyadarinya. Maafkan aku!" Ucapnya. Ia tersenyum manis, terlihat jelas bahwa ia benar-benar tulus dan tidak bermaksud mengabaikan David.


Melihat senyuman manis di wajahnya membuat David langsung melupakan kekecewaannya. Ia menyadari perasaannya dengan jelas, ia tahu itu. Karena itu ia tidak ingin terlalu lama bermain peran sebagai teman biasa atau sejenisnya.


"Kau suka nonton film?" Tanya David, ia, langsung merubah topiknya.


"Kenapa kau tanya itu?"


"Apa aku tidak boleh mengetahuinya?"

Lihat selengkapnya