Kehormatan

Donny Setiawan
Chapter #1

Bab 1

BAB SATU

LELAKI BERTUBUH PENDEK itu bernama Louis, Ia tinggal bersama ibunya di desa terpencil, sebelah utara kota Marseilles, Perancis.

Tinggal di sebuah rumah tua sepeninggal ayahnya yang gugur semasa pertempuran bersaudara. Rumah yang hanya berukuran petak empat kali empat, tidak memiliki halaman untuk bermain, ada ruang makan di lantai dasar, dan ruang yang berdesak-desakan untuk tidur di atas. Dua kasur dipan yang berukuran sama, sedikit rapuh termakan usia. Satu jendela tepat berada di tengah-tengahnya, langsung menghadap ke arah lahan-lahan luas milik Tuan Rudolph, tetangganya yang tempramen.

Mereka tenang tetap hidup, karena masih memiliki lahan yang cukup luas untuk menanam sayur-sayuran dan juga lahan untuk kandang sapi-sapi mereka.

Rumah-rumah tetangga terbenam dalam tidur mereka. Dinding-dinding yang terbuat dari susunan kayu, tanpa cat atau kertas dinding. Begitu malas walau untuk sekedar menutupi noda-noda kayu.

Mereka tidak memerlukan barang-barang mewah, mereka tidak punya waktu untuk mengadakan ajang gengsi, dimana orang-orang borjuis melakukan itu. Untuk mengeluarkan koin sepeserpun atau membeli perkakas rumah. Mereka perlu bersikeras apa yang akan dimakan untuk besoknya.

Harus menghitung-hitung segalanya. Meja makan di lantai dasar sajalah barang yang paling membebankan. Pikir ibunya, untuk membelinya tak cukup bekerja satu tahun penuh di lahan Tuan Rudolph. Sebuah meja makan yang dipesan khusus dari Paris, terbuat sejak awal tahun 1700-an. Saat pertama kali kakeknya membawa barang itu, tentu sebelum mereka hidup melarat begini.

Menjadi saksi sejarah atas kehidupan keluarga ini sekarang.

Sepeninggalan ayahnya, sekarang meja itu menjadi tak terawat. Bahkan ibunya luput untuk merawatnya. Mungkin sibuk kesana-kemari mengunjungi tetangga, memutar otak untuk keperluan sehari-hari.

Anak tangga yang hendak ia pijak meronta. Suara kakek-kakek renta akan terdengar. Saat malam, tubuh Louis bagai terombang-ambing di tengah kapal. Tubuhnya menopang kayu dipan miliknya. Ibunya melirik, menghela nafas.

"Sini, Nak. Tidur bersama Ibu saja,"

Esok paginya, ia harus meminta bantuan tetangganya, untuk mencari letak kayu yang longgar itu. Berharap pula tanpa mengeluarkan koin untuknya.

Beruntunglah pria tua itu membantu janda ini dan memakluminya. Karena pria tua itu cukup sering turun tangan, sebab yang ditolongnya janda yang montok. Siapapun tidak akan menolak ketika telah melihatnya langsung.

Tuan Rudolph tanpa segan menawari pekerjaan laki-laki kepada Louis sewaktu-waktu ada keperluan. Waktu itu ia belum genap menginjak delapan tahun. Kini sudah beranjak masa pubertas. Hampir tiga tahun belakangan ini ia hanya bekerja sendirian mengurusi sapi-sapi, dan karena tak menghasilkan apa-apa, ibunya menyuruh Louis untuk segera bekerja di lahan-lahan perkebunan milik pria tua itu segera mungkin. Dengan upah layak tentunya.

Hari demi hari, malam demi malam. Louis pernah bertanya kepada Ibunya.

Lihat selengkapnya