Kehormatan

Donny Setiawan
Chapter #3

Bab 3

BAB TIGA

MALAMNYA, ia tak bisa tertidur. Terbayang si pria gemuk. Hal apa yang akan ia lakukan selanjutnya? Merelakan semua hewan ternaknya, beserta hasil-hasilnya, seperti tong-tong susu yang telah ia sediakan untuk dijualnya pada Nyonya Gregoria esok paginya? Terdengar seolah menyerahkan diri pada polisi, tanpa didakwa bersalah oleh pengadilan, apa yang bisa dia perbuat.

Si pria gemuk. Mau menghunus matanya saja rasanya. Mengingat-ingat kejadian kemarin. Jelas saja, kerap kali ia datang ke keluarganya hanya memperlakukan sekehendaknya dia. Berusaha mengambil sebidang tanah saudara lelaki tuanya sendiri? Hanya karena di masa lalu ia tak punya cukup keberanian? Yang benar saja! Lalu, sekarang, hewan-hewan ternaknya terseret juga? Makin gila!

Lamunannya yang tanpa arah itu mengantarkannya pada persoalan lain, dan kini ia menengok pada pekarangan rumah Tuan Rudolph. Pria kurus itu sedang sibuk menenggak botol di tangannya, dan duduk sambil memandangi matahari yang sudah mulai tak tertampak. Tubuhnya terhuyung-huyung bagai layang-layang yang tersapu angin tanpa perlawanan.

Begini kehidupan orang-orang di desanya sehari-hari? Mencari makan, bekerja, lelah, marah-marah, kenyang, tidur.

Kembali pada persoalan, bagaimana kehidupan di luar desanya? Bagaimana orang-orang disana bekerja? Apa mereka yang membuat mereka bahagia? Bagaimana dengan kehidupan mereka? Apa sama-sama menyebalkannya mirip orang-orang di desanya? Apakah mereka juga suka berpikir begini?

Ibunya menasehati, setiap laki-laki harus punya tujuan dari hidupnya sendiri. Temukan kebahagiaan masa depan dari masa sekarang.

Tak mengapa Louis kerap melamun sekarang. Ia besar belajar dari tentang hewan-hewan ternaknya: bagaimana cara mereka mencari makannya sendiri. Seperti, seolah mengecil, berjalan sendirian di tengah rerumputan hijau yang lebat, tanpa tahu keadaan luar. Louis termakan oleh pikiran sendiri tanpa tahu berbuat apa-apa.

Namun, di dalam hati kecilnya, ia berkata,

"Aku ingin keluar dari rasa kenyamanan ini."

Ia simpan itu dalam-dalam, tanpa tahu seperti apa kehidupannya kelak. Dan juga, kalau dipikir-pikir, memang dirinyalah yang telah jatuh hati pada hewan ternaknya. Disamping itu, ia juga berpikir untuk kedua kalinya, kenapa tidak melakukan suatu hal pekerjaan yang di luar kemampuannya? Walaupun ia hanya memiliki peluang yang kecil untuk bahagia?

Sedikit bekerja membantu Tuan Rudolph bercocok tanam, mengolah tanah-tanah menjadi perkebunan. Bukankah sama saja melakukan suatu pekerjaan yang di luar kemampuannya? Tidak. Bukan itu yang ia maksud.

Pikirannya telah memakan hampir setengah badan Louis, sampai-sampai ia kesemutan, lalu membalikkan tubuhnya lagi ke arah lain. Menghendaki tangga yang mengantarkannya ke lantai dasar. Pula sebelum ia naik ke ranjangnya.

Ibunya belakangan ini sering menghabiskan waktunya menyendiri di depan sebuah benda, sesuatu yang berat, dan sedikit mulai berkarat. Benda milik kepunyaan ayahnya, benda itu pula yang selalu berada di atas meja kayu jati yang kuat, sebelah meja makan berwarna kecoklatan pekat di bawah.

Lihat selengkapnya