BAB SEPULUH
LOUIS TAK PERCAYA, lalu mendekatkan diri ke arah yang dimaksudkan gadis itu. Ia hanya melihat genangan air deras yang kadang pula naik surut.
"Coba lihat lebih seksama lagi, saya tidak keliru. Di sana ada mayat manusia!" Louis awalnya tampak tertarik, namun berubah kaku ketika benar-benar melihat mayat itu yang tak lain mayat Tuan Rudolph. "Tuan Rudolph!" ia melompat dan spontan menggigil disebabkan kematian yang ada di depan matanya. "Bagaimana bisa mayat dapat tak terbawa apung bersama arus sungai?" ia memperhatikan sekitar lagi, dan ternyata gadis itu sudah tidak ada pada tempatnya.
Louis menekuk lutut, dan berpikir mencoba untuk menolong Tuang Rudolph, namun seketika ia sadar bahwa manusia yang berada di dasar sungai itu adalah mayat. Ia pun tak kuasa lagi untuk menemukan gadis itu sebelum akhirnya ia menyangka bahwa gadis itulah yang tahu pertama mengenai adanya mayat di dasar sungai itu. Sejengkal pun, ia tak berhasil menemukan anggota tubuh gadis itu. Sore menjelang ia memutuskan untuk pulang, namun tanpa menceritakan kejadian yang barusan ia temukan.
Karena besok paginya, ia masih ingin memastikan, dan kembali ke bukit selagi bahwa mayat itu masih berada di tempatnya atau tidak. Ia bentuk sebuah agenda yang mana ibunya pun tak mengetahui itu. Ini pertama kalinya ia bertindak tanpa menghendaki perintah dari ibunya.
Di mana sikap pemberontakkan Louis mulai terasah sekarang-sekarang ini, dan ia menghendaki untuk mendekati lagi kebenaran tentang dunia ini, sejelas mata telanjangnya memandang. Memang dunia itu terkadang ditempatkan pada pendapat yang salah. "Tuan Sandre yang malang," ia ambil satu serangkaian ranting pohon yang paling kokoh. Entah ia pergunakan ranting kuat itu hingga pada tubuh mayat itu dapat mulai tertampak di permukaan.
Ujung kepalanya terlebih dahulu yang mulai memutih termakan usia. Louis tak menyerah sehingga membuat tubuh kecilnya dicondongkan lebih padanya. Satu-dua pijakan ia mulai mengenai permukaan yang basah, namun karena perlu membuat tubuh yang mengapung itu, ia tak menyadari bahwa sekali pijakan lagi ia akan tersungkur ke air yang tingginya lebih dari ukurannya. Mayat itu mengantarkan kesuyian.