Kehormatan

Donny Setiawan
Chapter #18

Bab 18

MALAM ITU pekat. Akhir bulan desember yang dingin membeku, menusuk pada pula ranting-ranting pohon yang menuding liar di atas sana. Louis Kembali pada renungan jiwa. Ia menengadah meratapi kesaksian atas perbuatan manusia. Inilah yang dimaksudkan kematian? Orang-orang saling bekerja keras melawan kematian? Ayahnya juga mungkin seperti mereka, terjerembab pada belukar liar di tengah-tengah hutan rimba.

Hutan rimbanya manusia-manusia yang tak kenal kasih dan sayang. Mereka yang haus akan pertumpahan. Pertumpahan darah balas darah. Kenyataan yang mengharuskan mereka berlaku demikian. Louis telah lepas dalam perenungannya, yang memuat segala macam pada benaknya. Ia tak sempat mencurahkannya, bukan hendak pula ia ingin menuliskannya, sebab ia tak mampu lagi untuk berpikir. Khayalnya kini sebatas ikut-ikutan.

Berminggu-minggu, mungkin juga telah berbulan-bulan. Masih sama sampai sekarang: bertindak egois tentang dirinya. Terlebih kehadiran perspektif dari luar, juga patut ia debatkan dalam-dalam. Tak terima ia diperlakukan begitu. Lalu, apa yang sepantasnya ia perbuat? Mengadu pada pria-pria berpakaian rapat sebelumnya? Mereka sama saja. Sama-sama manusia dewasa yang haus akan kepentingan kehidupan-kehidupan mereka sendiri.

Keadilan, persaudaraan, persamaan. Semboyan yang bisa mengutuk orang menjadi lebih bebas dari kehendak apa-apa milik manusia yang lain. Manusia yang saling mengutuk sesama manusia lainnya. Hal itu mulai lumrah dalam pemikiran Louis. Ya, setidaknya ia bisa mengenal apa-apa yang ditunjukkan dunia luar. Tak mengejutkan, hanya perkumpulan manusia-manusia yang berlomba untuk bebas. Demi memerdekaan mereka, yang dilakukan juga harus menggeser yang lemah. Sudah tak asing lagi terdengar bila hidup berdampingan dengan mereka.

Penyelewengan hampir-hampir tak pernah disadari akan kemunculannya. Orang-orang hanya meyakini, bahwasanya hal itu memang telah lewat, lalu muncul penyanggahan pada akhir. Penyesalan memang lumrah digunakan orang-orang dewasa belakangan ini. Mereka yang mengutuk perbuatan sendiri yang dilakukan selepas kemarin.

Di pertempuran, mereka buang jauh-jauh sifat kasih dan sayang. Katanya, mereka tetap menjadi manusia tanpa kasih dan sayang. Bahkan banyak hal yang ada di dalam diri manusia yang masih belum terjabarkan oleh pikiran: Manusia dengan kekompleksannya. Manusia beserta anatominya. Louis dan pikirannya. Mati dan hidupnya.

Kubu mereka yang disebut-sebut sebagai pihak dari sayap kiri tulen, dan orang-orang yang bergerak dari barat daya menyatakan pula mereka dari kalangan sayap kiri, lebih tepatnya penggerak massa revolusioner. Dipersenjatai artileri-artileri milik kerajaan, orang-orang bangsawan, dan para petani yang ikut mengucap janji setia. Louis teringat pada sang jendral muda itu, Napoleon Bonaparte. yang beberapa waktu lalu, datang dan membawa sedikitnya orang-orang dari kalangan rakyat jelata pada desa-desa di selatan, juga tempat Louis dulu tinggal bersama ibunya.

Lihat selengkapnya