Mendengar ucapan datar suaminya Halimah semakin yakin harus ada yang diputuskan. “Mas, aku tidak mau menjadi perenggang diantara ibu dan anak, aku juga tidak ingin menjadi penyebab seorang ibu bersedih atas putranya atau menjadi penyebab suamiku berdosa.”
Meskipun itu artinya Halimah yang akan menderita, tapi itu rasanya sudah jauh-jauh hari dipersiapkan oleh nya. Memutuskan menikah dengan Ammar Halimah juga sudah siap jika suatu saat dirinya akan ditalak.
Mengingat hal itu Halimah kembali menangis sampai isakannya terdengar oleh Ammar. Dari belakang pria itu mendekapnya erat. “Aku ridho jika Allah memutuskan aku berdosa, tapi aku tidak akan ridho jika harus meninggalkanmu.” Ketulusan Ammar mengunci hati Halimah sedalam ini, rasanya air mata tidak cukup mampu untuk mengungkapkan perasaan.
Tiga tahun silam.
*
“Saya berniat melamarmu. Kapan saya bisa berkunjung menemui orang tuamu.” pria dengan tinggi 176 cm itu terlihat gagah berdiri di hadapan Halimah, ini adalah pengakuan cinta entah untuk yang keberapa kalinya dari hanya mengungkapkan perasaan sampai dengan berani hendak melamar, namun jawaban Halimah masih tetap sama.
“Maaf, Mas. saya sudah tegaskan waktu itu, saya tidak akan menikah.”
“Boleh saya tahu alasannya? Saya lihat Dee Halimah bukan tidak tahu agama.” segala cara Ammar lakukan untuk meyakinkan Halimah jika dirinya serius.
“Saya tidak bisa bercerita apapun, lebih baik Mas mencari perempuan lain yang lebih baik.” Dengan melipat tangannya Halimah berpamitan meninggalkan Ammar. “Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.” Dari tatapan Ammar ia begitu kecewa dengan penolakan Halimah, sampai perempuan itu benar-benar pergi dari hadapannya, pandangannya masih terus mengikuti kemana arah wanita itu pergi.
Jelang beberapa hari dari waktu itu Ammar bertemu dengan Ayunia. “Assalamualaikum.” Salamnya begitu Ayu lewat di depan Ammar.
“Wallaikumsallam.”
“Maaf mengganggu perjalananmu, Yu.” Ammar mendekati Ayu, keduanya sejajar berdiri.
“Tidak mengganggu sama sekali, ada yang bisa Ayu bantu?”
“Masih tentang sahabatmu, aku kembali ditolak olehnya.” Pria itu menunduk menandakan patah hatinya, wanita yang ia rasa memiliki perasaan yang sama nyatanya menolaknya berkali kali, padahal dirinya sudah mencoba memperbaiki jika Halimah tidak berkenan atas sikapnya yang mungkin ada yang tidak sopan. “Tapi rasanya, aku yakin jika Halimah juga memiliki perasaan yang sama padaku, Yu.”
“Mungkin ada hal lain yang tidak bisa Halimah ungkapkan.”
“Apa? Jika aku masih sanggup, pasti aku lakukan,” tutur Ammar kukuh atas keinginnaya.
"Mungkin ada hal yang tidak bisa Halimah katakan.”
“Apa itu? Kamu pasti tahu.”
“Maaf, Mas. itu hal yang tidak bisa aku sampaikan, itu hak Halimah jika dirinya ingin menyampaikan.”
“Iya, kamu sahabatnya. Mungkin memang benar dia tidak menaruh hati padaku, hanya aku saja yang terlalu berharap memanjangkan angan hidup bersamanya. Baiklah, terima kasih.” Ammar meninggalkan Ayu kembali ke ruangannya.
Ammar dan Ayu bekerja di gedung yang sama, sedangkan Halimah berbeda gedung. Siang itu saat bertemu Halimah untuk makan siang bersama, Ayu menceritakan jika baru saja bertemu Ammar.