Keikhlasan

Nila Kresna
Chapter #10

Membagi Perhatian

  Sudah siang hari disela kesibukan Ammar, ia menghubungi Halimah di rumah. Setelah mengucapkan salam juga bertanya sudah makan apa belum pada Halimah, Ammar kembali bertanya soal mobil Ayu. “Orang bengkel sudah datang, Dee?”

“Belum, Mas.”

“Mm, kalau nanti datang, buatkan saja minum taruh di teras. Kamu masuk saja kunci pintunya. Biar urusan Mas, nanti.”

“Iya, Mas.”

Tidak lama terdengar suara erangan motor di teras. “Sepertinya ada motor di depan, Mas.”

“Ya sudah, buatkan air dingin saja. Mas, telepon orang bengkelnya dulu.” Panggilan berakhir, Ammar kembali menghubungi orang bengkel langgannya itu.

Halimah membuka pintu dengan nampan berisi air dingin, gelas, juga beberapa toples kue. “Dari bengkel ya, Pak?” tanya Halimah begitu di luar pintu.

“Iya, Bu. Barusan, Pak, Ammar nelpon. Tidak usah repot-repot, Bu.” Keduanya merasa tidak enak dibawakan minum ada makanan pula.

“Tidak apa-apa, Pak. Mas Ammar yang suruh, saya tinggal ya, Pak.” Pamit Halimah.

“Iya, Bu. Terima kasih.”

Keduanya mulai membongkar peralatan sedangkan Halimah kembali masuk ke dalam rumah, tidak lupa perintah Ammar untuk mengunci pintu. Dari jendela yang tertutup tirai Halimah masih bisa melihat pekerjaan kedua orang bengkel itu.

Sudah lumayan lama akhirnya mobil itu hidup lantas dibawa pergi. Halimah yang melihat itu langsung menelpon Ammar. “Halo, Mas.”

“Iya.” jawab Ammar.

“Mobilnya sudah hidup, tapi dibawa pergi,” terang Halimah melihat dari kaca rumah, mobil itu mulai keluar pagar.

“Iya, lupa ngasih tahu, tadi pas nelpon mobilnya sudah hidup, tapi Mas minta sekalian diserfis, tadi Mas lihat sudah lewat waktu buat ganti olinya.”

“Oo. ...” Halimah menganggk-angguk. “Ya sudah deh. Mas, pulang jam berapa?” tanyanya.

“Sepertinya habis isya, kerjaanya masih numpuk, kenapa? Bosen? Mau jalan-jalan? Nanti pulang kerja kita keluar sebentar, ya.” Perhatian luar basa selalu Ammar berikan pada Halimah, itu juga yang membuat Halimah tidak bisa pergi darinya. “Nggak-nggak, nanti saja mas, weekend.”

“Ya sudah, Mas lanjut kerja, ya.” Panggilan itu berakhir.

Sore harinya, Ammar menghubungi Ayu. “Pulang jam berapa, Yu?” pekerjaannya masih setumpuk di depan laptop.

“Jam empat, Mas. Kenapa?” hawatir atas pertanyaan Ammar, Ayu menghentikan ketikannya sesaat, mendengarkan Ammar dengan serius.

“Ga kenapa-kenap, Mas, ga bisa pulang sore, paling sesudah isya.” Terang Ammar.

“Oo, ga papa. Aku pulang sendiri saja.” Ayu merasa lega tidak ada yang serius.

“Jangan.” Ammar terlihat berpikir.

“Kalau gitu aku tunggu,” kata Ayu.

“Tunggu di mana?” Ammar harus memastikan tempat itu aman untuk menunggunya beberapa jam ke depan.

“Bisa di mushola kantor.” Ayu kembali melanjutkan ketikannya.

Lihat selengkapnya