Tiga bulan kemudian, selama tiga bulan ini Widuri tetap di sini bersama Halimah dan Ayu, disini juga muai ada perbedaan Ayu lebih dekat dengan Widuri. Lebih tepatnya Ayu pandai menarik perhatian Widuri jadi keduanya lebih cepat dekat.
Kemarin Ayu halangan tapi yang membuatnya heran hanya bercak darah saja yang menempel di dalamannya.
“Loh, kemarin katanya halangan?” Widuri yang hendak mengenakan mukenah menghentikan gerakannya melihat Ayu datang.
“Cuma setetes, Bu. Kemarin, hari ini ga ada lagi, jadi tadi Ayu mandi besar. Mungkin kecapean ya, bu.” Terang Ayu, melanjutkan mengenakan mukena nya. Halimah yang sudah mengenakan mukenah duduk di samping Ayu, mendengarkan obrolan keduanya.
“Iki meteng, Mar.” Widuri langsung memegang perut Ayu. “Alhamdulillah.”
“Bu. ...” Ayu yang mendengarnya heran tiba-tiba mertuanya mengatakan dirinya hamil, sedangkan kemarin ia sempat halangan juga bulan lalu.
Ammar ikut kebingungan tapi terlihat berbinar melihat perut Ayu.
“Tunggu dulu, Bu. Ini salah paham, Ayu ga hamil, kemarin ayu masih halangan, bulan kemarin juga ayu halangan, Bu.” Ayu panik sendiri dengan ucapan Widuri. Berkali-kali ia meyakinkan jika dirinya tidak mungkin hamil.
“Itu haid terakhir, ndo. Ibu yakin kamu hamil, ibu juga sudah curiga liat badan kamu dari kemarin mekar.” Widuri terus memegang perut Ayu sampai membuat Ayu tidak enak, bagaimana menjelaskan jika dirinya tidak hamil.
“Kita periksa saja, Bu, biar jelas. Sekarang lanjut sholat dulu, nanti keburu habis magribnya.”
Hati Ammar sudah berdebar tidak karuan melihat keyakinan Widuri, ia juga jadi sangat ingin membuktikan benar atau tidaknya Ayu hamil. Sholat berjamaah ini dilaksanakan sampai selesai, begitu selesai Widuri kembali bicara.
“Dites dulu.” Sampai tidak sabar tidak membiarkan Ayu membereskan mukena nya dulu.
“Sebentar bu, tes kehamilannya belum dibeli.” Kata Ayu.
“Loh, kamu ini bagaimana, Mar.” Hardik Ayu pada putranya. “
“Kita ke kelinik saja biar jelas.” Widuri sampai sudah memegang pergelangan tangan Ayu untuk membantunya berdiri, sampai Ayu sendiri kebingungan bagaimana untuk menghindari ini. Bagaimana nanti jika dirinya tidak hamil, ia sendiri yakin jika dirinya tidak hamil karena merasa masih halangan bulan lalu.
Ammar melihat kebingungan Ayu akhirnya mengambil alih ibunya. “Dibeli saja dulu tes kehamilannya, Bu. Bagaimana hasilnya nanti baru ke klinik. Ibu jangan terlalu semangat dulu, Ayu bilang dia halangan bulan kemarin.”
“Ehh, kalian ini ga pada percaya sama ibu.” Widuri duduk akhirnya mendengarkan kata Ammar untuk menunggu membeli alat tes kehamilan.
Halimah masih membereskan mukenah, hatinya disini yang terasa sakit. Terbersit dalam pikiran jika Ayu benar-benar mengandung, begitu beruntung sedangkan dirinya diantara jutaan perempuan mengapa harus dirinya yang terpilih memiliki kelainan ini.
“Aku bantu, Hal.” Ayu membantu Halimah melipat mukenah Widuri. Ayu sampai tidak enak pada Halaman karena reaksi Widuri tadi. Halimah tersenyum membalas ucapan Ayu.
*
Ammar kembali dari membeli alat tes kehamilan, ada beberapa buah yang dibeli juga berbeda bentuk. “Aku beli beberapa dari k link sekitar sini, katanya tadi lebih akurat kalau dicek besok pagi sebelum minum atau makan.” Ammar menyerahkan kantong plastik itu pada Ayu. Sama-sam terlihat kikuk, Ammar memang berharap Ayu hamil tapi ia juga takut akan menyakiti Halimah.