Keikhlasan

Nila Kresna
Chapter #17

Pendarahan.

Hari-hari berikutnya justru lebih menyakitkan Ammar lupa jika Halimah juga butuh perhatiannya. Ammar terlihat gelisah saat tidur bersama Halimah, seperti mengkhawatirkan sesuatu padahal baru satu malam tidur bersamanya.

Saat tidur tangan Ammar menyentuh perut Halimah, hal yang tidak biasa dilakukan. Ia kembali tidur sesaat setelah mengusap perut Halimah. Seketika Halimah mengingat jika mungkin ini perlakuannya pada kehamilan Ayu.

Seketika Halimah merasa cemburu, didalam mimpi pun Ammar mencemaskan Ayu, seketika pikiran keberadaan dirinya tanpa arti, terbersit begitu saja.

Pagi harinya Halimah mempersiapkan sarapan seperti biasa sedangkan Ammar malah sibuk buat susu untuk Ayu. “Mas, sarapannya sudah siap.” katanya dengan nada dingin.

“Iya, sebentar. Yu, ini sarapannya udah siap.” Ammar malah memanggil Ayu untuk segera datang. Bukannya mengajak Halimah untuk sarapan bersama.

“Iya, Mas. sebentar.” Ayu masih di kamarnya. Tadi sempat membantu Halimah lalu pergi bersiap.

Begitu Ayu datang, Ammar langsung menghidang susu yang tadi dibuatnya. “Minum susunya.” Katanya menggeser gelas pada Ayu.

Ayu mengangguk lantas menikmati susu itu

“Semalam ga muntah?” tanya Ammar khawatir, kemarin-kemarin Ayu sempat mengalami ngidam, muntah meski tidak parah.

“Semalam aman, Mas. Nyenyak banget malah tidurnya,” ujar Ayu sambil mulai meraih roti.

“Iya, tapi mas yang kepikiran sampe ga bisa tidur.” Seharusnya Ammar tidak mengatakan itu. Halimah jadi berpikir, Ammar keberatan saat bersamanya.

Jadi pikiran Halimah semalam itu benar, sampai ke dalam mimpi Ammar ingin tidur dengan Ayu.

“Kalo ga, nanti malam mas Ammar tidur di kamar kamu saja dulu, Yu. Sampai benar-benar nyaman kamunya.” Halimah mungkin ingin Ammar menolak itu karena ini memang waktu bersamanya, tapi nyatanya.

“Iya, nanti malam mas tidur di kamar kamu.” Suara itu lugas tidak ada sedikitpun pemikiran bahwa Halimah juga punya hak atas Ammar. Atau Ammar yang tidak pandai membagi perasaannya?

“Nggak gitu Mas, Halimah gimana? Udah sering juga dikamar aku, waktunya sama Halimah.” Ayu yang tidak enak pada Halimah meski dirinya akui selama kehamilan ini selalu ingin dekat dengan Ammar. “Kalau tidak mas dikamar aku dulu, elus dedeknya sudah tidur mas balik ke kamar Halimah. Nyaman banget, Hal dielus perutnya, mungkin benar kata ibu, anaknya paling suka dielus ayahnya.” Terang Ayu.

“Iya, mungkin gitu, Yu. Sayang aku ga ngerasain.” Seketika Ayu diam, ia terlalu sering membagi momen kehamilan namun maksudnya tidaklah jahat hanya ingin Halimah juga merasakan bagaimana rasanya hamil, tapi Ayu malah melihat kesedihan Halimah.

“Oiya, Hal, nanti ikut cek kandungan? Kita pergi berdua.” Usul Ayu karena sudah lama dirinya tidka pergi bersama Halimah, semenjak pernikahan ini ada.

“Aku ga kasih izin kamu nyetir, kita pergi bertiga.” Kata Ammar.

“Kalian saja, aku dirumah.” Halimah tidak ingin menjadi pengganggu atau menarik perhatian orang lain melihat dua wanita dengan satu pria.

“Ko, malah ga mau ikut.” Ammar melihat Halimah, merasa bersalah mengganggu kedua sahabat ini.

“Ga papa aku dirumah.” Haimah membawa piring kosongnya.

“Mas, sih. Aku ga papa nyetir.” Hardik Ayu yang juga cemberut melihat Ammar Ia Ingin bersama Halimah dulu. Sudah selesai dengan sarapannya Ayu menuju dapur.

Sambil jalan ke dapur Ayu memegangi pertnya terus. “Hal.” Pangilnya pada Halimah.

“Perutku dari semalam ge enak.” Keluh Ayu sementar duduk di kursi.

“Mungkin biasa, aku ga tau, Yu.” Lelah dengan semua keadaan akhirnya Halimah menunjukan keberatan dalam cara menanggapi keluhan Ayu.

“Mungkin, ya. Aku ke kamar dulu deh.” Ayu meninggalkan Halimah.

Halimah sempat melihat langkah pelan Ayu seperti menahan sakit pada perutnya, namun perasaan kecewa pada keadaan lebih dahulu menguras pikirannya sehingga membuat Halimah tidak ingin memperdulikan, ia kembali melanjutkan merapikan dapur.

Sampai di kamar Ayu semakin merasa tidak enak pada perut bawahnya, ia menuju kamar mandi untuk buang air kecil. Dari san terlihat bercak pada celana dalamnya, seketika Ayu panik.

“Mas. ...” panggilnya lemah, karena syok tenaganya hampir tidak ada.

“Mas. ...” panggilnya lagi, ia sudah berjalan keluar dari kamar mandi. Ponsel jua tidak ada, sepertinya di ruang makan tadi.

Ayu membuka pintu agar suaranya lebih terdengar. “Mas.”

“Iya, Yu.” Ammar segera mendekat.

Halimah sudah tidak ingin tahu kemesraan diantara keduanya, ia acuh begitu Ammar masuk ke dalam kamar Ayu. Hatinya mulai goyah, masih ada kah dirinya dalam hati Ammar?

Lihat selengkapnya