Kini perut Ayu semakin membesar perhatian Ammar seluruhnya untuk Ayu, sampai bersenggama dengan Halimah saja jarang hanya pada saat Ammar menginginkan dan karena Ayu tidak bisa. Halimah semakin merasa jika Ammar egois tidak bisa membagi perhatiannya dengan adil.
Selepas acara tujuh bulanan, semua sanak keluarga telah pulang Ayu terlihat lelah duduk di sofa.
“Cape?” tanya Ammar sambil membelai perut buncitnya.
“Dikit. Kerasa ga gerakannya, tahu dia ayahnya megang.” Ayu tersenyum penuh kasih melihat Ammar.
Ammar meletakkan wajahnya di perut Ayu untuk lebih merasakan gerakan putrinya dalam kandungan Ayu. “kesayangan ayah lagi ngapain?” bisiknya lantas menciumi perut Ayu penuh kasih.
Kebahagiaan yang lama didambakan akhirnya ada.
Halimah yang baru keluar dari kamar langsung melihat keduanya. “Hal. Sini, dedenya lagi gerak.” panggil Ayu dengan ceria mengajak Halimah untuk memegang anak dalam rahimnya bersama Ammar.
“Halimah. Tolong, ibu sebentar.” Dari arah dapur Widuri memanggil.
“Nanti, Yu. Bantu ibu dulu.” Halimah tahu Widuri sengaja memanggilnya agar tidak mengganggu Ammar dan Ayu.
Widuri langsung memberikan keranjang berisi bawang merah juga bumbu lainnya. “Bantu ibu bersihkan ini, nanti kan kalau mau masuk tidak repot lagi.”
“Biar saya saja, ibu, pak Ammar.” Perempuan setengah baya hendak meraih keranjang itu.
Sudah semenjak Ayu pendarahan pertama kali Ammar mempekerjakan asisten rumah tangga, jadi Ayu bisa benar-benar istirahat dan Halimah tidak juga terlalu cape di dapur.
“Ga usah, kamu kerjain yang lain.” Hardik Widuri sambil matanya mendelik padap art itu.
“Saya saja yang kerjakan, Mbak. Mbak kerjakan yang lain.” Mengerti maksud Widuri dan Halimah sudah tidak ingin berpanjang lebar dengan keadaan, lebih baik dirinya mengalah sekarang. Ia meraih keranjang mencari tempat duduk yang nyaman untuk membersihkan bawang tadi.
Sedangkan perempuan yang dipanggil Mbak itu kebingungan, semua piring dan alat-alat sudah dicuci semua, intinya sudah beres. Tadi juga ia sempat bertanya pada Widuri apalagi yang mau dikerjakan. Widuri jawab sudah tidak ada dan ia boleh beristirahat.
Sri tidak mengerti, akhirnya ia meninggalkan Widuri dengan Halimah di dapur sedangkan dirinya ke halaman belakang. Membersihkan taman belakang saja.
Tidak ada percakapan diantara keduanya, pertemuan terakhir sudah cukup melukai Halimah ia sekarang lebih memilih diam, sampai waktunya sholat ashar barulah Halimah berani ke ruang tamu karena Ammar dan Ayu juga sudah meninggalkan ruangan itu.
Sekarang Halimah merasa seperti dirinya pengganggu diantar Ayu dan Ammar, ia seperti perempuan tanpa arti. Karena semua perasaan terus bergejolak Halimah meminta izin untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Malam ini Ammar ada di kamar Halimah, itu pun tidak akan sampai pagi, Halimah sudah sangat mengerti situasinya. Dalam dekapan Ammar, ia berkata. “Mas, aku mau pulang kampung.” Katanya pada Ammar.
“Sekarang, Dek? Mas belum ambil cuti, Ayu juga udah tinggal nunggu waktu.” Ammar bingung bagaimana membagi dirinya.