Selepas shalat subuh Ayu terus saja buang air kecil Ammar yang duduk di ranjang selalu memperhatikan tapi tetap tenang melihat layar laptop semata tidak ingin ikut panik jika memang sudah waktunya melahirkan walaupun dirinya akui cukup tegang bulan ini menanti kelahiran anak pertamanya.
Begitu Ayu keluar dari kamar mandi, Ammar langsung menegakan tubuhnya menanti apa yang akan Ayu sampaikan. “Mas, tanda-tandanya sudah ada.” Kata Ayu.
Sesaat Ammar terkesima lalu kembali sadar. “Iya .… Mas kabarin ke ibu.” Ammar segera keluar dari kamar sebelum ke kamar Widuri, Ammar ke kamar Halimah lebih dulu.
“Dek.” Ia terus mengetuk pintu kamar, bagaimana pun ditutupi ketegangan Ammar jelas terlihat. Begitu Halimah membuka pintunya. “Ayu mau lahirkan. Mas mau kasih tau ibu, temenin dia dulu.”
“Iya, Mas.” Halimah bergegas ke kamar Ayu.
Begitu Halimah masuk. “Hal ….” Ayu mengulurkan tangan nya disambut oleh tangan Halimah, sama-sama merasa khawatir. “Doakan aku, ya.”
Halimah mengangguk.“Iya, aku selalu mendoakan yang terbaik, kita kerumah sakit.” Halimah membantu Ayu berdiri.
Disusul Widuri masuk. “Sudah ada mules?” tanyanya ikut memegangi Ayu.
“Belum bu, cuma dikit sama pipis terus.” Terang Ayu.
“Jalan-jalan saja dulu, nanti kalau sudah pagi baru ke dokter.” Kata Widuri.
Ammar langsung menghubungi bosnya miminta cuti kelahiran istri. Ia kembali membantu Ayu jalan perlahan di halaman.
“Baju Ayu sudah siap dibawa?” Halimah bertanya bermaksud baik ingin membantu Ayu.
Dengan ketusnya Widuri menjawab. “Sudah siap semua, kamu ga ikut ga papa. Biar Ayu sama ibu dan Ammar. Nanti juga ada orang tua Ayu datang tidak enak kalau semuanya ngumpul di rumah sakit.” Katanya.
Entah mengapa Halimah merasa Widuri malah keberatan ada Halimah bertemu dengan keluarga Ayu. Sedangkan dulu sebelum menikah dengan Ammar dirinya dan keluarga Ayu sudah sangat dekat.
Hari sudah terang Ayu segera dibawa kerumah sakit ternyata sudah bukaan dua, Ammar kembali memapahnya jalan di dalam ruangan agar persalinannya lancar. Sudha benar-benar sakit barulah Ayu berbaring.
“Sakit mas.” Tangan Ayu meremas tangan Ammar kuat, sepertinya pembukaan semkain bertambah.
Widuri ada di sampingnya. “Nanti kalau sakit tahan ya terus saja mengejang, setelah lahir sudah lega.” Widuri ikut bicara serta mengusap punggung Ayu.
“Aku harus giman, bu?” Ammar tidak tega melihat Ayu terus kesakitan.
“Ya temani saja, seperti ini melahirkan, penuh perjuangan. Makanya tidak semua perempuan bisa.” Kata Widuri lagi. Tanganya terus mengusap pinggang Ayu.
*
Begitu masuk waktu persalinan, ditemani Ammar juga ibu Ayu. Disana ia melihat bagaimana pengorbanan seorang ibu untuk melahirkan anak. Ammar menangis mencium kening Ayu berkali-kali bersumpah dalam hati tidak akan pernah menyakiti istrinya.