Menggendong bayi Ayu turun dari mobil dibantu Ammar, untuk melihat rumah baru mereka, Widuri juga ikut langsung mengamati rumah kosong ini. “Kenapa kamu harus ambil rumah lagi, pengeluaran kamu sudah banyak, sekarang harus angsur rumah satu lagi, belum beli perabotannya.”
“Ini sudah menjadi keputusan bersama, bu.” Ammar membuka pintu rumah lalu beralih pada Ayu. “Sini Hadibah nya, kamu lihat-lihat dulu mumpung tukangnya lagi libur. Nanti kan, mau buat dapur, kamu maunya sebelah mana?” Ammar menyerahkan semua ruangan padanya yang putuskan termasuk warna dinding, Ammar hanya membantu mengarahkan.
Ayu melihat-lihat, semua ruangan sudah dibersihkan juga dicat putih nanti tinggal ditimpa warna apa yang dirinya mau.
“Dapur sebelah sini, sebelah sana aku mau ada ruang terbuka, ada kolam ikan juga jadi kalo aku bosen tinggal duduk-duduk.” Ayu langsung mengatakan semua keinginannya. Ammar mendengarkan untuk nanti disampaikan pada orang yang kerja.
“Tapi bertahap, ga bisa langsung. Rumah lama juga dulu pelan-pelan dibangunnya.” Jelas Ammar.
“Iya, aku ngerti.” Ayu melihat-lihat kamarnya nanti.
Widuri mendekat ikut bicara. “Ammar, uangmu cukup untuk membangun rumah lagi?” tanyanya begitu sampai di sampingnya.
Ammar menoleh melihat Widuri. “Cukup, Bu. Tapi pelan-pelan.” Ia terlihat berpikir keras.
“Ibu bantu, ibu jual tanah peninggalan ayahmu, bangun rumahnya sampai selesai.” kata Widuri, ikut memikirkan semua pengeluaran Ammar dengan istri dua dan anak ditambah Ayu tidak lagi bekerja yang otomatis semua kebutuhan atau juga sewaktu-waktu keluarga Ayu butuh uang pasti akan meminta pada Ammar.
“Ga usah, Bu. Buat ibu saja, biar aku cari jalan lain. Aku masih bisa kerja sampingan di rumah.” sekarang jamannya kerja sampingan dirumah apa lagi Ammar anaknya pintar.
“Itu juga untuk kamu, kamu satu-satunya anak ibu. Sudah, nanti ibu pulang coba ditawarkan ke saudara dulu siapa tau ada yang mau.” Widuri sudah berpikir untuk ikut Ammar karena usianya yang sudah terlalu tua untuk hilir mudik antara kamungnya ke Jakarta.
Ammar tidak bisa lagi membantah, sejujurnya memang dirinya saat ini memang butuh dukungan finansial.
Ayu yang tadinya mau ke arah Ammar terhenti di ambang pintu mendengar obrolan keduanya. Sesaat ia masih diam dengan Hadibah di gendongan.
Ammar yang lebih dulu menoleh. “Sini, ngapain di situ sendiri.” Kata Ammar meminta Ayu mendekat.
Ayu tersenyum penuh bahagia mendekatinya, disambut rangkulan Ammar. “Insyaallah jadi rumah impian kita.” Bagaimana pun Ammar harus selalu membuat Ayu maupun Halimah merasa sangat dicintainya.
“Aku juga ada tabungan, Mas. Bisa buat bantu angsur rumahnya. Maaf tadi ga sengaja denger obrolan ibu sama kamu.” Ayu melihat Widuri juga Ammar.
“Ga usah, itu tabungan kamu pas masih kerja.” Widuri yang langsung menjawab. “Kalaupun kamu mau pake, pake buat kebutuhan kamu yang Ammar ga bisa belikan.”
“Iya, aku setuju sama ibu.” Ammar juga keberatan jika Ayu membantu dengan uang hasil kerjanya dulu.
“Tapi nanti kalau misal butuh, harus ngomong, ya.” kata Ayu lagi.
“Iya, sayang. Sudah, kita pulang. Mau jalan-jalan dulu?” tawar Ammar.
“Pulang aja.” jawab Ayu.