Karena rencana Halimah menginap malam ini di rumh sakit, Ammar menyiapkan kebutuhannya. Iya tidak bisa menemani dan Halimah mengerti itu. Kini harus terbiasa Ammar tidak selalu bisa bersamanya dalam setiap kondisi. Sepanjang perjalanan mengurai kemacetan ada rasa lelah yang tidak terbantahkan, belum lagi pikiran yang terus dikuras antara pekerjaan juga kedua istrinya, benar-benar merasa lelah.
Sesampainya di rumah terlihat jelas rasa lelah dari tatapannya. Pelan Ayu menghembuskan napas, iya yang malah kasihan melihat Ammar sekarang, rasanya dengan dua istri malam membuat beban pikirannya bertambah. “Cape, Mas.” tanyanya sambil meraih tas lalu mencium tanganya.
“Dikit.” Jawab Ammar.
Biasanya paling lambat isya Ammar sudah ada di rumah, sekarang hampir jam dua belas, karena terlalu jauhnya rumah sakit dengan rumah, belum lagi macet. “Mau makan dulu?” tanya Ayu lagi mengekorinya masuk ke dalam kamar Halimah.
“Ga usah, aku mandi dulu di sini, nanti ke kemar. Abis dari rumah sakit takut deket sama Hadibah.” Katanya dan Ayu mengerti itu.
“Iya, Mas.” tadi ia masak untuk Ammar tapi mungkin karena sudah sangat lelahnya Ammar memilih tidur setelah mandi. Jika Ayu mau keberatan atas sikap Halimah, pasti akan salah tapi melihat Ammar seperti ini lebih kasihan lagi. Pagi nanti ia harus kembali bangun untuk kerja, pulang kerja bukannya istirahat malah ke rumah sakit.
*
Sebelum subuh ponsel Ammar berdering, Ayu yang sedang memberi asi untuk Hadibah melihat pada layar ponselnya. Halimah yang menelpon.
Ammar bangun. “Halo, Assalamualaikum.” Ammar terlihat memijat tengkuk. Lalu keduanya bicara, terdengar percakapan keduanya oleh Ayu. Sepertinya Halimah meminta sesuatu untuk dibawakan, juga mengingatkan Ammar jika sudah mau subuh, ia masih mendengarkan sampai telepon ditutup.
Ammar kembali merebahkan dirinya, sepertinya benar-benar lelah juga masih mengantuk. Tak lama ia kembali bangun mendekati Ayu, memeluk pinggangnya, tangannya menyelip di antara Hadibah. “Assalamualaikum anak Ayah.” Katanya parau, meski matanya masih tertutup rapat.
“Istirahat aja dulu sebentar lagi, Mas.” kata Ayu.
“Mm, aku kerumah sakit dulu pagi ini.” Terang Ammar.
“Kerumah sakit lagi, pagi-pagi, kenapa ga sore aja, Mas. kalo ga besok. Baju kan udah dibawain lebih kemarin. Kamu capek tiap hari mondar-mandir terus.” Alis Ayu terlihat tegang saat bicara tadi, jelas ia keberatan bagaimana Halimah memperlakukan Ammar seperti robot yang tak kenal lelah. Halimah juga seharusnya lebih memperhatikan kesehatan Ammar.
“Gapapa.” Ammar membuka matanya memperlihatkan jika tubuh nya sudah kembali bugar setelah tidur semalam.
“Bohong. Semalam saja kamu langsung tidur pules banget.” Ayu memalikan wajahnya, kasihan melihat Ammar.
Ammar duduk membelai kepalanya dengan senyuman, mencoba meredam kekecewaan perempuan itu. “Iya deh, minta maaf semalem ga nemenin pas Hadibah bangun, tapi ga rewel, kan?” Tangannya terus membelai kepala Ayu.
“Bukan itu masalahnya, aku gak keberatan bangun sendirian, yang aku pikirin kamunya, Mas. Pagi harus kerja, pulang langsung ke rumah sakit, macet di jalan. Nyampe rumah tengah malam, kapan istirahatnya.” Dengan hampir menangis Ayu berkata. Ingin rasanya ia utarakan kata-kata tadi pada Halimah, juga mengatakan sekarang Ammar juga Ayu cintai jadi wajar jika dirinya hawatir.
“Ya udah, malam ini tidur di rs aja.” Kata Ayu terakhir. “Aku siapin makan dulu.” Ayu turun dari ranjang meletakan kembali Hadibah dalam boxnya. Sepertinya dirinya kembali harus mengalah.
Sesat Ammar diam, wajah lelahnya kembali diperlihatkan, entah harus bagaimana lagi dirinya mengatur waktu. Keberadaan Anak itu sama sekali diluar rencana. Ammar pikir dirinya hanya harus membahagiakan Halimah Ayu dan anaknya. Ternyata, ada hal lain yang Halimah lakukan diluar kendalinya.
Sepanjang memakan sarapan Ayu hanya diam, Ammar pun sedang tidak bisa membujuk karena sangking lelahnya. Ammar ke rumah sakit dulu membawakan sarapan pagi ini, sedangkan Ayu tadi saat ditinggalkan masih terlihat tidak senang.