Hari sudah larut malam. Jalanan kecil menuju gang rumah pun seperti biasa sudah sepi. Lampu jalan yang terkadang padam membuat suasana sekitar rumah sederhana dengan warna cat hijau telor asin itu seperti sunyi.
Ini sudah belasan kali gadis dengan rambut yang tergerai lurus itu menguap, menandakan sudah waktunya ia terlelap. Kantung matanya pun sudah memperlihatkan hal demikian, begitu pula dengan bola matanya yang tampak berair. Cinta menghela napas, lalu menengadah memperhatikan jam berbentuk kotak yang menempel kuat di dinding ruangan. Ia kembali menghela napas, jam sudah menunjukkan pukul satu malam.
“Kemana lagi dia?” batinnya bertanya. Cinta menopang dagu sambil sesekali menutupkan matanya yang terasa berat. Baru saja ia terpejam lalu sebuah suara congkelan jendela membuat matanya langsung terbuka. Kemudian disusul pelan-pelan suara langkah kaki. Kali ini, perempuan dengan tinggi semampai itu langsung bangun dari bangku yang ia duduki sejak tadi.
“Alesha!” Cinta menjegat sang adik tepat di ambang pintu kamar cewek dengan rambut bergelombangnya yang terlihat sedikit berantakkan.
Suara teriakkan Cinta membuat gadis itu terperanjat. Bagaimana mungkin kakaknya itu bangun di tengah malam seperti ini. Dasar bodoh! Sudah berapa lama kakaknya itu tahu bahwa ia selalu pulang larut malam seperti ini. Batin Alesha merutuki betapa bodohnya ia. Alesha masih mematung. Lalu menunduk lesu.
“Dari mana kamu?”