Keikhlasan Cinta

ine dwi syamsudin
Chapter #4

Kado Dari Angga

Jam sudah menunjukkan pukul 12 tepat. Cinta mengistirahatkan jari-jarinya yang lentik dari keyboard laptop berwarna silver yang sejak tadi menempel di atas meja kayu berwarna krem yang berdiri kokoh di pojok ruangan. Cinta mengembuskan napas lega. Setidaknya ia bisa mengistirahatkan sebentar badannya yang terasa letih. Ia menutup benda berwarna silver tersebut. Matanya yang sipit langsung beralih ke sudut meja yang memperlihatkan kalender berukuran kecil. Ia membulatkan matanya, mendekatkan wajahnya ke arah deretan tanggal tersebut. Sebuah tanggal berangka delapan dihiasi lingkaran merah spidol.

Cinta langsung menepuk dahinya. “Ya ampun sekarang Alesha ulang tahun.” Gadis itu bergumam sendiri. Dengan lincah sebelah tangannya menarik hp yang berada di dalam tas berwarna hijau tosca tepat di salah satu sisi. “Halo.” Gadis dengan rambut yang selalu tergerai itu langsung berbicara begitu telepon diangkat.

Ia berdiri, lalu berjalan menghampiri jendela kaca besar yang berada tepat di sebelah meja kerjanya. Ia menatap butir hujan yang turun di luar ruangan. “Iya, jadi hari ini Alesha ulang tahun. Temenin aku cari kado ya Ains,” ucapnya panjang lebar. Ia diam, menunggu lawan bicaranya selesai menjawab. “Jadi kamu nggak bisa?” Cinta menggigit bibir bagian bawahnya. “Please dong Ains. Kamu tega aku nyari kado sendiri?” gadis itu kembali memaksa. “Yaudah deh,” ucap Cinta akhirnya. Ia mengalah dan melepas benda kecil itu yang sempat beberapa saat menempel di telinganya. Ia memencat salah satu gambar di layar, menutup panggilan telepon.

Apa boleh buat, sepertinya ia harus mencari kado untuk adiknya, seorang diri.

***

Cinta Kanaya melangkah perlahan menyusuri setiap sudut gerai yang ada di dalam pusat perbelanjaan tersebut. Matanya yang sipit berusaha mencari-cari sesuatu yang ia rasa pas jika dikenakan oleh adiknya yang sangat menyukai tampilan glamour. Kakinya yang jenjang, terhenti di salah satu toko baju bermerk Queen. Ia menatap dari tampilan luar berupa penyekat kaca besar yang langsung memperlihatkan koleksi terbaru dari brand tersebut. Perempuan yang mewarisi wajah kesundaan itu memutuskan untuk mencari hadiah spesial untuk adiknya di tempat itu.

Gadis itu mengitarkan pandangannya, melangkah perlahan menyusuri lorong koleksi dress bergaya glamour. Cinta terhenti di salah satu sudut. Ia mengambil salah satu dress pesta berwarna silver dengan kesan mencolok. Gadis itu menggeleng pelan, lalu mengembalikan pakaian tersebut ke posisi semula. Ia tidak mudah putus semangat, ia menarik salah satu dress berjenis halter berwarna merah hati. Bagian kerah yang tinggi dapat menutupi bahu adiknya yang sedikit lebar. Panjang dress pun selutut dengan begitu adiknya dapat terlihat cantik dan tidak seksi. Ia tersenyum puas. Perempuan dengan rambut yang dibiarkan tergerai lurus dalam balutan outfit sederhana berupa midi dress berwarna biru muda, serta make up natural membuat aura positif semakin terlihat di wajah anggun tersebut.

Cinta menghampiri meja kasir, lalu menarik dompet berwarna hijau tosca yang senada dengan tasnya. Ia mengambil beberapa lembar uang pecahan ratusan. “Pakai ini aja ya mba. Saldo kartunya limit,” ucapnya sambil menyerahkan beberapa lembar kertas berwarna merah tersebut. Ia tersenyum ketika mengambil jinjingan tas paper bag yang diberikan kasir dengan pin nama di salah satu bagian atas bajunya.

Akhirnya meskipun lelah, tetapi ia mendapatkan apa yang dicari. Walaupun ia harus rela pulang kerja berkelana ke seisi mall seorang diri demi menemukan sebuah kado untuk Alesha Kartika, adik perempuannya yang tahun ini sudah menginjak usia 19 tahun. Gadis itu berlalu dari lantai empat pusat perbelanjaan ternama di Jakarta. Ia turun, melalui beberapa gerai emas yang berada di lantai dua mall tersebut. Tiba-tiba langkahnya tertahan ketika ia mendengar seseorang memanggilnya dari salah satu toko perhiasan.

Cinta menengok, setengah terkejut namun kembali ia imbangi dirinya. Gadis itu berhasil mengendalikan perasaan di hatinya yang tengah berdesir. Lelaki dengan tinggi 175 cm itu setengah berlari ke arahnya. Matanya yang teduh berhasil membuat Cinta kembali merasa gugup. Pipinya memerah menatap salah satu ciptaan Tuhan yang begitu indah. Desiran di hatinya semakin terasa ketika lelaki itu sekarang berada di sebelahnya.

“Ngapain?” ucap Angga membuka obrolan.

Lihat selengkapnya