Cinta termenung dalam duduknya. Kedua tangannya mendekap sebuah bantal merah berbentuk hati. Tatapannya kosong ke arah luar jendela. Dari luar, hujan mengguyur bumi. Derasnya air disertai suara petir yang kencang ternyata tidak mampu memecah lamunan gadis itu.
Angan Cinta melayang ke masa lalu bagaikan terbawa angin. Masa kuliah. Pertemuan pertamanya dan Angga yang mustahil bisa ia lupakan begitu saja. Empat tahun lalu, seorang remaja perempuan dengan kaos lengan pendek serta luaran berupa kemeja berwarna abu-abu yang sengaja dibiarkan terbuka tanpa dikancing. Ketika itu, awan gelap tampak menutup langit. Gerimis-gerimis kecil pun berjatuhan disertai hembusan angin yang cukup kencang. Gadis dengan penampilan sederhana itu setengah berlari menuju halte yang berada tidak jauh dari gerbang kampus. Perempuan yang rambutnya selalu dibiarkan tergerai itu menatap laju kendaraan dengan gelisah. Sudah hampir setengah jam ia menunggu, namun angkutan umum yang biasa ia tumpangi tidak kunjung datang. Kemungkinan terjebak macet adalah salah satu penyebabnya selain karena armada kendaraan umum itu sudah jarang. Gadis itu mendongak, menatap butir gerimis yang terlihat berubah menjadi rintik hujan. Ia makin khawatir. Beberapa mahasiswi yang tadi duduk di halte pun satu persatu sudah masuk ke angkutan lain dengan arah berbeda dengan gadis itu. Mereka meninggalkannya seorang diri. Lelah menanti dengan situasi yang tidak memungkinkan, gadis itu nekat. Ia hendak berjalan sampai pertigaan yang jauhnya kira-kira dua kilometer. Disana biasanya banyak angkutan lagi menuju rumahnya. Namun baru beberapa langkah ia berjalan, gadis itu terperanjat dengan suara klakson motor yang berada tepat di belakangnya. Gadis itu menengok, dan mendapati seorang pemuda seusianya tersenyum lebar menatapnya. Lesung pipi kecil memperlihatkan bahwa ia adalah cowok yang cukup ramah. Ia adalah Angga Nugroho, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dengan prodi Ilmu Komunikasi. Seorang remaja cowok yang tidak lain adalah teman sekelasnya.
“Udah sini bareng,” ucapnya menawarkan bantuan. Ia tersenyum menampilkan lagi lesung kecil di ujung bibir.
Cinta menggeleng. “Terimakasih, tapi nggak usah.” Gadis itu menolak dengan ramah, lalu berbalik memunggungi cowok itu. Ia berjalan pelan.