Cinta melemparkan tas jinjing berwarna hijau tosca ke atas kasur dengan sprei berwarna biru laut. Ia menghela napas, lalu merenggangkan tubuhnya perlahan. Gadis itu menjatuhkan dirinya di tepi tempat tidur. Lelah sekali rasanya. Ia membiarkan matanya terpejam, menghilangkan perih yang masih menempel di bola matanya. Gadis itu sampai tertidur dalam posisi duduk.
Tidak perlu menunggu waktu lama untuk seorang Cinta Kanaya mendapatkan pekerjaan pasca hari kelulusannya. Hanya tiga hari setelah wisuda, gadis itu sudah berjalan dari satu kantor ke kantor lain. Membawa amplop cokelat dan menitipkannya pada tempat-tempat yang ia datangi. Seiring dengan pengalaman yang ia miliki, tentu cukup mudah bagi cewek yang memiliki tinggi bak model itu mendapatkan sebuah pekerjaan. Ya, Cinta memang sejak kuliah sudah mandiri. Ia bekerja paruh waktu sebagai copywriter di sebuah media cetak. Sesuai dengan bakat yang gadis itu tekuni, ia mampu bekerja secara professional. Namun, ia memutuskan berhenti dari kantor media tersebut ketika ia menjadi mahasiswi tingkat akhir. Kesibukan yang begitu padat menjadi salah satu alasannya. Mengingat jam terbang gadis itu, memang sudah wajar jika ia langsung mendapat panggilan telepon dari sebuah perusahaan besar yang berada di Jakarta selang beberapa hari setelah ia menitipkan amplop lamaran. Cinta bahkan mendapatkan posisi lebih, yaitu seorang editor.
Cinta mendengus kesal begitu dering ponselnya berbunyi. Dengan mata yang masih tertutup, ia menarik tas hijau tosca dengan hiasan rantai emas di bagian sisinya itu. Beruntung letaknya memang tidak jauh dari tempat ia duduk. Dengan susah payah, tangan sebelah kirinya mencari-cari suara yang berasal dari handphone miliknya di dalam tas tersebut Sejurus kemudian, ia menarik benda itu, bersamaan dengan kedua mata yang ia kerjapkan. Cinta menekan layar yang menampilkan gambar telepon berwarna hijau, lalu menempelkannya di telinga.
“Cinta, kamu di rumah?” suara khas bernada ceria di ujung sana langsung dapat ia tebak. Pasti itu adalah Ainsley, sahabatnya.
“Ya, ada sih,” jawabnya bermalas-malasan. “Kamu kok ganti nomor sih Ains?”
“Iya, handphone aku yang lama jatuh di kamar mandi. Ini nomor baru. Udah ya aku otw. Bye.” Sedetik kemudian panggilan berakhir. Cinta mengerjap heran. Lalu meletakkan ponselnya di atas meja yang terdapat di sebelah sisi tempat tidur yang masih berbahan kayu sebagai penopangnya.
***