Kejahatan yang Sempurna

Maureen Fatma
Chapter #10

Maria

“Kau seperti kuda, Maria. Kuda betina.”

“Lalu kau apa? Manusia gila yang menyetubuhi kuda betina?”


Maria terbangun. Dia sudah di sofa panjang berhimpitan dengan Ragil. Kulit tubuh mereka lengket oleh keringat. Maria mengernyit saat bangkit, mengira dirinya akan lumpuh sebab pinggulnya terasa amat pegal. Percintaannya semalam bersama adik sepupu sendiri benar-benar dahsyat, brutal, menjijikan, dan mengingatnya membuat Maria mual. 

Hampir saja mereka menjatuhkan akuarium ikan cupang setelah tak cukup puas menggeser gelas-gelas kaca di atas meja makan hingga jatuh dan belingnya berceceran. Ditatapnya Ragil yang ketiduran karena kelelahan. Entah mengapa Maria sebal. Pria itu telah membuat pinggulnya sakit sampai susah berjalan. Dasar! Berapa kali dalam seminggu pria itu sanggup masturbasi? Maria mendesis. Sudah sepatutnya Maria mengganjarnya dengan menggeser beberapa pecahan gelas ke bawah sofa. Semoga Ragil menginjaknya ketika bangun. 

Dengan tertatih-tatih Maria berjalan menuju ke lemari es. Sial. Malam yang sial. Sudah digarap habis oleh pria berusia lima tahun lebih muda darinya, Maria tidak pula menemukan minuman dingin di lemari es pria itu. Maria mesti berjalan lagi ke dispenser air minum. Bodohnya dia berjalan kembali ke lemari es, barangkali ada es batu. 

Ragil gemar memasak. Jadi wajar saja, ia membangun rumah minimalis dengan dapur yang dilengkapi lemari pendingin besar. Maria membuka pintu atas lemari es empat pintu. Dari tempat itu Maria mendapatkan butiran es batu untuk diisikan ke gelasnya. Alangkah terkejutnya dia setelah butiran es mendinginkan tenggorokannya. Maria baru sadar bahwa di dalam lemari es, Ragil menyimpan banyak sekali bahan makanan. Pasti pria itu pemuja film apocalypse, terka Maria.

Satu diantara banyaknya bahan makanan di sana terlihat mengerikan. Itu jantung. Secara anatomi bentuknya seperti jantung manusia, diletakkan di atas piring berlapis plastik wrap. Pembuluh darah pada jantung tampak terpotong rapi. Tapi jantung apa yang sebesar kepalan tangan manusia. Babi? Maria semakin mual. 

Segera Maria menutup pintu lemari es. Beralih ke permukaan meja dapur. Ragil meletakan Ponsel miliknya tidak jauh dari tungku kompor. Ponsel itu bergetar. Mata Maria mampu menjangkau layar ponsel itu. Sebuah pesan masuk. Notifikasinya tertulis “Akio forensik”. Sebagian pesannya berbunyi, “kapan kau akan memasak jantung kor—” Kelanjutan isi dari pesan itu tak terbaca oleh Maria. Jika sulit baginya mengendalikan rasa penasarannya tentang pesan itu, tentang pengirimnya, tentang benda sebesar kepalan manusia di lemari es, tentang ada tidaknya hubungan semua itu, Maria perlu membuka ponsel Ragil. 

Maria coba membukanya. Namun, ponsel Ragil terkunci. Sejenak ia berpikir. Bagaimana dengan nomor sandi rumah ini? Maria tak sengaja melihat Ragil membuka kunci pintar rumahnya menggunakan enam digit angka. Dalam satu kali upaya, ponsel itu berhasil Maria bobol. Bing! Ini kebiasaan mematikan. Dengan memelihara ketololan macam ini, Maria bisa mencoba memindahkan semua uang di rekening Ragil ke rekeningnya sendiri. Beruntungnya, Maria bukan pencuri. 

Pertama, akun “Akio forensik” menampilkan foto pengguna yang sama dengan Akio anak polisi kepala yang batal bertunangan dengannya. Asal tahu saja, Maria menyimpan kontaknya. Kedua, apa hubungan antara Ragil dengan Akio spesialis patologi hingga keduanya punya banyak riwayat obrolan yang sengaja dihapus? Ketiga, kalimat tanya “kapan kau akan memasak jantung koruptor?” apa maknanya? Maria pikir itu kalimat yang mengandung makna. Keempat, jantung beku di lemari es Ragil sungguh mengganggu pikirannya.

Ragil masih terkapar lelah di atas sofa panjang. Mendadak Maria bergidik membayangkan pria itu bangun dan mencurigai Maria tahu segalanya. Segala yang Maria persepsikan sendiri. Maria lekas mengenakan kembali semua pakaian luarnya. Pukul tiga pagi, ia berhasil keluar dari rumah Ragil. Tak peduli beberapa makhluk halus mengintainya dari balik pohon-pohon bambu. Tak peduli dingin menyusup ke pakaiannya yang tipis. Maria berjalan seorang diri menuju jalan aspal. Nyatanya, perasaannya lebih nyaman setelah menjauhi rumah Ragil. 

Di perjalanan pulang naik taksi, Maria berbelok, tak jadi minta diantar ke rumah budenya. Maria minta turun di pemakaman umum. Taksi meninggalkannya seorang diri di bawah gapura pemakaman umum. Di sana Maria melihat sekop tergeletak dekat bangunan kecil tempat penyimpanan keranda. Sekop itu lalu dibawanya dengan diseret sebab pinggulnya masih sakit, dan dia harus menyimpan tenaganya untuk nanti tiba di makam papanya.

 Sebulan yang lalu papanya ditimbun di bawah sini, di bawah gundukan tanah yang ditumbuhi rumput yang terlihat masih baru. Maria ingin tahu seperti apa tubuh papanya sekarang. Sampai mana belatung menggerogoti tubuhnya. Dengan sekop di tangannya Maria mulai menggali. 

Jangan lupakan bahwa Maria seorang atlet. Kekuatan dan daya tahan tubuhnya sangat baik. Maria menggali tanpa sebentar-sebentar istirahat. Ketika matahari tepat di atas kepala, itu artinya sudah 4 jam sejak dia mulai menggali, sekop Maria akhirnya membentur peti mati papanya. Ini dia peti mati seharga ratusan juta. Pantang orang kaya dikubur dalam peti mati murah. 

Maria mencukilnya. Berat dan bau busuk merembet keluar dari celah penutup peti. Dua hal itu terlupakan oleh Maria. Ketika telah berhasil membuka seluruh penutup peti mati, Maria melihat koloni belatung membangun kerajaan di tubuh papanya. Tangis Maria pecah. Kini ia sepenuhnya sadar papanya benar-benar mati dan membusuk, bukan seperti pikirannya yang selama ini menipu perasaannya dengan menganggap papanya hanya dinas ke luar kota barang sebulan-dua bulan. 

 Perlahan Maria membuka kancing kemeja papanya. Cairan paling busuk telah membasahi kemeja itu. Bergetar tangannya. Bergetar pula hatinya. Ia tetap harus melanjutkan kegiatan ini demi memastikan sesuatu. Kulit di tubuh papanya telah menghitam akan tetapi Maria masih dapat melihat jahitan memanjang bekas autopsi di bagian dada. Maria merobeknya perlahan menggunakan jari-jari tangannya. Beberapa belatung merambat naik ke tangan Maria. 

Lihat selengkapnya