DI DUNIA ini preman saja berbisnis. Mereka membentuk organisasi yang berspesialisasi dalam bisnis haram dan ilegal macam perdagangan narkotika, prostitusi, jasa pembunuh bayaran, hingga perdagangan manusia. Ah, satu lagi, mereka merambah menjadi perpanjangan tangan bos mafia judi online yang sebenarnya. Lembaga kriminal tertua di dunia ada di Jepang. Yakuza, namanya. Di Amerika Serikat ada Mafia Italia-Amerika. Masih di benua yang sama, Meksiko punya kelompok sindikat kriminal bernama Los Zetas.
Hampir semua negara pasti memiliki kelompok-kelompok penjahat. Kalau di Amerika, organisasi mafianya berbasis pada keluarga sebab mereka menganggap keluarga sebagai sumber kepercayaan dengan loyalitas paling kuat. Sementara di sini, preman “kalengan” tumbuh subur sebab ada yang memeliharanya. Mereka bahkan punya bagan kerja sama dengan para pelaku kepentingan seperti disewa untuk melakukan berbagai hal kotor.
Tidak semua kelompok preman kebagian proyek begituan. Geng Malik Kembul, salah satunya. Geng Malik Kembul menguasai kawasan parkir Pasar Ikan. Selentingan terdengar bahwa Malik Kembul dan anggotanya telah menduduki salah satu lantai di apartemen yang dekat dengan Pasar Ikan dan menjadikan tempat itu sebagai markas mereka saat ini. Selain menguasai lahan parkir di Pasar Ikan, Malik Kembul CS juga berbisnis jasa penagih utang dan penadah mobil-mobil curian. Mereka begitu berani dan terangan-terangan karena mendapat bekingan oknum daerah setempat. Membuat siapa pun pengusaha rental yang tahu mobilnya dicuri dan terlanjur masuk ke kawasan itu lebih memilih mengikhlaskannya daripada berurusan panjang dengan Malik Kembul CS.
Dahulu, jauh sebelum Sutejo di penjara, Malik Kembul adalah musuh Sutejo. Malik Kembullah yang merontokkan deretan gigi bawah Sutejo dalam sebuah perkelahian sengit memperebutkan kekuasaan. Sutejo kalah, tapi besoknya Malik Kembul yang kalah. Begitu seterusnya hingga keduanya menjadi sahabat. Sangking dekatnya mereka, Malik Kembul sampai pernah bilang, kalau anak Sutejo juga anak Malik Kembul. Jadi, sudah berapa bapak yang dimiliki Ragil sekarang?
Seorang pria botak berbadan gendut mengantar Ragil menemui Malik Kembul. Mereka naik ke lantai empat gedung apartemen menggunakan lift. Lalu lanjut satu lantai menggunakan tangga. Kata pria botak, beginilah mereka saban hari. Lift tidak menyediakan tombol untuk ke lantai lima karena seluruh unit di lantai lima sudah dimiliki oleh Malik Kembul.
“Di situ akan jadi kantor bapakmu. Belum tahu bagaimana kelanjutannya. Bapakmu saja masih dipenjara. Sebenarnya kami bisa saja membantunya keluar dari penjara tapi bapakmu tidak mau.” Pria gendut menunjuk sebuah ruangan sambil tetap mengajaknya terus berjalan melewati koridor.
Mereka sampai di depan pintu yang bertuliskan “Malik Kembul”. Ditulis hanya dengan menggunakan gesekan benda tajam tapi rapi. Boleh dibilang sangat berseni karena mungkin untuk menulisnya Malik Kembul mempekerjakan seniman grafiti. Pria gendut kemudian mengetuk pintu lalu pria lain berbadan penuh otot dan tato membukakan pintu dari dalam. Ragil menduga pastilah pria itu bukan Malik Kembul. Orang itu masih bagian dari pelayan Malik Kembul. Ragil membayangkan Malik Kembul berperawakan kurus, pendek dengan muka songong, atau kalau dia bukan asli dari suku Jawa, wajahnya pasti khas suku-suku Timor.
“Putra Sutejo,” kata pria gendut memberitahu dengan siapa ia datang.
Pria penuh otot menatap Ragil. Menimbang apakah ada lekukan dari wajah Ragil yang dirasa mirip dengan Sutejo. Kemudian terdengar suara rendah menginterupsi dari balik tembok. Tampaknya pemilik suara rendah tak sabar membiarkan Ragil masuk. Seketika pria berotot patuh dengan mempersilakan Ragil masuk.
Bau asap rokok menohok hidung begitu memasuki ruangan Malik kembul, bahkan saat tak seorang pun terlihat sedang merokok. Ragil yakin Malik Kembul sosok yang keranjingan merokok. Barangkali setahun lamanya partikel asap dari rokoknya mengendap di permukaan semua benda di dalam sini. Terlebih ruangan ini hanya punya satu jendela kecil yang menyiku di sudut ruangan. Ragil rasa tempat ini bisa membunuh bayi dalam waktu sehari.
Ruangan Malik Kembul tampak beres tapi juga tampak tidak. Segalanya tertata rapi, selain buku. Banyak buku di mana-mana. Masak iya, preman suka baca buku. Pasti buku itu milik istri Malik Kembul atau anak Malik Kembul, atau anjing Malik Kembul. Tapi Ragil salah. Buku-buku yang berserakan itu benar milik Malik Kembul seorang.
Ragil mengintip beberapa judul buku. Sekiranya buku macam apa yang banyak dibaca seorang preman. Oh, buku nonfiksi. Aromanya buku kiri semua. Pantas. Rasanya ia ingin duduk membaca beberapa buku incarannya dan melewatkan alasannya datang kemari. Tunggu, Ragil menemukan kilau warna kuning di tumpukan buku paling atas. Rupanya ada satu karya fiksi milik Orwell: Animal Farm, terang sekali dengan sampul warna kuningnya.
Azh … buku itu mengingatkannya pada sebuah lagu yang dinyanyikan oleh seekor babi yang diceritakan di dalamnya. Tentang seperti apa bumi ketika manusia lenyap. Tak cuma berhasil menyihir para binatang di Peternakan Manor tapi juga berhasil mengilhami mereka. Adapun begini lirik lagunya:
Beasts of England, Beasts of Ireland
Beasts of ev′ry land and clime
Hearken to my joyful tidings
Of the golden future time
Soon or late the day is coming
Tyrant man shall lose his throne
And the fruitful fields of England
Shall be trod by beasts alone
Rings shall vanish from our noses
And the harness from our back
Bit and spur shall rust forever
Cruel whips no more shall crack
Riches more than mind can picture
Wheat and barley, oats and hay
Clover, beans, and mangold wurzels
Shall be ours upon that day
Bright will shine the fields of England
Purer shall its waters be