KEJORA

Lebah Bergantung
Chapter #3

Awal Jumpa #3

Pagi-pagi sekali Zora berjalan dengan cepat menuju pasar pagi di dekat rumahnya. Sebuah sweater sudah melekat rapat membungkus tubuhnya. Di tangannya ada sebuah sangkek berisi bermacam-macam jajanan basah dan kering buatan sang bibi. Itu semua akan dititipkannya pada teman sang ibu. 

Mentari pagi sudah mulai mengintip dari balik gunung di sebelah timur. Pancaran sinarnya menghangatkan bumi dan seisinya. Zora berlari kecil dengan tergesa-gesa. Ia memburu waktu untuk segera pergi ke sekolah. Meski jam masih menunjukkan pukul enam lewat, ia merasa ini sudah sangat siang. 

Langkah kaki yang cepat. Diiringi dengan deru napas yang memburu dan pandangan mata yang jatuh ke bawah. Membuatnya kurang konsentrasi saat berbelok arah. Sebuah motor dengan laju lambat hampir saja menabraknya. Pada situasi ini, refleksi anggota tubuh bekerja dengan kilat dan segera menghindari. Zora ambruk di pinggir jalan. Meski tidak sedikitpun badan motor mengenainya, keterkejutannya membuat ia tersungkur begitu saja. 

"Astaghfirullah!!" pekik sang pengendara motor. Ia segera turun dari motornya dan menghampiri Zora. 

"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya pada Zora yang berusaha berdiri. 

"Nggak apa-apa apanya? Liat nih! Baju saya kotor dan punggung tangan saya lecet kegores aspal. Belum lagi waktu yang terlewat sia-sia. Bawa motor pelan-pelan dong, Mas!" ocehnya segera berdiri dan memasang wajah kesal.

"Astaghfirullah ... sabar ...." Pemuda berjaket cokelat itu bergumam dalam hati. 

"Boleh saya lihat lukanya?" 

"Nggak usah, nggak perlu!"

Zora melangkah pergi, namun nahas, lagi-lagi ia tidak melihat jalan dengan teliti. Kaki kanannya tergelincir sebab menginjak jalanan yang bolong. Ia kembali tersungkur tepat di hadapan sang pemuda. 

"Aduuuuuh ... " jeritnya sambil memegangi pergelangan kakinya yang terkilir. 

Pemuda berjaket itu kembali menghampiri Zora. Tanpa menunggu persetujuan gadis itu, ia memapah Zora berdiri. "Naiklah!" perintahnya pada Zora yang masih mencoba berdiri dengan memegangi lututnya.

"Nggak, makasih! Saya bisa pulang sendiri!" Gadis itu masih bersikukuh. 

"Tapi, kaki kamu keseleo gitu. Yakin mau pulang sambil nahan sakit?" 

"Yakin!" katanya melangkahkan kaki. Ia meringis kesakitan. Namun tidak mau orang itu melihat kelemahannya lantas kembali berjalan. 

Baru lima langkah Zora berjalan, ia terhenti. Raut wajahnya menampilkan kekesalan. Terlebih pemuda itu kembali memaksanya naik dan mengantar pulang. Pada akhirnya, Zora menyetujui. Kakinya yang sudah mulai terasa ngilu, tidak mungkin juga dipaksakan untuk berjalan. Sedangkan jarak yang mesti ditempuh masih lumayan jauh. 

"Berhenti di sini aja!" titahnya saat sampai di depan gerbang.  

Remaja itu turun dari motor tanpa mengucapkan terima kasih sekalipun. Sedangkan si pemuda juga ikut turun dan membuka helm yang sejak tadi membubgkus kepalanya. Ia membuntuti langkah Zora yang nampak terseok itu. 

Merasa ada yang mengikuti, Zora menoleh ke belakang. Ia terkejut saat tahu pemuda itu sudah berada tepat di belakangnya dengan jarak yang dekat. Matanya membulat sempurna saat tahu wajah pemuda yang tertutup helm itu begitu berbeda. Tidak seperti yang dia bayangkan sebelumnya, wajah itu begitu asing dalam arti tidak seperti wajah pribumi seperti umumnya. 

"Mukanya Korea banget. Ini seperti mimpi!" Zora membatin. 

"Maaf, saya hanya memastikan kamu baik-baik aja!" ucapnya twnpa menunggu Zora bertanya terlebih dahulu.

"Mas-nya ngapain ikut masuk segala?" papar Zora mendengkus kesal. 

Lihat selengkapnya