Hawa panas terasa sampai ke tenggorokan, membuat dahaga dan ingin segera dialiri air sejuk. Bunga-bunga di taman pun nampak layu, sebab terik mentari begitu dahsyatnya hari ini. Tak ubahnya bunga yang tampak loyo, gadis manis berkerudung putih ini juga terlihat kehabisan tenaga. Tubuhnya lunglai saat pelajaran baru saja dimulai.
"Kamu demam, Ra. Batalin aja ya, puasanya!" bujuk Andin. Ia nampak sangat cemas melihat wajah Zora begitu pucat pasi.
Zora menggeleng pelan. Ia hanya pusing sedikit. Ia bangkit dan mencoba duduk menyender di bahu ranjang UKS. Andin yang menyadari, segera membantu mengganjal bantal pada punggungnya.
"Wajah kamu pucet banget, Ra. Apa nggak sebaiknya--"
"Aku nggak apa-apa kok, Ndin!" potongnya pada kata-kata Andin.
"Maafin aku, ya. Semalem ngajak kamu ngobrol sampai larut," sesalnya menundukkan kepala.
Zora tersenyum, ia tahu, tubuhnya tidak bisa diajak begadang terlalu larut. Akan tetapi, ia juga rindu bisa bercengkrama dan melupakan masalah peliknya sejenak dengan mendengarkan cerita-cerita konyol Andin. Semua itu teramat menghiburnya, meskipun ia tahu, jauh di lubuk hatinya, belum menemukan apa itu bahagia, meskipun ia tertawa.
"Kejora, masih kuat melanjutkan pelajaran?" tanya salah satu guru yang baru saja datang.
Gadis itu memberikan anggukan cepat. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk menimba ilmu di sekolah ini. Apalagi teringat akan pengorbanan sang ibu, yang dengan susah payah mencari uang demi kelanjutan sekolahnya. Bagaimanapun keadaannya, ia harus tetap kuat belajar.
"Baiklah, istirahatlah sampai jam pertama habis. Setelahnya, kembali ke kelas."
"Andin, kamu kembali ke kelas, biarkan Kejora beristirahat, mengerti?"
"Baik, Bu." Andin dan Zora menjawab serempak.
Ibu Guru berkacamata itu lantas melangkah pergi dengan langkah tegapnya. Diikuti Andin yang juga beranjak dan kembali ke kelasnya. Meninggalkan Zora sendiri.
Belum lama Zora terlelap,tapi bunyi bel penanda pergantian pelajaran sudah berdentang kencang, membangunkannya seketika. Saat maniknya terbuka, gadis itu terhenyak dengan pemandangan yang membuatnya bingung sendiri.
"Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?" tanya seseorang yang tengah duduk di sebelah ranjangnya.
Sejenak Zora tidak menjawab, ia masih terpaku dengan keberadaan sosok itu. Ia menduga-duga, apakah selama ia beristirahat, ada yang menungguinya? Ekor matanya seolah enggan terlepas dan terus menyorot pada sosok itu. Berbagai asumsi turut mengisi benaknya kini.
"Kejora, kamu baik-baik saja, kan?" tanyanya lagi.
"Eh, iya. Anu, saya sudah mendingan, Pak." Zora segera duduk dan membereskan selimut yang sedikit berantakan.
"Apa Bapak sejak tadi ... di sini?" Ragu-ragu Zora mempertanyakan itu.
"Oh, enggak. Kebetulan saya melihat kamu pingsan tadi pagi, dan saya cuma memastikan kamu baik-baik saja," terangnya dengan lugas.
Zora merasa malu sendiri, ia sempat berpikiran aneh-aneh. Terlebih, guru baru itu terlihat muda dan wajahnya tidak begitu asing di matanya. Ia juga sering merasa, guru itu sering memperhatikannya. Rasanya aneh saja. Namun, perasaan aneh itu selalu ia coba tepis.
"Karena kamu sudah baikan, saya akan kembali mengajar. Jaga kesehatanmu, ya. Sebentar lagi ujian, jadi jangan sampai sakit, oke!" ucapnya sambil menyungging senyum. Kemudian beranjak pergi meninggalkan Zora yang belum sempat membalas ucapannya.
Sejenak gadis itu termenung, bila dipikir-pikir, perhatian semua guru terhadapnya sama. Akan tetapi, kenapa perhatian sang guru baru itu membuatnya hampir terlena. Apa karena wajah tampannya? Atau ... kenapa ia merasa perhatian itu sangat berlebihan?
Dengan cepat ia membereskan ranjang kecil yang semula menjadi tempat istirahatnya. Tanpa menunggu lama pula, ia berjalan menuju kelas. Ia tidak mau tertinggal pelajaran. Waktu belajar tinggal beberapa minggu lagi, selanjutnya hanya akan ada UTS dan ujian-ujian kelulusan.
Kegiatan belajar mengajar terlaksana sebagaimana mestinya. Zora pun mengucap syukur, sebab, meskipun pusing di kepalanya masih ada, ia masih kuat sampai tuntas di jam terakhir. Langkah pelannya terhenti saat seorang guru memanggil dan menyuruh pergi ke ruangan TU. Gadis itu sudah menebak apa yang akan terjadi, ia juga sudah menyiapkan mental dan juga jawaban untuk semua pertanyaan yang terlontar untuknya nanti.