Kematian Nimo adalah hal yang buruk untuk Lutfiah, karena gadis tersebut selalu merasa diawasi oleh sesuatu. Namun, tak dapat ia lihat, sedikit kecurigaan mengarah ke mantan kekasihnya itu-Nimo-apakah arwahnya melanglang buana di dunia ini?
Entahlah ... Lutfiah selalu merasa tidak tenang dalam menjalani kesehariannya, apalagi ketika ia dekat dengan seorang pria secara tidak sengaja, maka ... sesuatu akan menimpa mereka.
Kematian Nimo telah berlangsung lama, tapi jejak pria itu masih saja terasa, bahkan sampai membuat Lutfiah sering menangis karena lelah terus merasa diawasi.
Bermula dari reruntuhan tersebut yang meremukkan badan Nimo. Lutfiah berteriak 'tolong', orang-orang pun datang dengan wajah yang tidak menyangka sekaligus terkejut saat melihat sebuah darah di tangan Lutfiah.
"Tolong bantu aku mengangkat bebatuan ini!"
Orang-orang pun turut membantu, setelah semuanya telah dipindahkan, terpampanglah badan Nimo yang sudah tidak beraturan, wajahnya hancur tak dikenali, semakin membuat Lutfiah terjerit-jerit.
"Ada apa ini?" Seorang guru datang dan menyaksikan kejadian di depannya, setelah menyahutkan pertanyaan.
"Nimo menyelamatkan saya dari reruntuhan, Pak, tetapi ... dia yang terkena imbasnya," jawab Lutfiah, dengan kelirihan di akhir kalimat. Semuanya tentu emosional, tetapi, perlahan surut ketika mereka mengembalikan semuanya kepada yang kuasa, bahwa ini adalah waktu Nimo untuk menghadap kepada-Nya.
Lutfiah menatap tangannya, ia semakin menangis ketika darah Nimo masih melekat di sana, dengan segera, ia mengambil salah satu tisyu milik siswa dan mengusapnya, kemudian menyimpan tisyu tersebut dalam sebuah botol plastik untuk mengabadikan darah tersebut, agar ia dapat melepas rindu hanya dengan melihatnya.
Kejadian tersebut, masih terekam dalam ingatan Lutfiah hingga saat ini, untunglah tisyu yang terdapat darah di sana, masih disimpan oleh dirinya.
"Apakah ini yang membuatku tidak pernah tenang setelah Nimo meninggal dunia? Jika aku membuangnya, pasti tidak ada kenang-kenangan lagi, sementara foto kami dengan sialnya terhapus setelah aku mengembalikan pabrik awal terhadap ponselku, yang sayang sekali, aku lupa untuk mencadangkan data-datanya," gumam Lutfiah, masih setia menatap botol plastik yang berisikan tisyu darah.
Lutfiah tersenyum, dirinya memutuskan untuk tetap menyimpan barang berharga tersebut, karena tak ada lagi kenang-kenangan yang akan mengingat Nimo, bahwa dia pernah ada dalam hidupnya, dan menjadi salah satu bagian terpenting.