Akibat selalu berasal dari sebab. Dia biasanya datang jika kita sendiri lah pemicunya dan itu yang sedang dialami olehku sekarang. Sudah 2 hari, aku tidak bisa pergi ke manapun, hanya berbaring di ranjang saja. Ini semua karena aku yang kehujanan atau lebih tepatnya sengaja berdiridibawah air hujan saat membantu perempuan yang bernama Rura itu. Karena kepalang basah, yasudah aku lanjutkan untuk pulang ke rumah.
Pada saat sampai di rumah, omelan Ibu langsung memenuhi gendang telingaku, ini memang salahku juga jadi aku sangat berhak menerimanya dan tidak mendebatnya sama sekali.
Cukup lama omelan Ibu selesai, aku pun pergi ke dalam kamar untuk berganti pakaian dan akibat dari air hujan itu terjadi dengan cepat sekali. Selesai mengganti pakaian, tubuhku langsung menggigil hebat. Ibu panik melihatku dan langsung memanggil dokter karena demamku yang mendadak tinggi.
Kini sudah 2 hari aku cuma berbaring saja, panasnya memang sudah hilang tapi lemasnya benar-benar tidak menghilang sama sekali. Ingin bangit dari kasur pun rasanya sangat enggan. Bukannya malas, tapi karena benar-benar lemas.
“Kean, kamu belum bilang loh sama Ibu kenapa bisa hujan-hujanan?” tanya Ibu.
Kean adalah nama panggilanku di rumah. Namaku Kaesar Immanuel dan Kean adalah nama kecil yang di pakai oleh keluargaku.
“Ibu bakal percaya, gak?”
Ibu menatapku dengan heran. Setelah berpikir cukup lama sepertinya aku akan menceritakan saja apa yang kurasakan dihari itu pada Ibu. Terserah jika nantinya Ibu akan mentertawakan atau mengejek pun yang penting aku sudah mengungkapkannya.
“Umurku masih 7 tahun kan, Bu?”
“Bulan depan 8 tahun,” ralat Ibu lembut.
“Itu udah besar belum, Bu?”
“Ya lah. Kalau kecil itu kamu pasti belum bisa jalan, belum bisa ngomong dan cerita banyak kaya gini.”
Aku tertawa.
“Nah gitu dong, kan enak Ibu lihatnya. Dari kemarin kamu murung terus. Sepi tahu rumah kamu gak bawel.”
Aku tersenyum lebar sampai mataku menyipit saking lebarnya senyum.
“Ibu, cinta itu apa?”
“Hah?!” Ibu terkejut dengan pertanyaanku itu.
Aku ingin memastikan saja jika yang dirasakan itu cinta. Saat aku menonton tv, orang jatuh cinta itu selalu terpaku pada seseorang dan itu juga yang dirasakan olehku saat melihat Rura.
“Coba ulang pertanyaan kamu, siapa tahu Ibu salah dengar.”
Aku menghela nafas pelan. “Ibu, cinta itu apa?” tanya ulangku pada Ibu, persis seperti tadi.
Ibu kebali diam, namun tak lama kemudian dia tertawa terbahak. Tentu saja aku heran, aku tidak sedang membuat komedi di sini. Semua yang kutanyakan adalah hal serius, namun Ibu malah menanggapinya dengan tawa kencangnya seperti sedang menonton stand up comedy.
“Ibu,” rengekku. Tawa Ibu masih belum berhenti juga. Aku cape menunggu.
“Ya, ya, ya,” jawab Ibu, tapi dia masih saja tertawa pelan di setiap katanya. “Lagian kamu ini, masih kecil kok nanyanya cinta-cintaan. Tau apa kamu tentang cinta?” Ibu malah balik nanya padaku.