Kekasih Impian

Michelia Rynayna
Chapter #3

Rencana Yang Sempurna

Rasa berdebar itu normal dialami manusia, itu menandakan dia hidup. Berdebar berlebihan, mungkin itu terjadi lkarena jatuh cinta, ketakutan, atau sedang menghadapi hal yang menegangkan. Debaran yang kencang itu akibat dari hormon adrenalin yang keluar lebih banyak dalam tubuh. Respon alami tubuh sebagai manusia. Akan aneh rasanya jika debaran kita masih biasa saja saat merasakan sesuatu yang mebuat kita ketakutan atau mengancam nyawa kita.

Sepertinya, adrenalin di dalam tubuhku ini sedang berpacu sangat kuat. Aku baru saja bilang pada Ibu mengenai Rura dan bagaimana perasaanku sejak 9 tahun belakanganku ini. Ibu terkejut mendengarnya, sekarang saja dia masih melotot tajam ke arahku.

“Waw, hebat banget kamu karang cerita Kean.”

Aku menghela nafas berat, aku tidak sedang mengarang cerita.

“Ibu tahu kamu nulis cerita, Kean. Tapi Ibu nggak nyangka kalau imajinasi kamu kali ini ditunjukkan untuk membuat Ibu kesal.”

“Aku nggak becanda, Bu,” rengekku. Saat dengan Ibu aku cenderung seperti anak kecil yang manja dan selalu terbuka dengan Ibu.

Ibu makin menatapku dengan tajam. “Serius kamu?” tanya Ibu dengan sungguh-sungguh.

Aku mengangguk dengan sebal. “Mana mungkin aku bohong, Bu.”

Ibu menggelengkan kepalanya sembari memijat pelipisnya. “Kamu baru aja 17 tahun, Kean. KTP aja kamu baru direkam tadi dan sekarang udah bilang kalau kamu cinta sama seseorang dan itu udah 9 tahun yang lalu.”

Aku mengangguk. “Dulu kan Ibu selalu ajak aku nonton sinetron TV yang kebanyakan tentang cinta-cintaan. Terus, pas aku ketemu dia kejadiannya sama dengan yang aku tonton waktu itu. Pas aku tanya sama Ibu cinta itu apa aku Cuma mau mastiin aja, benar apa nggak yang dirasakan olehku itu cinta, tapi Ibu malah bilang aku gak boleh kenal yang namanya cinta sebelum 17 tahun. Akhirnya, aku urugkan untuk cerita. Sebelum 17 tahun aku tepati janjiku pada Ibu, gak berhubungan dengan yang namanya cinta bahkan mencari tahu tentang cinta atau tonton film tentang cinta pun nggak. Tapi aku selalu kepikiran dia, Bu. Dan di kecamatan tadi, aku melihatnya lagi, debaran itu datang lagi.”

Ibu menundukan kepalanya dan kembali memijatnya. Cukup lama Ibu berada di posisi seperti itu hingga akhirnya Ibu kembali mengangkat kepalanya.

“Gini deh, kamu masih kelas 2 SMA dan mau naik kelas 3 SMA, kan?”

Aku mengangguk.

“Ibu mau kamu pikir-pikir lagi tentang dia yang kamu ceritakan sama Ibu. Bukan Ibu nggak percaya sama kamu. Tapi permintaan kamu ini berat loh, mau langsung nikahin dia. Pernikahan itu bukan permainan dan Ibu mau kamu nikah satu kali seumur hidup dan tetap mencinta wanita itu juga selamanya. Lagipula, nikah saat kamu masih sekolah seperti ini akan kesulitan, Kean.”

“Terus aku harus bagaimana, Bu? Perjalanan pulang tadi aja wajah dia masih jelas didepanku. Sekarang saja yang kulihat lebih banyak dia, bukannya Ibu.”

Sangat terlihat dengan jelas kalau Ibu tersenyum dengan menahan geramannya. Tapi mau bagaimana lagi, itu yang kurasakan.

“Gini aja, pas kuliah semester satu atau dua kamu bilang lagi sama Ibu yang kamu rasain bagaimana, kalau perasaan kamu masih sama, kita cari dia karena gak baik memendam perasaan kepada orang yang belum tentu jadi milik kita tapi jika dia udah nggak ada, ya berarti selama ini kamu cuma penasaran aja.”

“Kok lama, Bu?”

“Oh, atau mau nunggu 9 tahun lagi?”

Aku menggeleng dengan cepat. “Penawaran pertama Ibu udah paling bagus.”

Ibu bangkit dari duduknya dan mengusap puncak kepalaku pelan sebelum berlalu pergi meninggalkanku yang masih diam di ruang keluarga. 9 tahun aku sudah menunggu dan kini aku harus menunggu kurang dari 2 tahun lagi. Tapi aku yakin, kalau Runa adalah cintaku. Aku akan memastikan kalau kita benar-benar akan bersama.

***

Lihat selengkapnya