Suara alarm membuatku tersadar dari mimpi, namun aku masih saja enggan untuk membuka mata, aku senang seperti ini, dengan Runa yang ada di pelukanku. Merasakan tanganku yang mulai diangkat dan hampir menjauh, aku kembali memeluk Runa dengan lebih erat daripada sebelumnya.
“Sebentar saja, Run,” ujarku dengan mata tertutup dan terus mempererat pelukanku kepada Runa.
Tidak ada perlawanan yang aku rasakan dari Runa, aku tentu saja senang akan hal itu, berada di posisi ini benar-benar membuatku begitu nyaman sekali. Lagi-lagi aku lebih mendekatkan diriku pada Runa, tak ingin membuatnya pergi menjauh walaupun sedikit pun.
“Kita bolos aja ya, Run hari ini.”
Aku merasakan gerakan dari Runa. “Nggak, Mas. Hari ini kita ada kuis. Mas sendiri, kan yang bilang gak ada alasan yang pas untuk bolos gitu aja. Apa pun itu.”
Aku bergumam, degan malas, aku pun bangkit dari tidur, diikuti oleh Runa.
“Kapan sih aku ngomong gitu? Kalaupun iya, boleh kutarik aja gak, Run. Aku masih ingin tidur.”
Aku sebenarnya ingat betul, aku selalu mengucapkan hal itu pada Runa saat dia sedang malas untuk kuliah. Tapi ini beneran, kali ini rasanya enggan sekali untukku pergi ke kampus.
Aku kembali membaringkan badanku dengan paha Runa yang menjadi bantalnya. Aku mengangkat tanganku dan mengambil tangan Runa yang sedang menyisir rambutku lalu membawanya turun tepat di jantungku.
Aku menatap Runa dengan lekat. “Jalan perlahan ya, Run. Biar aku saja yang berlari untuk menyusulmu. Jangan berhenti atau pun berbalik, apalagi malah berlari.”
Bisa kulihat dengan jelas, raut kebingungan dari wajah Runa, sepertinya dia masih bingung dengan apa yang aku ucapkan tadi. Aku bangkit dari pangkuan Runa.
“Kita siap-siap sekarang.”
Bisa kulihat dengan jelas kalau Runa mengerjapkan matanya berulang kali, bisa saja dia terkejut karena sedang melamun, namun tak lama kemudian, Runa pun tersenyum dan turun dari kasur untuk menyiapkan pakaian untukku. Aku sendiri, langsung pergi ke kamar mandi untuk bersiap.
Di kamar mandi, senyum tidak pernah luntur dari mulutku. Bisa tidur memeluk Runa tanpa bermain petak umpet sungguh membahagiakan, apalagi aku tidak merasakan keterpaksaan Runa di sana. Sepertinya aku harus lebih sering melakukan hal itu.
***
Karena rasa malas yang sudah aku rasakan tadi pagi, kelanjutan harinya rasa malas tetap ada dalam diri. Bahkan saat pelajaran tadi, aku meilih bangku agak belakang dan di pojok, sehingga aku bisa tidur. Kini pun saat tidak ada jam pelajaran berlangsung, aku mengajak semua teman-temanku untuk ke perpustakaan, untungnya mereka semua setuju.
Di luar perpustakaan, aku melihat sepatu Runa ada di sana, itu berarti Runa ada di dalam.
“Duluan aja,” ujarku pada semua temanku.
Aku pergi ke kursi yang bersebrangan dengan loker tempat penyimpanan tas. Setelah memastikan seua teman-temanku masuk, aku mengeluarkan handphone yang khusus aku gunakan untuk menghubungi Runa, ya, selama ini aku memilki 2 handphone, menimalisir orang mengetahui hal ini, karena handphone milikku sering dipinjam oleh teman-temanku.
Me: lagi di perpus?
Tak lama kemudian, pesan yang kau kirimkan langsung di balas oleh Runa.
Wife: Kok tahu sih, Mas?
Me: Aku di luar perpus, di tempat sepatu ada sepatu kamu.
Wife: Nggak masuk?
Me: Bakal masuk, Cuma sengaja aja di luar dulu.
Wife: Ada apa lagi ke perpus, Mas? Referensi Mas udah banyak loh di rumah.
Me: Mau tidur, beneran deh Run. Hari ini itu aku lagi malas banget, di kelas aja aku tidur.
Wife: Malas hal yang wajar kok, Mas. Aku juga ngalami
Me: Kalau kamu hampir tiap hari malas Run, kayanya hari ini kamu lagi rajin makanya ke perpus.
Wife: Mana ada Mas, aku lagi main game ini. Aku ke perpus Cuma temani Desi buat lihat-lihat skripsi-an kakak tingkat.
Melihat nama Desi mulai disebutkan di sana, membuatku tak ingin lagi berbalas pesan.