Rasa sakit karena mengatakan kalimat perpisahan pada Runa sungguh sangat menguasaiku saat ini, namun seperti yang aku bilang, tidak ada pilihan yang lebih baik dari ini. Di luar pintu, aku menghapus air mataku yang tidak bisa aku tahan lagi.
Hatiku mengambil alih diriku sepenuhnya. Dia hancur karena keputusan yang dengan sangat terpaksa harus aku lakukan. Aku mengeluarkan handphone lalu menaruhnya di telingaku.
“Puas?” tanyaku sambil menahan tangisanku. Desi tidak boleh tahu jika aku menangis dan sedih.
“Tangisan Runa benar-benar kebahagiaan yang nyata buat gue.”
Kalimat kutukan untuk Desi hanya bisa aku ungkapkan dalam hati.
“Lo kesini dan serahin langsung videonya.”
Telepon pun terputus, Desi yang memutuskannya. Aku pergi masuk ke dalam mobil milik Ari. Ari masih setia menungguku dari tadi. Tatapan tajam Ari saat aku masuk berhasil menusuk mataku dan membuatnya tidak bisa menahan air mata lagi.
Bolehkah aku menangis sekarang?
Aku menggelengkan kepala pelan lalu menghapus air mata yang turun ke pipiku dengan kasar.
“Gue akan diam, anggap aja gue patung yang menyediakan sewa bahu gratis.”
Tangisku langsung pecah saat itu juga, tidak peduli lagi Ari akan menertawakanku atau apa, tidak peduli jika orang lain yang menganggapku lemah karena menangis dengan keras seperti ini.
“Berakhir, semuanya udah berakhir, Ri,” ujarku di sela tangisanku.
Aku hanya terus menangis dalam waktu yang cukup lama, menangisi bagaimana buruknya aku dalam menjaga Runa, menangis karena aku tidak bisa lagi bersama Runa dan menangis karena aku yang membuat Runa menangis.
Setelah cukup lama menangis, aku pun mulai bisa mengontrol diri kembali.
“Boleh aku minta satu hal lagi?” tanyaku pada Ari.
Ari mengangguk.
“Tolong jaga Runa untukku, tapi tolong ... jangan buat dia bahagia di depan Desi, jelaskan pelan-pelan padanya karena setelah ini dia akan sangat percaya padamu, Ri.”
Ari diam, tidak menjawab ataupun menggerakan anggota tubuhnya sebagai jawaban.
“Aku mohon....”
Setelah cukup lama diam, Ari mengangguk pelan juga dengan keraguan, aku bisa melihatnya.
“Terimakasih, setidaknya aku sedikit tenang sekarang, Runa mendapatkan seorang teman yang sangat baik seperti kamu. Jaga dia, ya. Masih ada hal yang harus di urus.”
Aku berbalik untuk membuka pintu, namun saat tanganku hendak mendorong pintu, ucapan Ari berhasil menghentikanku.
“Gue temani.”
Aku kembali berbalik menatap Ari lalu menggeleng pelan. “Udah cukup pikiran Lo terbebani mengenai keselamatan keluarga Lo. Sekarang, biar gue yang kelarin ini sendiri, gue jamin ini terakhir kalinya.”
Ya, terakhir kalinya. Aku benar-benar ingin membuat ini selesai. Maksudku, benar-benar selesai.
Aku keluar dari mobil Ari lalu pergi ke luar kawasan ini dengan berjalan kaki, untungnya aku mengetahui jalan pintas sehingga tidak memerlukan waktu yang terlalu lama untukku bisa sampai ke jalan raya dan menemukan tumpangan.
Setelah perjalanan panjang, aku pun sampai di tempat di mana Desi berada, di bangunan yang sama seperti sebelumnya. Aku mengepalkan tanganku dengan erat, ini akan selesai hari ini juga, tekadku benar-benar sudah kuat.