Januari 2014
Pagi ini mentari tak menampakkan diri, bersembunyi di balik awan hitam yang menggumpal di langit. Namun, sinarnya sesekali memancar saat awan memberikan sedikit celah. Meski begitu, tak ada yang dapat ia lakukan selain beredar mengikuti arus waktu dan membiarkan awan hitam menjatuhkan bulir-bulir cairan dingin.
Aku mengerjap beberapa kali demi mengawali hari, lantas mengucek-ucek pelupuk. Usai menguap, tiba-tiba rasanya malas berangkat ke kampus. Jika bersikeras pergi, mungkin hujan akan menerpa tubuhku beberapa waktu ke depan. Namun, demi bisa berkuliah, hujan tidak jadi masalah. Setidaknya ini berlaku hanya untuk diriku yang tak punya aktivitas selain belajar dan membaca buku.
Setelah menyelempangkan tas, kubuka pintu, lalu mengeluarkan motor CB hasil modifikasi almarhum ayahku dulu. Jadi rindu diriku dengan sang ayah. Kuhadiahkan saja doa terbaik untuknya. Aku memang tak punya cukup banyak kenangan bersama pria hebat itu. Yang aku ingat hanya bahwa dirinya adalah pahlawan di dalam keluarga kecil kami sebelum akhirnya aku hidup sebatang kara. Senyumannya yang hangat, sikapnya yang perhatian dan peduli. Itulah yang paling kuingat hingga kini.
Semenjak beliau meninggalkan dunia ini saat aku masih duduk di bangku SMP, aku memutuskan hidup mandiri. Meskipun bibi dan pamanku menawarkan untuk tinggal bersama mereka di luar negeri, aku menolak dengan tegas. Itulah alasan mengapa aku hanya hidup sebatang kara. Paman dan bibiku tak pernah berkunjung. Aku sendiri tidak tahu mereka masih hidup atau sudah berpulang ke hadapan Ilahi. Bahkan aku pun tak pernah mendapat kabar yang jelas tentang mereka berdua.
Sebagai informasi, aku adalah seorang mahasiswa di sebuah universitas swasta di Mataram yang kini tengah menginjak semester dua di jurusan Multimedia. Memotret dan mengedit foto adalah keahlianku. Karena itu, jangan kaget jika membuka akun Facebook-ku, kalian akan menemukan banyak foto yang telah diedit sedemikian rupa. Ah, lupakan tentang Facebook.
Dinginlah yang kurasa di pagi ini meskipun telah membalut tubuh atletisku dengan hoodie berlengan panjang merah maroon. Meskipun tampan, aku tidak punya banyak teman di kampus, pun tak punya kekasih. Itu sudah pasti. Satu-satunya yang dapat kuanggap kekasih hanya buku dan beberapa hobi yang kucintai lebih dari hidup sendiri.
Benar dugaanku, angin yang mengembus dingin memaksa tetesan-tetesan air yang terkandung di dalam sang awan meluncur deras ke seluruh jagat. Meskipun sedari tadi sudah timbul bulir-bulir bening dengan intensitas rendah, tetapi kini lebih dari itu. Bercampur angin pula. Kepalaku celingukan, mata berusaha menemukan sebuah tempat sepi yang cocok dijadikan tempat melindungi tubuh dari terpaan basah yang mengancam.
"Ah, di sana!"
Kutemukan sebuah ruko kosong di kompleks pertokoan. Segera aku membelokkan setang motor, lalu turun dan menambatkan kuda besi tersebut. Tergopoh-gopoh aku berlari ke tempat teduh. Terpaksa, meskipun baru kemarin memandikan si CB, dia harus basah dan kotor hari ini.
Sementara menunggu hujan reda, aku termangu menatap tetes demi tetes air yang jatuh ke bumi sambil bersidekap dan menahan rasa dingin yang mulai menyelinap masuk. Hanya kepalaku yang merasa hangat, tentu karena helm masih bertengger tanpa kulepaskan.
Terkadang aku suka dengan hujan karena bisa membuat fantasi membentuk apa pun sesuka hati dengan suasana yang mereka ciptakan. Aku suka suara hujan yang bergemuruh menerpa seluruh permukaan tanah. Akan tetapi, aku tidak suka saat seseorang membuatku terkejut.
Terhenyak diriku ketika merasa sesuatu menepuk bahu. Dan aku pun kontan menoleh ke sebelah kanan. Seorang perempuan? Kapan dia datang? Kenapa bisa dia ada di sampingku? Sendirian?
"Mas," sapanya, tampak sungkan. Namun, senyumannya merekah. Seolah-olah kehangatan dari kurva itu mengalahkan dingin hujan.
"Ada apa ya, Mbak?" tanyaku, ikut sungkan.
"Itu, bahu sebelah kirinya Mas kena tetesan hujan. Apa nggak kerasa, ya? Atau Mas sengaja, ya?"
Spontan aku menoleh ke kiri. Memang benar, tetesan hujan telah membasahi bahuku di bagian kiri. Itu dikarenakan atap ruko yang bocor. Mengetahui itu, aku bergeser ke kanan agar terhindar dari percikan-percikan air tersebut.