ALDI
“Bahagialah dengan memilikinya. Kenanglah aku, Sahabat. Simpanlah aku di hati, Pujaan Hati. Yang Diiringi, Andre ....”
Kata-kata itu terasa seperti beban yang menimpa hatiku. Setelah membaca surat itu, seakan aku merasakan kehilangan yang sangat dalam. Semua yang terjadi di depan mata, kisah yang tertulis dalam buku harian Andre, seperti sebuah luka yang tak bisa lagi sembuh. Tubuhku seperti kehilangan kekuatan, dan aku jatuh terduduk, tak sanggup lagi menahan rasa yang mengimpit.
Nina di sampingku, wajahnya dibanjiri air mata. Dia tidak bisa berkata apa-apa. Hanya isakan yang terdengar. Kami berdua terdiam, tenggelam dalam perasaan yang tak terungkapkan, saling berbagi kepedihan yang hanya kami berdua yang bisa mengerti.
Beberapa jam sebelumnya ....
“ANDRE! ANDRE!”
Aku menggedor pintu rumah Andre dengan keras. Di belakangku, Nina hanya bisa menangis, tak mampu menahan emosinya. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Andre. Kami sudah mencarinya berbulan-bulan, tapi tidak pernah berhasil menemukannya. Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, seakan lenyap dalam kabut waktu. Aku mengira dia kecewa karena aku kembali dekat dengan Nina, tapi kenyataannya lebih rumit dari itu. Sesuatu yang lebih dalam, sebuah rahasia yang dia sembunyikan dengan rapat.
“Andre, ayolah buka pintu ini! Aku tahu kamu ada di dalam sana!” teriak Nina, suaranya pecah.
“ANDRE! BUKA PINTUNYA! ANDRE!”
Aku terus menggedor pintu dengan segala kekuatan yang aku miliki, tapi tetap saja tak ada jawaban. Aku merasa frustrasi, pikiranku berpacu mencari cara.
“Al! Dobrak aja, Al! Dobrak!” desak Nina, suaranya penuh keputusasaan.
Aku tidak berpikir panjang lagi. Aku mundur beberapa langkah dan mengumpulkan tenaga. Dengan segenap kekuatan, aku menubruk pintu itu, dan dengan suara berderak, pintu pun terbuka.
Kami berjalan masuk ke rumah Andre. Udara di dalam sangat pengap. Tidak ada cahaya yang masuk. Semua ventilasi dan jendela tertutup rapat dengan plastik. Andre seperti berusaha mengasingkan dirinya dari dunia luar.
Saat tiba di depan kamar Andre, kami mendapati pintu kamar juga terkunci dari dalam. Tanpa ragu, aku mendobraknya lagi, kali ini dengan penuh keyakinan.