ALDI
"Bahagialah dengan memilikinya. Kenanglah aku, Sahabat. Simpanlah aku di hati, Pujaan Hati. Yang Diiringi, Andre ...."
Kini, aku tahu rasanya kehilangan semangat hidup. Setelah membaca isi surat dan kisah yang ditulis Andre di buku diary-nya, tubuhku rubuh seketika.
Tidak hanya aku, tetapi Nina bahkan tidak mampu mengucapkan sepatah pun kata. Sedari beberapa waktu yang lalu, wajahnya dibanjiri air mata.
*
Beberapa jam yang lalu.
"ANDRE! ANDRE!"
Aku menggedor pintu rumah Andre berkali-kali. Nina yang ada di belakangku hanya bisa menangis. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada lelaki itu. Dia tidak ingin bertemu kami, lalu menghilang dalam bulan-bulan yang cukup lama. Aku pikir dia kecewa karena aku kembali dekat dengan Nina, tetapi ternyata bukan itu sebabnya. Aku mulai sadar dia menyembunyikan rahasia besar.
"Andre, ayolah buka pintu ini! Aku tahu kamu ada di dalam sana!" teriak Nina, sesenggukan.
"ANDRE! BUKA PINTUNYA! ANDRE!"
Sementara itu, aku terus berusaha menggedor pintu. Bergeming, aku langsung kepikiran untuk mendobraknya.
"Al! Dobrak aja, Al! Dobrak!" desak Nina, tak sabar.
Menuruti perkataan Nina, aku mundur beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang agar bisa mendobrak pintu yang sepertinya terbuat dari kayu yang paten itu.
Saat berhasil mendobraknya dan pintu terbuka, kami berjalan masuk ke kamar Andre. Ruangan itu sangat pengap. Tidak ada cahaya sama sekali. Semua ventilasi dan lubang keluar-masuknya udara yang lain ditutup rapat-rapat dengan plastik.