Hanya gelap yang Christal temukan ketika kesadarannya kembali. Badannya terasa sakit di segala sisi. Dia mencoba untuk membuka mata. Sekejap pandangannya penuh bayangan, berkunang-kunang, berputar-putar, serta cahaya- cahaya silau berkilatan. Kembali, Christal menutup matanya.
Selagi memejamkan mata, Christal mendengar suara ritmis. Suara yang tak asing lagi. Christal teringat suara tempat tidur Mama yang didorong cepat-cepat oleh para suster dan dokter menuju ruang operasi. Suara- suara itu sangat ingin Christal lupakan. Kemudian, indra penciumannya mengendus aroma yang tidak asing. Seperti aroma saat Christal menunggui Mama di ruang perawatan VIP rumah sakit.
Gadis itu mencoba menggerak-gerakkan tangannya. Ujung kakinya juga mulai digerakkan. Namun, sekujur tubuhnya seperti mati rasa. Christal kembali membuka matanya dan kali ini pandangannya sudah jauh lebih jelas.
“Chris,” panggil seorang perempuan di telinga Christal. “Udah mulai sadar, belum? Mau minum atau mau makan dulu?”
“Key.” Telinga Christal mengenali suara itu. “Gue pusing banget, tapi gue harus liat pengumuman SBMPTN.”
Kezia mengambil botol kecil air putih dari nakas untuk sahabatnya. Dia memasukkan sedotan ke dalam botol kecil tersebut. “Nanti dulu. Lo harus bener-bener sadar dulu. Lo makan, setelah itu lo liat pengumuman SBMPTN.”
“Susah, Key.” Christal berusaha membangunkan tubuh- nya. Tangannya dia gerakkan pelan-pelan karena masih terpasang infus. Christal memberikan kode kepada Kezia agar membantunya.
“Yaelah, manja banget. Lo manusia biasa, plis, bukan tuan putri. Enggak usah lebay segala minta dibangunin kalau bisa bangun sendiri.”
“Ye, ini kan gue sakit beneran!” Akhirnya Christal berhasil bangun, pandangan matanya mulai membaik dan semakin jelas. “Papa mana?”
“Bokap lo khawatir banget, Chris. Gue aja sampe sedih liatnya. Jadi, supaya enggak makin heboh, gue nawarin diri buat ngejaga lo biar bokap lo ngopi dulu. Astaga, kantung mata bokap lo udah hitam banget. Kayak kecapekan gitu.”
“Iya, doi baru balik dari Jogja semalam dan belum tidur sama sekali. Sama kayak gue, belum tidur juga dari semalam pas Mama udah enggak ada.”
“Belum tidur gimana? Inget enggak, sih, lo udah pingsan lima kali? Selama pingsan itu, lo tidur terus.” Kezia menggeleng. “Belum siuman juga lo?”
Christal hanya tersenyum sesaat. “Iya, sih, tapi kalau pingsan kan tidurnya enggak nyaman gitu.”
“Oh, iya, maaf ya tadi gue balik duluan selesai nyokap lo dikuburin. Karena yang gue liat, lo mau punya waktu sendiri dulu. Makanya kalau lo udah mendingan, baru deh gue ketemu lo lagi. Udah mendingan belum?”