Tingkat rasa sakit psikis yang dialami oleh Amillum sudah diluar batasannya, ia berjalan tanpa arah dikala hujan mengguyur bumi pasundan dengan derasnya. Sekujur tubuh gadis yang disapa Amy itu terasa bagai tertusuk ribuan jarum, ia gemetar hebat ditemani jantung yang seakan-akan dapat meledak kapanpun juga.
Di bawah basah langit abu-abu, gadis itu menengadahkan pandangannya ke atas awan. Butir bening dari tangisan langit seakan menemaninya berlutut di atas genangan air yang terpencar.
Depresi, itulah hal yang dimiliki Amillum. Sebuah penyakit psikis yang kerap kali dianggap sepele oleh kebanyakan orang. Ntah kenapa banyak sekali stigma yang bermunculan tentang penyakit ini, dimulai dari "Kurang iman", "Kurang bersyukur", "Teman setan" atau pemikiran lainnya yang membuat Depresi dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Amy tidak pernah menginginkan dirinya terdiagnosis Depresi, tetapi faktor lingkungannya yang membuat ia terjebak dengan penyakit tersebut.
Di atas tanah dari taman yang sunyi, Amy terduduk lemas tanpa alas apapun. Seragam SMA yang ia kenakan kini kotor tercampur air hujan dan juga lumpur. Gadis ini menangis tanpa suara, ia memukul keras dadanya lalu menarik kuat rambutnya dengan erangan kecil yang bahkan hampir tidak dapat terjerat oleh telinga.
Ya, di bawah basah langit kelabu, ia menangis sunyi, sendirian-- Mungkin itu yang diharapkan oleh Amy, hingga seorang lelaki berkacamata dengan payung putih muncul, memayungi tubuh Amillum yang terjatuh diatas tanah.
"Amy.." Lelaki tersebut berlutut, mendekati Amy.