Hari itu sekitar pukul setengah delapan pagi dimana burung-burung berkicau merdu dibalik pepohonan rimbun, seorang gadis di atas bangku sekolah menengah atas ini tengah menatap keluar jendela kelasnya-- seperti biasa, ia melamun. Aroma khas hujan yang tercium dengan nikmatnya membuat Amillum tertegun dalam dunianya sendiri.
Amillum Agatha Kartajaya, begitulah nama seorang gadis dengan rambut panjang berwarna hitam legam yang tidak memiliki poni ini. Iris hitam kelamnya hampir setiap hari menatap langit kelabu. Amy-- sapaannya-- Ia tidak begitu peduli dengan pembelajaran membosankan yang tengah diterangkan oleh Pak Syamsul, guru kimianya. Kalian pasti pernah memiliki guru yang apabila menerangkan materi membuat mata mengantuk karena kelembutan suaranya. Ya, Amillum tidak memperhatikan Pak Syamsul bukan karena ia tidak mau, tetapi suara Pak Syamsul yang terlalu kecil untuk dapat terdengar olehnya.
Amillum memiliki sebuah penyakit yang bernama 'Otitis Media Suppurative'-- Penyakit dimana telinga selalu mendengar dengungan keras yang tidak berhenti selama dua puluh empat jam non-stop setiap harinya. Amy nyaris tuli, begitu susah untuk mendengar hingga beberapa orang enggan berbicara dengannya. Hari demi hari, berbagai macam perlakuan yang tidak mengenakan hati selalu ia dapatkan. Ntah bentakan, ledekan, hinaan atau tatapan sinis orang-orang telah didapatkannya selama ini.
Amy tidak mau ambil pusing, gadis ini tidak menghiraukan orang-orang dan lebih memilih untuk menjaga jarak dengan mereka. Amillum sebisa mungkin mengurangi interaksi dengan orang lain. Jika ia melihat segerombolan orang yang menghalangi jalan, Amy lebih memilih untuk memutar balik atau menunggu hingga orang-orang tersebut bubar. Jika ada seseorang yang ingin berbasa basi dengannya, ia lebih memilih untuk sebisa mungkin mempersingkat terjadinya percakapan tersebut. Jika ada yang meledeknya, ia lebih memilih tertawa dan menganggap hal itu sebagai candaan. Gadis ini hanya menginginkan kedamaian, tidak lebih.
"Baiklah anak anak, sebelumnya, bapak ingin memperkenalkan seseorang yang hari ini akan menjadi bagian dari keluarga kecil kita di kelas ini." Ujar Pak Syamsul.
Pernyataan Pak Syamsul sontak membuat seisi kelas kaget. Murid-murid yang sebelumnya diam, kini ribut. Mereka bertanya-tanya seperti apakah wujud murid baru tersebut. Tetapi disisi lain, Amy hanya terdiam. Ia masih asyik memperhatikan rintik hujan yang turun dari langit.
"Silahkan nak Ferrum, masuk." Pak Syamsul melanjutkan.
Seorang lelaki berjaket hitam dengan rambut hitam ikal tersebut mulai memasuki kelas. Ia berdiri dihadapan papan tulis yang tentu saja membuatnya mencuri perhatian siswa dan siswi satu kelas.
"Perkenalkan semua, nama saya Ferrum Triansyah. Saya pindahan dari SMAN 80." Ucap Ferrum singkat.
Ferrum-- Lelaki berkacamata ini memperhatikan seisi kelas dengan seksama. Di bangku terdepan, para siswi terlihat merona seakan kupu-kupu berterbangan dari perut mereka. Ada yang berbisik satu sama lain lalu tertawa kecil melihat Ferrum, ada yang senyam senyum sendiri sambil menatap Ferrum, dan jelas hal itu membuat Ferrum merasa percaya diri bahwa dirinya akan menjadi incaran disini. Sedangkan para siswa, mereka hanya terdiam, tidak ada reaksi berlebihan layaknya para gadis.
Kedatangan Ferrum sejenak mencuri perhatian Amy, tetapi setelah sekilas melihat Ferrum, Amy lantas menguburkan wajahnya keatas bangku. Amillum tidak begitu peduli, ia ingin tidur karena Amy merasa bahwa semua omong kosong ini harus segera berakhir.
"Wah, perkenalannya singkat sekali ya. Tapi tidak apa apa, nanti kalian boleh berkenalan secara personal karena kebetulan sekarang ada rapat guru." Untuk kedua kalinya, ucapan Pak Syamsul membuat seisi kelas menjadi ribut.
Setelah beberapa kalimat penutup juga dengan sebuah perkenalan singkat, Ferrum dipersilahkan untuk mencari kursi, kemudian disusul oleh kepergian Pak Syamsul dari kelas ini. Ferrum sudah mengincar bangku paling belakang, hingga seorang lelaki yang duduk sejajar bersampingan dengan Amy menarik bahunya lalu membuat Ferrum terduduk disitu.
"Bro, duduk disini ya bro." Siswa tersebut memukul ringan bahu Ferrum sebelum pergi ke bangku yang lain. "Akhirnya bisa pindah ke belakang." Gumam murid tersebut.
Ferrum mengerenyitkan dahinya, heran. Ia tidak menjawab, namun matanya tidak bisa lepas dari murid tadi. Suasana kelas yang asing ini membuat Ferrum sedikit tidak nyaman karena seumur hidupnya Ferrum tidak pernah mengalami perpindahan mendadak seperti ini. Ia sedikit beruntung karena memiliki kemampuan bersosialisasi yang baik, mungkin pada awalnya Ferrum akan menjadi mahluk pendiam yang hanya mengamati sekitarnya, tetapi jika sudah menemukan sebuah celah, ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
Tepat ketika pintu kelas ditutup oleh Pak Syamsul, mendadak bangku Ferrum dikerubungi gadis-gadis. Tentu hal ini membuat pandangan Ferrum akhirnya lepas dari murid tadi, dan sekarang ia memperhatikan para siswi lalu tersenyum kepada mereka.
"Eh namamu Ferrum ya? Salam kenal ya. Aku Tina." Seorang gadis mendadak menyambar tangan Ferrum lalu menggoyangkannya dengan sangat kencang.
"Ferrum! Sini kenalan sama aku!" Gadis lain tak ingin kalah.
"Sama aku!"