Kelahiran Kota Lumpur

Mbak Ai
Chapter #10

Bab 10: Rumah Baru

Pindahan selalu membutuhkan banyak tenaga dan persiapan. Setelah mengangkut beberapa kardus ke mobil pick up yang disewa pagi-pagi, Leila dan keluarganya resmi keluar dari pengungsian.

Leila menatap rentetan ruko yang masih berisi banyak orang dengan gundah. Di sebelahnya, Arum sudah menangis meraung-raung tak ingin pergi.

“Mau di sini! Mau main sama Mbak-Mbak relawan!” ungkapnya, tersedu-sedu.

Nunuk berusaha menenangkan putrinya dan membawa masuk ke dalam mobil dengan paksa. Ia juga berpamitan pada para tetangga ruko, mengatakan pindah di sebuah perumahan.

“Mampirlah kapan-kapan,” ucapnya.

“Ya. Kalian hati-hati. Kita juga bakal nyusul pindah secepatnya,” balas beberapa di antara mereka.

Lokasi rumah kontrakan berjarak sekitar empat kilo dari pengungsian. Bertempat di sebuah perumahan sehingga memiliki kultur yang berbeda dengan di dusun dulu.

“Sepi banget, Buk,” celetuk Arum, tak bisa menghentikan rasa penasarannya karena mereka baru melihat satu-dua orang semenjak memindahkan barang-barang ke dalam rumah.

“Perumahan memang lebih sepi daripada di perkampungan,” balas sang ibu sambil membuka kardus berisi peralatan dapur.

Ada senyum yang tak bisa ditutupi saat ibu mengatur kompor, wajan, panci, dan alat lain ke rak. Peralatan itu akhirnya menghirup udara segar setelah dikepung dalam kardus selama berbulan-bulan.

“Beresin kardus mainan sama baju-bajumu,” ucapnya kemudian.

Arum masuk ke dalam kamarnya dengan malas. Masalah membersihkan adalah hal yang paling membosankan bagi anak-anak. Berbeda dengan Leila yang sudah menyusun pakaiannya ke dalam lemari.

Leila bahkan bersenandung selama menyelesaikan pekerjaannya. Ia tak kalah antusias karena akhirnya bisa merapikan pakaiannya lagi di lemari, tanpa harus mengambilnya dalam tumpukan baju di dalam buntelan.

Meskipun di balik kegembiraannya masih ada kesedihan karena ia sangat asing dengan lingkungan ini. Ia bahkan harus berpisah dengan Mira dan Bagas.

“Tenang, kita bisa ketemu di sekolah,” ucap Mira sewaktu mereka saling curhat semalam.

Leila hanya bisa mengangguk lesu. Dalam hati berharap, Mira akan ikut bersamanya ke perumahan.

“Ayo makan!”

Setelah merapikan seluruh pakaian di lemari, membersihkan kamar, dan menyapu rumah. Leila dan keluarganya berkumpul di depan televisi yang baru dipasang Bapak.

“Kartun! Kartun!” Arum berseru nyaring. Ia sudah melompat-lompat saking senangnya bisa melihat televisi lagi.

“Nih! Nih!” Leila memberikan remot kepada Arum daripada adiknya itu terus berteriak dan tak bisa diam.

Kardus-kardus besar bekas barang-barang diambil guna menjadi meja makan dadakan. Menu pertama mereka di rumah baru ini adalah telur dadar, sambal kecap, dan mie instan.

“Makan ini dulu. Ibuk belum sempet belanja.”

Enggeh.”

Makanan mereka memang sederhana, tapi terasa lebih nikmat. Ruangan yang leluasa membuat napas lebih lega daripada saat makan bersama tumpukan kardus di dalam ruko sepetak.

Lihat selengkapnya