Kelahiran Kota Lumpur

Mbak Ai
Chapter #16

Bab 16: Retak

Jam dinding di kamar menunjukkan pukul satu malam saat Leila mendengar suara berisik dari luar. Suara itu memang terdengar samar, tapi cukup untuk membangunkan Leila. Ia pun juga tak tahu kenapa mudah sekali terbangun saat ini ketika biasanya Mira menyerah membangunkannya.

Sebenarnya, Leila ingin kembali melanjutkan tidurnya, tetapi suara yang berisik di luar cukup membuatnya penasaran. Siapa yang masih bangun tengah malam seperti ini?

“Apa jangan-jangan ada hantu?”

Pertanyaan yang tiba-tiba memenuhi kepalanya membuat ia kembali memejamkan matanya erat-erat. Rumah ini adalah rumah tua jadi persentase adanya makhluk halus sangatlah besar. Belum lagi beberapa minggu yang lalu ia baru mengetahui fakta kalau ruang yang selalu terkunci di depan adalah bekas penyimpanan keranda mayat.

Meskipun Leila belum pernah melihat hantu di rumah ini, ia tetap takut karena hawa yang diberikan rumah ini sangat mencekam saat malam hari. Belum lagi kamar di ruang keluarga pertama kosong karena orang tua memilih kamar yang paling depan.

Tidur… ayo tidur.

Leila membalikkan tubuhnya untuk meringkuk sambil memeluk lengan Mira. Mira yang sudah lelap dalam mimpinya hanya melenguh sebentar, tapi kembali mendengkur.

“Lihatlah… siapa sekarang yang tidurnya seperti kebo,” gumam Leila.

Leila ingin segera kembali terbang ke alam mimpinya. Namun, suara di luar kamar tak kunjung reda. Ia meraih guling untuk menutup telinganya, tetapi urung saat ia sadar suara apa yang sedang berbisik-bisik di luar.

Ia yakin kalau itu suara orang tuanya dan hal itu membuatnya semakin bertanya-tanya, kenapa mereka belum tidur juga?

Ia akhirnya melepas pelukannya dari lengan Mira dan beranjak dari tempat tidur. Ia ingin melihat apa yang terjadi hingga mereka seberisik ini di tengah malam.

Saat membuka pintu, hanya gelap yang memenuhi indra penglihatannya. Lampu ruang tengah memang selalu dimatikan saat malam hari. Meski gelap, masih ada sedikit cahaya dari lampu dapur yang tidak dimatikan, sehingga ia bisa tahu kalau orang tuanya tak ada di ruang tengah. Hanya ada Arum yang tidur telentang dengan mulut menganga lebar.

Ketika ia ingin kembali masuk ke ruang kamar, ia mendengar isak tangis. Untuk sesaat bulu kuduknya berdiri karena dugaan menyeramkan yang kembali memenuhi pikirannya.

“Nggak mungkin ada hantu, kan?”

Ia berusaha menenangkan diri, tapi suara isak tangis itu terdengar sangat jelas dari arah depan.

“Apa jangan-jangan dari ruang keranda mayat itu?” gumamnya, takut sendiri.

“Jangan ikut campur urusanku!”

Leila tersentak saat mendengar suara itu, yang kemudian diiringi dengan isakan lain. Kini, ia yakin sepenuhnya kalau sumber suara itu dari orang tuanya. Yang baru saja marah adalah bapaknya dan suara tangisan itu milik ibunya.

“Apa yang terjadi?” bisiknya pada diri sendiri.

Meskipun rumah ini sudah dipenuhi dengan kegelapan, Leila masih terus melangkah keluar menuju sumber suara. Setelah melewati ruang keluarga, ia yakin kalau orang tuanya sedang berada di ruang tamu.

Leila sembunyi di balik tembok saat suara itu terdengar semakin keras. Ia mencoba menyembulkan sedikit kepalanya agar bisa melihat apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Bapaknya sedang duduk di lantai dengan lemas, sedangkan ibunya berdiri di depannya dengan tangisan yang tak kunjung berhenti.

“Aku tahu kalau pean sibuk kerja, tapi nggak perlu mabuk-mabukkan.”

“Sudah kubilang jangan ikut campur! Jangan nyuru-nyuruh! Kamu nggak ada hak!”

“Aku istrimu! Tentu aku berhak!”

Nyocot! Wis menengo!51

Leila tersentak saat suara bapaknya meninggi. Ia percaya kalau orang tua Mira bisa mendengarnya karena letak kamar yang berada tepat di sebelah ruang tamu.

Ketika bapaknya berdiri dengan sempoyongan, Leila melihat ibunya yang dengan sigap ingin memapah dan membantunya berjalan. Namun, bapak mendorong tubuhnya dengan keras hingga punggungnya menabrak dinding.

Kaki Leila hampir berlari ke arah ibu saat melihatnya, tetapi ketakutan membuatnya tetap berdiri di tempatnya. Saat bapak semakin berjalan masuk, Leila berjalan mundur hingga berdiri di pojok ruangan yang gelap total.

Bapaknya pasti tak mengetahui keberadaannya jika dilihat dari langkahnya yang mantap menuju ruang kamarnya di paling belakang. Tubuhnya masih sempoyongan ke kanan dan kiri, tapi tetap berjalan dengan tempo cepat hingga tubuhnya sudah menghilang dari pandangan Leila.

Ibunya sendiri mengekor dengan sisa isak tangis. Leila bisa melihat punggung ibunya yang bergetar sewaktu berjalan. Membuatnya ingin berlari memeluk ibunya erat-erat. Namun, ia tetap tak bisa melakukannya karena ia pun sudah menangis.

Kedua telapak tangannya membekap mulut agar suara isakannya tak keluar. Bagi seorang anak, melihat pertengkaran orang tua adalah mimpi buruk--bahkan lebih buruk dari itu. Dunia ini bahkan seakan-akan berhenti berputar. Dan saat air mata ibunya terjatuh, hidupnya pun ikut runtuh.

Leila masih berdiri di pojok gelap ruang tengah dengan isak tangis tertahan. Orang tuanya memang sudah berlalu, tapi tubuhnya tetap terasa kaku. Ia baru Ia tak peduli dengan gelap yang memenuhi ruangan. Ia bahkan tak peduli kalau sewaktu-waktu ada setan yang muncul di depannya. Karena saat ini… hanya permasalahan orang tuanya yang memenuhi pikiran.

Kenapa?

Kenapa bapaknya jadi seperti ini?

Kenapa bapak membuat ibu menangis?

Leila memang sadar kalau bapaknya semakin sibuk dengan pekerjaan. Surat-surat ganti rugi dan entah berkas apa yang dipersiapkan—sesungguhnya ia tak terlalu mengerti saat bapaknya menjelaskan—tetapi semua pekerjaan itu terus saja menumpuk bagaikan gunung.

Beberapa kali Leila merasa kasihan dengan bapaknya yang kelelahan dan sering pulang malam, tetapi apa yang baru dilihat membuat segala simpati itu menghilang. Ia pun jadi berpikir macam-macam tentang apa yang sebenarnya bapak lakukan sampai pulang dalam keadaan mabuk?

Semua yang tiba-tiba terjadi bagaikan sinyal buruk untuknya. Ia merasa sesak seolah-olah tak ada oksigen yang bisa dihirup. Ia bahkan terduduk dengan lesu di lantai dingin ruang tengah dengan air mata yang masih mengalir.

Malam ini… adalah malam tergelap yang datang dalam hidupnya.

Lihat selengkapnya