Sudah dua hari sejak Leila mengintip pertengkaran orang tuanya, artinya sudah dua hari juga ia berpuasa bicara dengan Mira. Mereka bahkan tidur dengan saling memunggungi. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar meski mereka berada di ruang yang sama.
Sebenarnya Leila sangat tak nyaman dengan situasi ini, tetapi ia juga masih kecewa karena Mira menceritakan masalah hidupnya ke Adit tanpa izin. Ia paham dengan alasan Mira, namun tetap saja... ia tak ingin orang lain tahu.
“Minggir!”
Leila mendengus kesal saat Mira mendorong tubuhnya saat baru masuk kamar. Tanpa berkata maaf, Mira berlalu keluar dengan sengaja menghentakkan kakinya.
“Nyebelin,” desis Leila.
Mereka memang biasa bertengkar, tapi tak pernah sampai berlarut-larut seperti ini. Ia sendiri juga tak tahu kenapa egonya sangat besar hanya untuk berkata maaf. Ia merasa Mira yang harus bersungguh-sungguh meminta maaf padanya karena dia yang memercikkan api di antara mereka.
“Lei, ayo makan sana. Kamu tadi nggak sarapan.” Nunuk membuka pintu putrinya dan mendapati Leila baru melepas dasi seragamnya.
“Nanti aja, Buk,” tolak Leila.
“Memangnya tadi siang kamu udah makan di kantin?”
“Mboten....”
“Ya wis! Nang makan!”
“Nanti—”
“Leila!”
Leila tak bisa mengelak saat ibunya sudah menggunakan nada tinggi. Jadi, ia segera mengangguk dan keluar kamar sebelum membuat amarah ibunya makin naik.
Perutnya dari tadi memang sudah keroncongan. Ia pun berencana langsung makan sesampainya di rumah, tetapi melihat Mira sudah ke dapur lebih dulu membuatnya ingin mengulur waktu. Ia tak mau terjebak dengan Mira di satu ruangan lagi.
“Sana ambil piring!”
Nunuk menunjuk ke rak piring dengan kesal karena Leila yang selalu sulit diatur apabila menyangkut waktu makan.
“Enggeh.”
Setelah mengambil piring, Leila menahan langkah kakinya saat melihat Mira sedang menyantap makanannya di meja makan. Diam-diam Leila menggerutu karena penanak nasinya ada di sana.
“Ngapain diam aja? Makan!”
Mau tak mau Leila kembali melangkah mendekati meja makan. Dari sudut mata, ia bisa melihat Mira yang juga melirik tajam padanya. Ia mengambil nasi dan lauk dengan cepat, lalu berlalu dari dapur.
Leila memilih membawa piringnya ke ruang tamu daripada terjebak dalam suasana canggung dengan Mira. Mungkin orang tua mereka mulai menaruh curiga karena sebuah pemandangan aneh melihat mereka yang bagaikan orang asing.
“Kamu berantem ya sama Mira?”