Kelahiran Kota Lumpur

Mbak Ai
Chapter #21

Bab 21: Kerapuhan Kesempurnaan

Leila merasa terlahir menjadi orang baru. Ia datang ke sekolah dengan lebih percaya diri dengan mengendarai motor matic Mio yang masih kinclong. Meskipun ada beberapa bagian yang harus ditempel stiker karena goresan yang tercipta sewaktu ia terjatuh berkali-kali saat belajar naik motor.

“Leila?”

Leila menoleh dengan senyuman lebar saat mendengar suara familiar itu. Ia melepaskan helm hitamnya, lalu menyisir poninya dengan tangan agar tak kusut.

“Hai, Dit.”

Adit berjalan mendekat. Dia memang berencana pulang dan betapa terkejutnya saat melihat Leila yang biasa datang dengan sepeda birunya, kini mengendarai motor.

“Motor baru, ya?” tanyanya, basa-basi.

Leila mengangguk cepat, semangat sekali. “Iya, dibeliin bapakku.”

Melihat senyuman Leila yang menunjukkan deretan giginya, Adit yakin kalau dia sedang sangat bahagia.

“Kamu sudah baikan ya sama bapakmu?” tanyanya sewaktu sadar tak ada nada kesal yang terbawa saat Leila menyebut bapaknya.

“Iya.”

“Sudah nggak pernah marah-marah lagi?”

“Hm. Sudah enggak. Sekarang Bapak baik deh, aku sering dibeliin apa pun.”

“Syukurlah kalau gitu.”

Adit menggaruk tengkuknya karena bingung membahas apa lagi. Ia masih ingin bercengkrama dengan Leila karena mereka sudah jarang bersama semenjak naik kelas tiga.

Leila bilang kalau mereka harus fokus pada urusan masing-masih selama semester ini agar lulus dan masuk SMA terbaik. Jadilah Adit harus menekan habis keinginannya untuk berbicara lama-lama dengan Leila.

“Oh, ya.”

Adit tersenyum lega karena rupanya Leila yang masih memiliki bahan untuk mengajaknya berbicara. Adit menunggu dengan jantung berdebar ketika melihat Leila sibuk mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

“Lihat!” Sebuah ponsel berwarna hitam Leila angkat tinggi-tinggi. “Aku udah punya HP!” serunya kegirangan.

“Wah! HP-mu bahkan punya kamera!” Adit menyahut dengan tak kalah antusias.

“Iya. Ini juga dibeliin bapak,” ucapnya. Kemudian, ia menyerahkannya ke depan Adit hingga menciptakan raut tanda tanya. “Nomormu… tolong ketik nomormu. Kemarin-kemarin kan nomormu kesimpennya di HP Mira.”

“Oh… iya.”

Adit mengambil ponsel itu, lalu mengetikkan kombinasi angka yang dihafal di luar kepala ke dalam ponsel Leila. Setelahnya, ia mengembalikannya dengan senyuman malu-malu.

“Nanti SMS ya. Biar kusimpan nomormu,” ucapnya.

“Iya,” jawab Leila dengan malu-malu. “Ka—kalau gitu aku masuk kelas dulu ya,” lanjutnya dengan melambaikan tangannya.

Adit mengangguk, balas membalas lambaian itu dengan senyuman kecil. Dalam hati terus berharap agar mereka bisa lulus secepatnya dan menjadi anak SMA. Dan nyatanya, harapan itu juga tersemat di benak Leila.

“Mira!” Leila menyapa Mira dengan senyuman lebar saat baru memasuki kelas. Mira sudah duduk di bangkunya dan mengobrol dengan Bagas.

“Mira doang yang disapa,” keluh Bagas.

“Hehehe! Sori, nggak kelihatan tadi.” 

Leila hanya bisa nyengir sungkan pada Bagas. Yang dibalas dengan dengusan kasar darinya. Namun, Leila tak ambil pusing karena ada hal menarik yang ingin ia tunjukkan pada teman-temannya. 

 “Lihat! Lihat!”

Untuk kedua kalinya, Leila mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Seperti yang diduga, Mira dan Bagas langsung menatap ponsel di tangannya dengan takjub. Mereka berdua bahkan berebut mengambil ponsel itu.

“HP baru nih ciye!!” seru Bagas sambil membolak-balikkan ponsel itu ke atas, bawah, kiri, dan kanan.

“Canggih! Bagus banget!” celetuknya kemudian.

Lihat selengkapnya